Jumat, 21 Desember 2012

cerpen - hadiah untuk mama


holaaa,, aku posting cerpen tentang hari ibu nih, agak sedih sih ceritanya..
met baca yaa


Hadiah untuk mama..

                “selamat hari ibu, mama !!”, ucap seorang gadis cantik untuk ibunya yang terbaring lemah di salah satu ranjang rumah sakit.
                “terima kasih ya Karin”, ucap ibunya pada Karin anaknya.
                “mama mau hadiah apa?”, Tanya Karin.
                “tidak usah repot-repot, mama hanya ingin karin jadi anak yang baik. Itu sudah cukup bagi mama”, jawab ibunya bijak.
                “ahh tidak, Karin akan tetap membelikan mama hadiah. Mama tunggu disini ya, Karin akan membelikan mama hadiah. Pokoknya mama harus tunggu Karin”, kata Karin keras kepala.
                Ibunya hanya tersenyum melihat tingkah gadis yang berusia 15 tahun itu. sudah 2 bulan ia terbaring di rumah sakit karena penyakit kangker hati. Hanya Karin lah, anak bungsunya yang setia merawat dan menemani ibunya setiap hari. Hari ini tanggal 22 desember, hari yang biasa orang sebut hari ibu. Karin melangkahkan kakinya lemas keluar dari ruang perawatan ibunya. Ia bingung harus memberikan hadiah apa untuk ibunya. Karin terus melangkahkan kakinya sampai keluar rumah sakit. Matanya tidak fokus pada jalanan yang ia injak. Pikirannya terus bekerja dan berfikir hadiah apa yang pas untuk di berikan pada mamanya di hari ibu ini.
                Langkahnya terhenti setelah hidungnya mencium aroma yang sudah tidak asing lagi. Aroma cake dari toko kue di sebelah rumah sakit memang sangat khas. Saat mamanya masih sehat, Karin sering kesana bersama mamanya untuk membeli rainbow cake kesukaan mamanya. Rasanya sangat enak sehingga mulutnya tidak bisa berhenti melahap setiap potongan cake tersebut.
Rainbow cake kesukaan mama, aku ingin sekali memakannya bersama mama seperti dulu. Cepatlah sembuh ma… kata batin Karin sambil menatap lirih kaca toko kue.
                “tunggu… kenapa aku tidak membuatkan rainbow cake saja untuk mama di hari ibu ini, di bandingkan aku membelikan rainbow cake, mama pasti lebih suka kalau aku membuatnya sendiri”, kata Karin bersemangat setelah mendapat ide yang meurutnya cukup brilian.
                Ia segera masuk ke dalam toko itu. seorang pria paruh baya pemilik toko langsung menyambut kedatangan Karin. Bagaimana tidak, Karin dan ibunya sangat sering datang kemari dan makan cake di toko ini. Pria itu nampaknya sudah sangat mengenal Karin.
                “Karin? Sudah lama sekali kau tidak datang kemari”, kata pria itu ramah.
                “ahh paman, bagaimana kabarnya?”, Tanya Karin basa-basi.
                “baik-baik saja, dimana mama mu?”, Tanya pria itu.
                “mama sedang dirawat di rumah sakit, penyakit kangker hati mama sudah tambah parah”, jawab Karin sedih. Jujur saja, sebenarnya ia tidak ingin membicarakan soal keadaan mamanya yang memprihatinkan.
                “kalau begitu semoga mama mu cepat sembuh ya”
                “terima kasih paman. Oiya paman, bisa kah kau membantuku?”, pinta Karin.
                “kau butuh bantuan apa?”
                “aku ingin belajar membuat rainbow cake kesukaan mama, aku ingin menghadiahkan rainbow cake kesukaan mama di hari ibu ini”, kata Karin.
                “kau bisa belajar denganku, tapi tidak hari ini Karin. Kau tahu kan toko ini sedang sangat ramai, dan aku sedang sangat sibuk”, kata pria pemilik toko menolak permintaan Karin secara halus.
                “tapi paman, aku membutuhkan kue itu hari ini. Hari ibunya kan hanya hari ini, kalau besok-besok bukan hari ibu lagi namanya. Ku mohon paman”, Karin memohon sambil sedikit menitikan air mata. Ia bingung kalau bukan rainbow cake yang akan ia berikan, lalu hadiah apa yang akan ia berikan untuk mamanya. Pria pemilik toko itu mulai kasihan melihat Karin yang mulai menangis dihadapannya itu.
                “baiklah kalau begitu, tapi aku hanya memberikanmu contoh satu kali lalu selanjutnya kau buat kuenya sendiri”
                “terimakasih banyak paman”, ucap Karin senang. Ia tidak menyangka bahwa pria pemilik toko akan sangat baik padanya.
                “ayo ikut aku ke dapur”, ajak pria pemilik toko.
                Karin hanya mengangguk dan mengikuti langkah pria pemilik toko. Sesampainya didapur pria paruh baya itu langsung menyiapkan semua peralatan membuat kue dan menatanya rapi di atas meja. Karin membantu menyiapkan bahan-bahan membuat kue. Setelah itu, di perhatikannya pria pemilik toko sekaligus koki di toko itu beraksi membuat kue. Dengan cepatnya pria pemilik toko itu sudah selesai membuat rainbow cake. Karin memotong sedikit kue itu untuk mencobanya.
                “emmhh… rasanya enak sekali paman”, puji Karin.
                “nah, sekarang giliran kamu yang mencoba membuatnya sendiri. Aku harus kembali ke depan dan menjaga toko. Ambilah semua bahan yang kau butuh kan di gudang, jika sudah selesai harus langsung dibereskan”, perintah pria pemilik toko tersebut.
                “baik paman, dan terimakasih banyak”
                “iya, berikan usaha terbaikmu untuk mama mu”.
                Karin mengangguk semangat. Setelah pria pemilik toko keluar dari dapur, gadis berambut hitam panjang itu langsung memulai aksinya. Mulai dari mencapur semua adonan dan mengaduknya mejadi rata. Kue cakenya yang pertama gagal karena gosong. Tapi Karin tidak menyerah, ia memulainya lagi dari pertama. Namun lagi-lagi hasilnya gagal karena rasanya tidak enak. Karin menghembuskan nafasnya kesal. Gadis itu sudah terlalu capek tuk mengulang usahanya lagi dari awal. Karin berjalan pelan dan  menatap lirih keluar jendela.
                “mama… kayaknya Karin gagal memberikan hadiah untuk mama”, kata Karin pelan, hampir tak terdengar.
Namun tiba-tiba ia ingat kembali kata-kata pria pemilik toko padanya tadi. berikan usaha terbaikmu untuk mama mu, kata-kata itu kini memberikan sepercik semangat untuk Karin. Benar, bila ia ingin mendapatkan hasil yang terbaik ia juga harus memberikan usaha yang terbaik. Karin mulai membuat kue cake lagi dari awal. Kini dengan seluruh semangat dan cinta yang ia miliki untuk mamanya. Akhirnya Karin berhasil membuat rainbow cake dengan rasa yang lumayan enak, lumayan bagi seorang pemula seperti Karin.
                Waktu sudah menunjukan pukul 3 sore. Setelah mengucapkan banyak terima kasih untuk pria pemilik toko, Karin segera berjalan menuju rumah sakit dengan senyum penuh kebahagiaan. Ia sudah tidak sabar untuk memberikan kue buatannya untuk mamanya. Di tengah-tengah perjalanan handphone Karin bergetar. Ada telfon dari rumah sakit.
                “hallo, selamat sore”, kata Karin menjawab telfon itu.
                “selamat sore, apa benar ini dengan Karin Fujimura?”, Tanya seseorang di ujung telfon itu.
                “iya benar, ada apa ya?”
                “kami dari pihak rumah sakit ingin memberitahukan bahwa kini ibu anda sedang dalam keadaan kritis dan sekarang sedang ada di ruang UGD”
Karin membatu mendengar kata-kata itu. ia merasa mulutnya kaku sehingga ia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dengan cepat Karin langsung berlari  menuju rumah sakit. Air matanya sudah tak tertahan lagi. Tangan kanannya menutup mulut sehingga ia tidak mengeluarkan jeritan dan tangan kirinya masih setia membawa rainbow cake buatannya. Kini Karin sudah sampai di ruang UGD, dokter belum boleh membiarkan siapapun masuk keruangan itu. Karin duduk di kursi tunggu dekat ruangan UGD, fikirannya sudah tidak fokus lagi. Ia terus saja memikirkan hal terburuk yang akan menimpa ibunya tersebut. Mau bagaimanapun juga, ia belum siap tuk kehilangan mamanya. Beberapa saat kemudian dokter keluar dari ruang UGD.
                “dokter, bagaimana keadaan ibu saya?”, Tanya Karin langsung pada dokter itu.
                “keadaannya sangat parah, ibu anda harus segera mendapatkan donor hati hari ini juga. Jika tidak…”, dokter itu tidak melanjutkankata-katanya. Namun Karin tahu jelas apa maksud dari kata-kata dokter itu.
                “apa tidak ada cara lain untuk menyelamatkan ibu saya dok?”, Tanya Karin seraya air matanya yang mulai deras keluar.
                “sayangnya tidak ada”, jawab dokter itu singkat namun mampu membuat hati Karin sangat sakit.
                Dokter itu pergi setelah melihat Karin hanya bisa menangis. Karin membuka pelan pintu ruang UGD tempat mamanya terbaring koma. Ia lalu menyimpan kue  cake hasil buatannya di meja samping tempat tidur mamanya dan duduk di samping mamanya tercinta. Ia menatap sedih keadaan mamanya yang tidak berdaya itu.
                “katanya mama mau menunggu Karin”,kata Karin mencoba berbicara pada mamanya. “mama… Karin udah pulang dan bawa hadiah buat mama. Mama bangun donk !”, kini Karin menangis keras. “mama… ini hadiah buat mama, rainbow cake buatan Karin. Mama ga mau mencobanya? Rasanya enak ma… mama jangan gini terus, mama bangun…”.lanjut Karin sambil menggenggam tangan mamanya.
Lama sekali Karin menangis di samping ibunya yang terbaring koma. Waktu sudah menunjukan pukul 8 malam. Dan Karin kini sadar, mamanya pasti tidak akan suka jika melihatnya menangis seperti ini. Ia lalu mengambil selembar kertas dan menulis kata-kata terakhir untuk mamanya. Setelah selesai karin keluar dari ruang UGD dan berjalan menghadap dokter yang merawat ibunya.
                “ada apa nona Fujimura?”, Tanya dokter itu pada Karin.
                “aku ingin memberikan hadiah terbaik untuk mama, dok”. Kata Karin sambil tersenyum tipis.

                Langit pagi yang cerah membangunkan wanita separuh baya itu dari komanya. Di perhatikannya ruangan rumah sakit yang sudah tidak asing lagi di matanya. Satu-satunya yang ia cari adalah Karin, anak yang paling ia sayangi. Namun ia sama sekali tidak melihat Karin. Seorang suster yang biasa merawat wanita itu masuk.
“sus, apa kau melihat Karin, anakku?”, Tanya wanita itu. si suster seperti ragu tuk menjawab pertanyaan wanita itu.
“syukurlah anda sudah sadar nyonya Fujimura. Anda akan tahu keberadaan anak anda bila anda sudah membaca surat ini”, suster itu memberikan sepucuk surat untuk wanita paruh baya itu.
Wanita paruh baya itu menerimanya dan menatap suster itu bingung. Ia tidak mengerti maksud suster itu. perlahan wanita itu membuka dan membaca isi surat tersebut. Ia langsung mengenali tulisan anaknya dalam surat itu. surat itu berisi :
Untuk mama...
Mungkin kalau mama baca surat ini, Karin udah ga ada lagi di sisi mamah. Maaf ya ma…
Karin tau mungkin keputusan Karin ini akan sangat mama benci. Tapi asalkan mama bisa terus hidup, apapun Karin lakukan termasuk mendonorkan hati Karin untuk mama. Karin sayang mama… ini hadiah Karin untuk mama…
Lewat surat ini, Karin ingin mengucapkan mohon maaf atas segala perbuatan nakal yang selalu Karin lakukan. Karin sering ngerepotin mama, sering buat mama marah. Dan lewat surat ini juga Karin ingin mengucapkan terimakasih atas semua kasih sayang dan cinta yang mama berikan untuk Karin.
Oiya Karin juga buatin mama rainbow cake, mama pasti suka. Ini persembahan terakhir dari Karin. Semoga mama suka ya, pokoknya mama harus habisin rainbow cakenya ! hehe. Mama harus tau kalau Karin selalu ada di hati mama.
Karin sayang sayang sayang banget sama mama…
Selamat hari ibu…
Penuh cinta,

Karin Fujimura

                Air mata wanita paruh baya itu tidak bisa terbendung lagi. Ia benar-benar tidak percaya bahwa anaknya rela mendonorkan hati untuknya. Rasanya saat itu juga ia ingin mati dan menyusul anaknya. Ia langsung terbangun dari tempat tidurnya, dan ia melihat kotak kue di meja sebelah tempat tidurnya. Walau tangisannya belum berhenti ia memaksakan tubuhnya untuk meraih kotak itu dan membukanya. Sebuah rainbow cake kesukaannya langsung menyambut. Tidak salah lagi, itu kue buatan Karin. Di atas kue cake itu tertulis : Hati Karin Untuk Mama

TAMAT
by : camelia athena kharin (rin-chan)

cerpen - 7 jam terakhir chapter 1


halooo,, thena balik dengan cerpen terbaru aku. mohon maaf bila banyak kesalahan dalam pengetikan, soalnya aku buat ini cerpen cuma 3 jam. cerpen ini terinspirasi dari derasnya hujan di kota bandung akhir-akhir ini...

ok !! MET BACA ^^



7 jam terakhir
            Derasnya hujan di penghujung bulan itu seperti mewakli setiap tetesan air mata yang tertahan di balik mata indah Kaori. Kalau bisa, sebenarnya ia tidak mau menjumpai hari yang menyebalkan ini. Hari terakhir dimana ia dan sahabatnya Kimura takkan bertemu lagi, mungkin selamanya. Kaori melangkahkan kakinya lemas menuju sebuah café dan terus berharap bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir setelah dirinya terbangun dari tidur. Sayangnya ini semua bukanlah mimpi, ini kenyataan pahit yang harus di telan setelah sekian lama ia dan Kimura bersahabat.
                “kau lama sekali sih Kaori”, kata seorang pria yang duduk di pojok dekat jendela café.
                “sudah menunggu lama ya, Kimura?”, Tanya Kaori basa-basi sambil duduk di kursi bersebrangan dengan tempat duduk Kimura.
                “ini ‘kan hari terakhirku berada di kota ini, bisa-bisanya kau datang terlambat”, kata Kimura bercanda.
                “di luar hujannya sangat deras, masa aku harus hujan-hujanan, gitu?!”, jawab Kaori.
                Sejak bertemu Kimura, Kaori sama sekali tidak ingin menatap mata Kimura secara langsung. ia terlalu lemah sehingga menatap mata sahabatnya pun tak bisa. Kaori hanya tidak ingin menangis dihadapan sahabatnya itu.
                “Kaori”, panggil Kimura pelan.
                “apa?”, jawab Kaori mencoba bersikap seperti biasanya.
                “kalau aku tidak ada, kau mau bagaimana?”
                “apa itu pertanyaan yang harus aku jawab?”, Tanya balik Kaori.
Kimura tersenyum melihat sahabat perempuannya itu. ia hafal betul bagaimana sifat dari Kaori. Jelas saja, mereka sudah bersahabat sejak kecil. Kimura menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan sedikit mengacak-acak rambut jabriknya. Di perhatikannya gadis yang duduk santai di hadapannya itu. sejujurnya ia tak sanggup menghadapi kenyataan bahwa ini adalah hari terakhir mereka bertemu.
                “sebenarnya pertanyaan itu tidak penting untuk kau jawab. Aku hanya khawatir kau akan menangis setiap malam karena sudah tak ada lagi orang yang membantumu mengerjakan PR”, kata Kimura menggoda sambil tertawa kecil.
                “hah?! Enak saja, yang ada kau yang menangis setiap malam karena sudah tidak ada orang yang menemanimu curhat di setiap harinya”, jawab Kaori tidak mau kalah.
                “kata siapa? Aku bisa mencari penggantimu di kota baruku nanti”
                “tetap saja kau tidak akan menemukan orang yang sama sepertiku”
                “memangnya ada orang yang egoisnya melebihi kamu ?”, Kimura semakin menggoda Kaori.
                “apa kau bilang!!”, kata Kaori sambil memukul-mukul Kimura.
                Kimura tidak menghindar, ia hanya menerima pukulan kecil dari Kaori dengan pasrah. Mungkin ia akan sangat merindukan hal seperti ini. Kaori menghentikan serangannya dan tertuntuduk. Kini ia merasa sudah tak bisa menahannya lagi. Air mata yang sudah coba ia tahan sejak keberangkatannya dari rumah, kini mengalir begitu saja. Kimura menatap Kaori lirih, jujur saja ia juga ingin ikut menangis.
                “tidak bisakah kau tinggal di kota ini lebih lama lagi?”, pinta Kaori di sela-sela tangisannya.
                “kurasa itu tidak mungkin”, jawab Kimura lemas.
                “lalu bila kau tidak ada lagi disisiku, aku harus bagaimana?”, Tanya Kaori, kini Kimura tidak menjawabnya. “ini kan hari ulang tahunku, mengapa kau pergi di saat seperti ini? Tidak bisakah kau mengambil waktu yang lain? Apa ini hadiah yang pantas dihari ulang tahun sahabatmu?”. Tanya Kaori berturut-turut.
                Air mata Kaori tidak bisa berhenti mengalir. Padahal Kaori sudah benar-benar ingin berhenti  menangis. Kimura tidak tahu harus melakukan apa pada sahabatnya itu. Kimura menghapus air mata Kaori lembut dengan saputangannya dan menepuk-nepuk pundak Kaori. Ia hanya berharap dengan sikapnya itu Kaori akan menjadi semakin tenang dan berhenti mengeluarkan air mata. Rasanya setiap tetes air mata yang Kaori keluarkan membuat hatinya semakin sakit. Kimura melihat jarum yang ada pada jam tangannya, pukul 1 siang. Itu artinya ia hanya memiliki 7 jam terakhir bersama sahabatnya ini.
                “tenanglah Kaori, kita masih memiliki 7 jam terakhir sebelum akhirnya aku benar-benar pergi”, hibur Kimura.
                “7 jam apalah artinya”, jawab Kaori pelan.
                “ayo kita buat 7 jam itu menjadi sangat berarti”, Kimura memaksakan dirinya tuk melukis sebuah senyuman.
                “diluar hujan sangat deras, menurutmu apa yang bisa kita lakukan?”, Tanya Kaori seakan sudah tak ada lagi harapan. Kimura tersenyum pada Kaori.
                “bukannya kita sudah biasa hujan-hujanan pada saat pulang sekolah?”, Kimura berdiri. “aku ingat bahwa aku masih punya beberapa tiket menonton film, ayo kita lomba lari sampai ke rumahku!”, lanjut Kimura.
                Untuk pertama kalinya di hari yang gelap ini, Kaori tersenyum. Ia sangat senang pergi menonton film. Ia langsung berdiri dari posisi duduknya dan mengangguk setuju. Dengan cepat Kimura dan Kaori pergi meninggalkan café dan berlari menuju rumah Kimura yang berada tak terlalu jauh dari café tersebut. Derasnya hujan seolah tak mereka hiraukan. Mereka terlihat asik menikmati menit-menit terakhir kebersamaan mereka. Kaori dan Kimura telah sampai didepan rumah Kimura. Seperti biasanya mereka langsung masuk ke dalam. Pintunya tak terkunci dan sebagian besar barang-barang milik Kimura telah tertata rapih dalam dus-dus besar.
                “kita langsung ke kamarku saja”, kata Kimura seraya menaiki tangga menuju lantai 2.
Kaori hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Kimura. Sebenarnya ini bukan kali pertama Kaori menginjakan kaki di rumah ini. Ia sudah sangat sering bermain di rumah tipe minialis milik keluarga Kimura. Hanya saja kali ini rasanya sangat berbeda, berbeda karena ini adalah kali terakhir Kaori bermain di rumah ini bersama Kimura.
                Di bandingkan ruangan lain, hanya kamar ini saja yang masih utuh seperti biasanya. Maksudnya barang-barang yang ada di ruangan ini masih belum di pak kedalam dus. Padahal beberapa jam lagi Kimura akan pindah rumah ke kota besar Tokyo.
                “kau tidak mau membawa barang-barangmu ini pergi bersamamu?”, Tanya Kaori dingin sambil mendudukan dirinya di pinggir ranjang tidur milik Kimura.
                “nanti saja, orang-orang jasa pindahan akan mengurusnya”, jawab Kimura santai sambil mengorek-ngorek isi laci meja belajarnya. Kaori mengangguk mengerti. “ahh ini dia tiketnya !”, seru Kimura sambil memperlihatkan beberapa tiket menonton film.
Kaori berlari kecil menghampiri Kimura. Pria berambut jabrik itu langsung memberikan tiket-tiket itu pada Kaori. Kaori menerimanya dengan sangat senang.
                “dimana kau mendapatkan semua tiket-tiket ini?”, Tanya Kaori sambil memperhatikan satu per satu judul film yang tertulis di tiket itu.
                “kau tau kan, ayahku producer film. Dan ini tiket beberapa film yang ayahku produseri”, jawab Kimura santai.
                “tapi…”, kata Kaori lemas.
                “tapi apa? Kau tidak suka?”, Tanya Kimura bingung.
                “tidak, aku suka. Hanya saja semua tiket ini untuk besok”
                “eh? Benarkah?”, Kimura terkejut. Ia sama sekali tidak memperhatikan tanggal yang tertera pada tiket tersebut.
                Kimura mengambil semua tiket yang ada di tangan Kaori, di periksanya sekali lagi tanggal yang ada pada tiket tersebut. Ternyata benar, semua film yang tertera di tiket itu di tayangkan besok. Betapa kecewanya hati Kimura saat ini, bahkan disaat terakhir ia bersama sahabatnya, Kimura sama sekali tidak bisa memberikan hal yang menyenangkan untuk Kaori. Kaori menghembuskan nafas lemas dan kembali mendudukan diri di ranjang tidur milik Kimura. Kimura mengikuti Kaori dan duduk di sebelah gadis cantik itu. kini keduanya bingung harus melakukan apa. Mereka hanya mengobrol ringan dan bercanda yang kini mulai sedikit membosan. Waktu sudah menunjukan pukul 3 sore.
                “sudah jam 3, ini artinya kita hanya tinggal punya waktu 5 jam lagi tuk bersama”, kata Kaori.
                “5 jam lagi ya”, ulang Kimura pelan.
                “sekarang kita mau melakukan apa?”, Tanya Kaori yang kini mulai kehilangan semangatnya. Kimura menunduk dan Nampak berfikir.
                “oiya, aku baru ingat kalau hari ini ada pertunjukan teater di lapangan dekat balai kota. Kita menonton kesana saja yuk, kita harus buat menit-menit terakhir kita menjadi sangat menyenangkan”, ajak Kimura.

bersambung....
mau lihat kelanjutannya? klik disini

cerpen - 7 jam terakhir chapter 2



                Kaori hanya mengangguk setuju dan segera mengikuti Kimura keluar kamar. Sebenarnya ia tidak terlalu suka dengan teater. Tapi karena Kimura yang mengajak dan ini adalah kali terakhirnya mereka bertemu, Kaori menyimpan rasa egoisnya dan mengalah untuk Kimura. Di luar hujan masih saja turun dengan deras. Kini mereka menggunakan payung tuk melawan derasnya hujan, Kaori dan Kimura tak ingin sakit di saat-saat seperti ini. Seperti biasanya, mereka berlari dan berlomba untuk sampai lebih dahulu ke lapangan dekat balai kota. Sikap yang ke kanak-kanakan di usia mereka yang menginjak umur ke 15.
                Sesampainya di lapangan tersebut, sesuatu yang tidak semestinya langsung Nampak di mata Kaori dan Kimura. Seharusnya lapangan itu ramai oleh orang-orang yang menonton pertunjukan teater. Namun apa yang kini mereka lihat, hanya lapangan kosong dengan rumput basah karena hujan. Keduanya kini tampak sangat kecewa. Seorang petugas yang mengelola lapangan multifungsi itu menghampiri Kaori dan Kimura.
                “kalian mau menonton pertunjukan teater ya?”, Tanya petugas itu.
                “iya, tapi ko’ sepi ya pak?”, kata Kimura.
                “sayang sekali, pertunjukan teaternya di undur sampai besok karena cuaca yang tidak mendukung. Jika tidak hujan, besok kalian datang lagi saja kesini”, kata petugas itu dan lalu pergi meninggalkan Kaori dan Kimura.
Keduanya kini sama-sama mematung. Pupus sudah harapan mereka tuk menghabiskan waktu-waktu terakhir mereka dengan menyenangkan. Kimura melihat Kaori mulai menitikan air matanya kembali.
                “kau kenapa menangis lagi Kaori?”, Tanya Kimura pelan.
                “mengapa semuanya harus besok sih? Padahalkan besok kita sudah tidak bisa bersama lagi. Mengapa hari ini kita sial banget sih? Megapa kita tidak bisa sedikit saja bersenang-senang di jam-jam terakhir kita?”, kata Kaori mengeluarkan semua kekesalan yang ada di dadanya.
                Kimura melepaskan payung yang ia pegang dan menghampiri Kaori. Di rangkulnya tubuh kecil Kaori dengan hangat dan mencoba menenangkan gadis itu. memang hari ini semuanya terasa ridak menyenangkan bagi Kimura dan Kaori. Padahal ini adalah menit-menit terakhir mereka bersama. Kimura melihat jam yang ada di tangan kanannya, jam 4 sore. Hujan kini sudah mulai berhenti, Kimura dan Kaori sudah bisa munutup payung mereka masing-masing. Dilihatnya langit yang mulai berwarna keemasan. Tanpa di duga, muncul sebuah pelangi indah yang menghiasi langit di sore itu.
                “kau tau Kaori? Kurasa hari ini tidak terlalu buruk. Buktinya pelangi muncul dan memberikan senyumannya pada kita berdua”, kata Kimura sambil tersenyum lebar memandang pelangi.
                “ya… kau benar, mungkin ini akan menjadi penutup yang indah untuk kebersamaan kita di kota ini”, jawab Kaori sambil menghapus air matanya dan tersenyum melihat indahnya pelangi.
                “pemandangan pelang di bukit belakang sekolah pasti akan lebih indah, ayo kita berlomba menuju bukit !”, ajak Kimura.
                “ayo !!”, kata Kaori sambil berlari mendahului Kimura dan tertawa lepas.
                “Kaori !! kau curang berlari duluan !!”
                Kaori pura-pura tidak mendengar Kimura dan terus berlari menuju bukit belakang sekolah. Di belakangnya Kimura berlari sangat kencang dan mencoba mengejar Kaori. Sampai di perempatan jalan raya Kaori tetap berlari tanpa melihat kondisi jalanan saat itu. tiba-tiba dari arah kanan sebuah mobil berlaju kencang.
                “KAORI AWAS !!”, teriak Kimura mencoba memperingati Kaori yang hendak tertabrak mobil.
Kaori menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah kanan jalan itu. Kaori melihat mobil yang hendak menbraknya. Gadis itu mencoba menghindari mobil tersebut, namun ternyata usahanya terlambat. CKKIIITT… BRUUKK mobil tersebut sudah terlanjur menabrak tubuh kecil Kaori. Tubuh gadis itu terlempar dan tersungkur di pinggir jalan. Kimura berlari menghampiri Kaori. Dirasakannya Kimura yang memeluk tubuh kecilnya. Kini pandangan Kaori semakin lama semakin kabut dan akhirnya menjadi gelap.

                Cahaya lampu ruangan itu menyadarkan Kaori. Memang tidak jelas, tapi Kaori mendengar ada seseorang yang berbicara sambil mengenggam tangannya. Perlahan Kaori membuka matanya, ruangan asing bernuansa putih langsung menyambut kesadarannya.
                “enghh…”, desah Kaori. Ia merasa sakit di bagian kepalanya yang di perban.
                “kau sudah sadar Kaori? Syukurlah kau tidak apa-apa. Aku sangat bahagia melihat kau baik-baik saja”, Tanya seorang pria yang sedari tadi menunggu Kaori membuka matanya. Kaori melirik kesebelahnya, ternyata itu Kimura. Kaori memaksakan tubuhnya untuk duduk di atas ranjang rumah sakit.
                “Kimura? Aku dimana?”, Tanya Kaori yang masih bingung.
                “kau di rumah sakit, apa kau tidak sadar? Tadi kau tertabrak mobil dan jatuh pingsan, aku panic dan langsung membawamu ke rumah sakit”, cerita singkat Kimura.
                “begitu ya”, kata Kaori pelan sambil memandang lurus mencoba mengingat lagi kejadian yang baru saja menimpa dirinya.
                “kalau begitu, aku pergi dulu ya Kaori. Jaga dirimu baik-baik”, kata Kimura sambil berdiri dari posisi duduknya.
                “kau mau kemana Kimura?”, Tanya Kaori kaget.
                “apa tabrakan itu membuatmu jadi lupa ingatan? Aku kan harus pindah rumah ke Tokyo malam ini jam 8. Dan sekarang sudah jam 7.30 malam”, jelas Kimura.
                “bahkan di keadaanku yang seperti ini kau masih saja akan pergi?”, Tanya Kaori tidak percaya.
                “maafkan aku Kaori, orang tuaku sudah menunggu di mobil, aku harus segera berangkat”, kata Kimura sambil berjalan keluar ruangan perawatan Kaori.
                Kaori terbata melihat sosok Kaori yang pergi meninggalkannya. Gadis itu mulai menitikan airmatanya tuk kesekian kalinya di hari yang benar-benar biru ini. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Kaori memaksakan tubuhnya tuk turun dari tempat tidur dan berlari mengejar Kimura. Langkahnya terasa sangat berat dan tubuhnya terasa sangat sakit. Namun tetap… Kaori mengejar Kimura yang kini terlihat sudah memasuki mobil. Kaori tidak menyerah ia tetep mengejar Kimura walau kini sosok pria itu sudah pergi bersama kencangnya laju mobil.
“KIMURA !! KIMURA !!”, teriak Kaori sambil terus berlari mengejar mobil Kimura.
Kimura melihat Kaori yang berlari mengejarnya melalui kaca sepion mobilnya. Ia hanya bisa meneteskan air mata tanpa bisa berbuat banyak. Ia hanya berharap Kaori akan baik-baik saja walau tak ada dia di sampingnya.
Bruk … Kaori terjatuh di tengah jalan dan membiarkan mobil Kimura semakin melesat jauh dan menghilang dari penglihatan Kaori. Tangisan Kaori semakin kencang diiringi tetes demi tetes hujan yang mulai turun dan membasahi tubuhnya. 7 jam terakhirnya bersama Kimura akan sangat berkesan di hati Kaori.

..Tamat..
by : camelia athena kharin (rin-chan)

Selasa, 11 Desember 2012

sasusaku fanfic - suruh siapa munyukaiku


halo aku kembali dengan fanfic naruto baru aku, baca ya... dan di tunggu kritiknya. maaf kalau ceritanya agak gaje ToT, soalnya aku nulis fanfic ini sambil curhat. hahaha
silahkan baca... ^_^/

Suruh siapa menyukaiku

“SASUKE !!!, SAKURA MENYUKAIMU”, teriak Ino keras di pinggir lapangan.
                Sontak semua orang yang ada di situ jadi tertawa karena tingkahnya, menggaduhkan suasana pagi yang asalnya tenang dan damai. Sasuke tampak tidak menghiraukan perkataan Ino dan terus memainkan bola basketnya di tengah lapangan. Padahal sesungguhnya Sasuke menyembunyikan guratan merah dipipinya. Sakura yang duduk di pinggir lapangan tepat di samping Ino hanya tertawa geli. Sakura tahu bahwa sahabatnya itu sedang main-main.
“Tuh kan, Sasuke jadi GR. Rencana kita berhasil”, kata Ino bangga atas usahanya itu.
“Kau memang sangat berbakat memain-mainkan cowok, tapi kenapa harus aku yang jadi korbannya heh!”, kata Sakura bernada sedikit kesal sambil memukul pelan kepala Ino dengan gulungan kertas fotocopy-an IPA.
“Hahahaha… Ayolah, aku kan hanya bercanda”, bela Ino sambil tertawa geli melihat wajah Sakura dan Sasuke secara bergantian. “Lagi pula kau memang menyukai Sasuke ‘kan”, goda Ino.
“enak saja!!” jawab Sakura sinis dan lalu pergi meninggalkan Ino. Sambil tetap tertawa Ino berlari kecil menyusul Sakura dan terus menggodanya.
“hey jangan marah begitu !”, kata Ino sambil  berjalan cepat menyamai langkah Sakura. sakura menatap Ino sinis saat sahabatnya itu sudah tepat berada di sampingnya.
“habisnya kau menyebalkan”, kata Sakura sambil manyun dan Ino kembali tertawa.
                Begitulah sikap kedua sahabat kelas 1-A Konoha High School setiap harinya, berjalan ringan sambil tertawa dan bercanda seakan tak ada beban. Tak terasa bel istirahat berbunyi dan menari indah di telinga Sakura. rasanya ia sangat bersyukur mendengar suara itu karena perutnya sejak tadi sudah tidak bisa menahan beberapa menit saja untuk tidak melahap makanan. Dengan tergesa-gesa Sakura berjalan cepat keluar kelas.
“Ino aku duluan ke kantin !”, teriak Sakura pada Ino yang masih duduk manis di bangkunya.
Tiba-tiba…
Bruukk..
Sakura menabrak seseorang cukup keras sehingga ia dan seseorang itu sama-sama terjatuh. Euhh aku bodoh banget sih, umpat Sakura dalam hati pada dirinya sendiri. Saat ia melihat wajah orang yang ia tabrak… Deg… mata emaraldnya membelalak kaget. Sakura menabrak Sasuke. Sasuke menatap Sakura dingin dan lalu kembali berdiri, sedangkan Sakura masih pada posisi terduduknya—menahan sakit.
“ma—maaf”, kata Sakura terbata.
“Hn, jalannya hati-hati”, jawab sasuke sambil memukul kepala sakura pelan.
“uhg, tidak usah sambil mukul donk ! sakit tau!”, jawab sakura sambil manyun. Sasuke tidak menjawab sakura, ia hanya tersenyum tipis dan lalu pergi meninggalkan sakura.
Kenapa sih tuh cowok,nyebelin banget!. Kata Sakura dalam hati sambil berdiri kesal.
                Sesampainya di kantin ia langsung memesan ramen kesukaannya dan duduk manis sambil menyantap ramen itu perlahan. Tiba-tiba 3 orang wanita menghampirinya, Sakura pura-pura tidak melihat mereka dan tetap makan.
“hey Nona Haruno”, Tanya salah satu gadis berambut merah pada Sakura dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.
“eh?”, kata Sakura pura-pura kaget. “Ada apa Karin?”, lanjut Sakura dan menghentikan acara makannya.
“jadi kau menyukai Sasuke?!”, Tanya Karin sinis dengan wajah yang menakutkan—bagi Sakura—.
“tidak”, jawab Sakura santai.
“jangan bohong !!”, kata gadis cantik di sebelah kanan Karin dengan rambut panjang pirang.
“untuk apa aku berbohong, Shion?”, Sakura tetap santai karena ia merasa tidak berbohong.
“masih berbohong saja”, kata gadis yang satunya lagi sambil menyikut Karin pelan.
“Sudah aku bilang aku tidak berbohong !!”, kata Sakura mulai emosi.
“sudah lah Konan, kita lihat saja cewek ini nanti. Kalau ternyata gossip itu benar, tidak ada ampun!”, kata Karin sambil memperlihatkan smile devil-nya pada Sakura. Sakura menatap Karin sinis sambil meneguk sedikit air ludahnya. Apa-apaan sih cewek-cewek aneh ini?, kata Sakura dalam hati.
“iya… lagi pula kita semua tahu bahwa Sasuke hanya pantas bersama Karin seorang”, kata Konan menyambung kata-kata Karin.
“ayo guys kita pergi”, kata Karin memimpin pasukannya pergi dari tempat Sakura.
                Sakura memandang kelompok itu kesal. Aku ‘kan tidak menyukai Sasuke ! omelnya dalam hati sambil melahap kembali ramen panasnya penuh emosi. Ukhuk… ukhuk… karna terlalu emosi Sakura tersedak ramennya sendiri. Dan dengan sangat kebetulan ada seseorang yang menyodorkan air putih untuknya.
“makannya pelan-pelan kalau kau tidak mau mati karena tersedak”, kata pria yang tadi memberikan Sakura minum.
 Sakura menghabiskan satu gelas penuh air putih tanpa melihat siapa orang yang memberikannya minum. Saat ia sudah selesai minum… Deg… jantungnya seakan berhenti berdetak saat ia melihat Uchiha Sasuke lah yang memberikannya minum. Sepertinya dalam air putih itu di tetesi racun sehingga tubuhnya terasa kaku dan ia tidak bisa mengatakan sesuatu, Sakura  hanya bisa melihat wajah tampan Sasuke yang kini duduk tepat di hadapannya. Barusaja ia membicarakan Sasuke, langsung datang orangnya.
“kau sudah tidak apa-apa?”, Tanya Sasuke dengan nada datar dan melirik Sakura tajam.
“e—ehh i—iya”, jawab Sakura. “terimakasih, Sasuke”, lanjutnya.
“Hn”, jawab Sasuke—lagi-lagi—singkat sambil berdiri dan pergi meninggalkan Sakura.
                Sakura memandangi Sasuke kagum, ia tidak menyangka bahwa seorang Uchiha mau melakukan hal seperti itu. aku kira Sasuke orangnya dingin dan tidak peduli pada sekitarnya. Ternyata aku salah. Pantas saja banyak yang suka pada cowok itu.kata Sakura dalam hati sambil tersenyum sendiri dan memandangi Sasuke yang sudah benar-benar jauh darinya. Setelah ramennya habis, ia segera kembali kekelas dan sudah tidak sabar menceritakan kejadian yang baru saja ia alami di kantin pada Ino. Belum sampai di kelas ia sudah menemui sosok sahabatnya yang ia cari bersama seorang pria berambut kuning jabrik sedang mengobrol di dekat wc wanita dekat kelas 1-A.
“Ino”, panggil Sakura.
“ahh. Itu dia orangnya, Sakura ada yang mencarimu!”, kata Ino sambil menunjuk pria yang ada di dekatnya itu. sakura memandang pria itu sebentar dan lalu tersenyum, sakura kenal pria itu. dengan cepat Sakura menghampiri Ino.
“ada apa Naruto?”, Tanya Sakura langsung pada pria yang ada di dekat Ino.
“kau menyukai Sasuke?”, Tanya Naruto to the point.
“eh? Memangnya kenapa?”, Sakura balik bertanya.
“ahh tidak aku hanya ingin memastikan saja. Kurasa Sasuke juga menyukaimu”, jawab Naruto santai. Sakura menatap Naruto tak percaya.
“yang benar?!”
“Aku teman sebangkunya, mana mungkin aku berbohong”
“hahahahaha, padahal aku dan Ino kan hanya main-main”, tanggap Sakura sambil tertawa lepas dan membuat Ino ikut tertawa.
“jadi kau tidak menyukai Sasuke?”, Tanya Naruto serius.
“bagaimana bisa aku menyukai Sasuke? Aku tidak dekat dengannya, kami hanya teman satu ekskull”. Jawab Sakura santai. Naruto menatap Sakura tajam, dan itu membuat Sakura tidak enak. “ada apa kau memandang ku seperti itu Naruto?”, Tanya Sakura.
“kau cantik”, kata Naruto pelan.
“eh?”
“pantas saja Sasuke menyukaimu”, kata Naruto lagi dan lalu pergi menuju kelasnya.
                Sakura memiringkan kepalanya dan memandang Naruto bingung. Ia sama sekali tidak mengerti  maksud pria bermata sapphire itu. ia lalu menatap Ino yang ada di sebelahnya seakan bertanya apa maksudnya?. Tapi Ino hanya menjawabnya dengan menaikan bahu pertanda ia tidak tahu. Dengan ringan mereka berjalan dan masuk kedalam kelasnya seakan tidak terjadi apa-apa.

.
“ahh tidak aku hanya ingin memastikan saja. Kurasa Sasuke juga menyukaimu”
.
“jadi kau tidak menyukai Sasuke?”
.
“kau cantik”
.
“pantas saja Sasuke menyukaimu”
                Kata-kata itu terus berputar di kepala Sakura, bagaimana bisa Naruto berkata seperti itu padanya?. Kini kepalanya mulai terasa sakit. Tangan kanan Sakura memijat-mijat kepalanya pelan. Ia masih tidak percaya pada semua yang Naruto bilang tadi. Sakura berjalan pelan menuju gerbang sekolah untuk pulang. Kepalanya semakin lama semakin sakit karena memikirkan apa yang dikatakan naruto. Kini ia Nampak seperti orang bodoh, untuk apa ia memikirkan hal yang tidak penting itu. PR matematikanya jauh lebih penting dari pada memikirkan naruto ataupun sasuke. Lagi pula ia dan Ino ‘kan hanya main-main pada sasuke, mengapa kini sakura malah memikrkan sasuke.
Mana mungkin sasuke menyukaiku, mungkin naruto hanya main-main. Tapi tadi sasuke sangat baik padaku, apa dia benar-benar menyukai ku? Ahhggrr tidak mungkin. Dan kenapa dengan bodohnya aku memikirkan sasuke? Aku ‘kan tidak menyukai sasuke. Benar… aku tidak mungkin menyukai sasuke. Tidak akan pernah.
“kau kenapa sakura? apa kau sakit?”, Tanya ino pada Sakura khawatir. Sejak keluar dari kelas ino merasa sahabatnya ini jadi aneh.
“ahh tidak, aku hanya sedang memikirkan sasuke”, jawab sakura pelan.
“ohh yang tadi di katakan naruto ya?”, kata ino yang langsung di jawab dengan anggukan oleh sakura.
                Mereka kembali berjalan menuju gerbang keluar sekolah. Saat sampai di luar gerbang sakura melihat seorang pria yang sudah tak asing lagi di matanya. Uchiha Sasuke?, panggil sakura dalam hati pada pria itu. spontan semua yang di katakan naruto padanya tadi seakan berputar dan menari dikepalanya. Kini kepalanya kembali terasa sakit. Ia menghentikan langkahnya dan memperhatikan pria itu. seorang wanita berambut merah panjang menghampiri Sasuke. Karin! Geram hati sakura. entah mengapa dan ada apa tapi sakura tidak suka melihat sasuke bersama Karin.
“sedang apa Sasuke bersama Karin?”, Tanya sakura pada Ino yang ada di sebelahnya. Ino mengerti apa maksud sakura karena ia melihat apa yang sakura lihat.
“mungkin mereka akan pulang bareng”, jawab ino.
“APA?!”, pekik sakura.
“biar kutanya langsung”, kata ino seraya langkahnya yang cepat mengejar Sasuke dan Karin.
                Sakura mencoba menghentikan ulah berani dan konyol sahabatnya itu. tapi itu tidak berhasil, mereka telah sampai di dekat sasuke. Sakura tidak berani menatap sasuke, ia berdiri di belakang ino. Kepalanya terasa sangat pusing sekarang. Ia tidak terlalu mendengar semua percakapan antara Ino dan Sasuke. Ya ampun ino, apa yang kau lakukan? Ini konyol, mengapa aku memiliki sahabat seperti mu sih! Kata sakura dalam hati tanpa berani berucap. Kepalanya semakin terasa sakit, ia hanya bisa mendengar percakapan mereka samar tanpa mengerti apa maksudnya. Sakura menutup matanya dan mencoba mendengarkan lagi lebih jelas.
“… sakura kan menyukaimu…”, kata ino, hanya kata-kata itu yang bisa sakura dengar.
Tiba-tiba suasana menjadi sunyi. Mereka semua sama-sama diam. Sakura membuka matanya dan memberanikan diri menatap wajah sasuke. Sasuke menatap kearahnya dan ino datar. Sakura membalas tatapan sasuke bingung—ia tidak mengerti apa saja yang tadi sasuke dan ino bicarakan. Tapi jauh di dalam hati sakura, ia mengharapan jawaban dari mulut sasuke. Sasuke mulai membuka mulutnya kembali.
“suruh siapa Sakura menyukaiku”, kata sasuke dengan intonasi datar.
Apa?!! Batin sakura tidak percaya.
                Jujur saja ia tidak siap dengan jawaban ini. Bagaimana bisa sasuke mengatakan hal itu pada sakura tepat dihadapan sakura. rasanya saat itu juga sakura ingin menjadi debu yang tertiup angin dan menghilang begitu saja. Kini ia merasa sudah tak memiliki keberanian tuk bertemu dengan sasuke. Tunggu… kenapa aku jadi begini? Aku kan tidak menyukai sasuke. Batin sakura menyadarkan akal pikirannya kembali. Sekali lagi, gadis bermata emerald itu memberanikan diri menatap sasuke. Kini ia memasang smile devil-nya pada sasuke.
“cowok sombong,kau pikir aku benar-benar menyukaimu”, kata Sakura santai pada sasuke.
Sasuke menatap sakura tajam tanpa membalas kata-kata gadis itu. sakura membalas menatap sasuke sinis. Setelah mereka saling manatap beberapa detik, sakura akhirnya yang lebih dahulu memalingkan wajahnya. Mengapa tadi aku berani berkata seperti itu pada Sasuke? Habisnya aku kesal sekali mendengar kata-kata itu. keluh batin sakura. kini ia dilandakeresahan yang sangat hebat, pasti hubungannya dengan sasuke akan menjadi semakin jauh. Dan jujur saja sakura tidak ingin memiliki musuh. Memikirkan semua itu membuat perut sakura tiba-tiba sakit.
“eng ino,aku pulang duluan ya! Perutku sakit”, pamit sakura pada ino dan langsung berlari meninggalkan ino. Di dengarnya ino yang memanggil namanya, tapi sakura tidak mempedulikannya. Ia hanya ingin berlari saat itu dan berharap kejadan saat ini cepat terlupakan olehnya.

                Sakura memandang lirih tetes demi tetes air hujan lewat kaca jendela bus kota yang ia taiki. Bus ini akan membawanya kestasion dekat rumahnya bersama semua kejadian yang tidak ia harapkan hari ini. Hingga saat ini ia masih tidak percaya pada semua yang sasuke katakan. Tiba-tiba ia merasa ada bagian dalam dadanya yang terasa sakit. Dadanya semakin sesak saat ia memikirkan semua tentang sasuke. Ia mengambil handphone beserta earphone dan langsung mendengarkan music melalui earphone tersebut.
.
“ahh tidak aku hanya ingin memastikan saja. Kurasa Sasuke juga menyukaimu”
.
“jadi kau tidak menyukai Sasuke?”
.
“kau cantik”
.
“pantas saja Sasuke menyukaimu”
.
“… sakura kan menyukaimu…”
.
“suruh siapa Sakura menyukaiku”
.
“cowok sombong, kau pikir aku benar-benar menyukaimu”
.
.
.
“Naruto… kau berbohong, katamu sasuke…”, kata sakura pelan.
Air mata sakura tiba-tiba mengalir begitu saja diiringi alunan music berjudul my immortal yang di nyanyikan oleh evanescene . ia menatap hujan yang semakin deras dan di rasakannya dada yang semakin sakit dan sesak. Sakura memang tidak menyukai sasuke, tapi sakura adalah seorang wanita yang memiliki perasaan. Semua wanita pasti akan merasakan hal yang sama seperti yang saat ini sakura rasakan.
“eh? Kenapa aku jadi menangis?”, kata sakura seraya jemarinya yang menyeka perlahan butir-butir airmatanya. “ayolah sakura. dimana harga dirimu?!!”, lanjutnya lagi.
                Sakura mengeluarkan buku diary kecilnya. Dibukanya satu persatu halaman di buku itu. pluk, sebuah foto tiba-tiba terjatuh dari salah satu halaman di buku itu. sakura segera mengambil foto itu dan menyelipkan kembali di bukunya. Deg, jantungnya berdetak kaget saat ia melihat foto itu. itu fotonya bersama sasuke saat sedang ekskull taekwondo di sekolah. Sakura memandang foto itu lirih, apakah ia bisa kembali dekat dengan sasuke seperti dulu?. Gadis bermata emerald itu langsung membuka halaman diarynya yang kosong dan menuliskan semua hal yang terjadi hari itu.
Kamis 29 November, 2012
Aku benci sasuke… mengapa ia bisa-bisanya berkata seperti itu padaku. Cowok sombong, memangnya aku benar-benar menyukainya ! aku dan ino kan hanya main-main. Mengapa ia diciptakan sedingin itu sih? Ngidam apa ibunya saat hamil dia. Jelek banget sifatnya. Apa dia tidak mengerti perasaanku hah? Sakit banget waktu dia bilang “suruh siapa Sakura menyukaiku”. Padahal dulu sasuke tidak seperti itu. dia selalu baik padaku. Dasar labil !! padahal aku tidak ingin hubungan kita menjadi semakin jauh. Heuh ini semua salahmu, sasuke...
Bus telah berhenti di stasion yang sakura tuju. Dengan begitu aktivitas menulisnya harus di hentikan dan ia harus turun dari bus itu. hujan saat itu sangat deras, dan yang lebih menjengkelkan adalah saat sakura ingat bahwa ia tidak membawa payung. Dengan pasrah ia berlari basah-basahan menuju rumahnya.
Hari ini benar-benar hari terburuk sepanjang aku hidup dinuia ini !. keluh sakura selama ia berhujan-hujanan menuju rumahnya. Beruntung rumahnya tidak terlalu jauh dari stasion tempat ia turun dari bus kota tadi.

                Jam dinding sakura telah menunjukan pukul 8 malam dan saat ini sakura merasa badannya sangat tidak enak. Kalau saja badannya bisa diganti, pasti ia akan mengganti badannya itu segera dengan badan ino yang lebih kuat fisiknya dari pada badannya. Sayangnya hal itu tak mungkin terjadi. Tiba-tiba handphonennya bergetar, ino meneleponnya. Dengan cepat sakura mengangkat panggilan dari sahabatnya itu.
“hallo”, kata sakura
“kau tidak apa-apa ‘kan sakura?”, Tanya ino langsung pada intinya.
“ya… kurasa aku tidak apa-apa”, jawab sakura lemas.
“jadi bagaimana perasaanmu? Aku tau kau pasti tidak dalam keadaan baik, terlebih lagi saat sasuke—“
“aku sudah tidak mau mendengar kata-kata sasuke lagi, dia hanya memberiku harapan kosong. Lagi pula dia sombong! Aku tidak suka pria seperti itu”, potong sakura.
“ya kau benar, kalau aku berada di posisimu aku pasti akan sangat sakit hati dan aku pasti akan melakukan apapun agar bisa membalasnya!”, kata ino dengan semangat, ia merasa emosinya ikut terbakar karena sahabatnya yang di main-mainkan oleh seorang pria.
Sakura mencoba meresapi setiap kata-kata yang ino katakan tadi. Bukankah itu ide yang bagus? Membalas semua yang sasuke perbuat pada sakura rasanya tidak buruk. Kini sakura merasa sangat bersyukur telah di telepon oleh sahabatnya itu. dan ia sangat bersyukur memiliki sahabat yang bisa memberinya ide setiap saat.
“halo sakura? kau masih di sana?”, Tanya ino
“ehh iya aku masih disini. Ohiya ino, kau telah memberiku sebuah ide”
“ide? Ide apa?”, ino mulai bingung.
“aku akan membalas sasuke dan aku akan membalikan setiap kata-katanya”, kata sakura yag merasa semangatnya telah kembali.
“idemu tidak buruk”, kata ino so’ bijak.
“benarkah?”
“ya, emh sakura sudah dulu ya. Aku mau mengerjakan PR”
“ya, selamat malam”
“selamat malam”
                Sambungan teleponnya sudah terputus. Dan kini, untuk pertama kalinya di hari yang menyialkan—bagi sakura—sakura bisa tersenyum lega. Ia membuka buku diary kecilnya dan mengambil fotonya bersama sasuke yang tadi ia selipkan di salah satu halamannya. Ia memandang sinis wajah sasuke yang ada di foto itu.
“lihat ya sasuke! Aku akan memutar balikan keadaan. Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dan aku akan bilang ‘suruh siapa kau menyukaiku’. Kau juga harus merasakan apa yang aku rasakan!!”,kata sakura penuh dendam.
Eh? Sejak kapan aku jadi pendendam seperti ini?, Tanya sakura dalam hati heran.
Ia tidak mengerti mengapa ia begitu jahat pada sasuke. Padahal dulu hubungan mereka begitu dekat. Kini kepala sakura mulai  terasa pusing lagi. Ia membaringkan badannya ke kasur dan memejamkan matanya. Sakura hanya berharap ini keputusan yang terbaik.
Semoga saja… kata sakura dalam hati seraya pikirannya yang mulai memasuki alam mimpi.

                Pagi yang cukup cerah walau tak secerah hari-hari di musim panas. Sakura berjalan pelan menuju ruang latihan taekwondo. Sebenarnya ia malas mengkuti ekskull taekwondo hari ini karena pasti ia akan bertemu dengan sasuke. Tapi kalau ia tidak hadir di latihan hari ini, bukankahn artinya ia pengecut? Bukankah artinya ia sama saja lari dari persoalan? Toh sakura tidak menyukai sasuke, apa masalahnya?. Perlahan sakura membuka pintu ruangan itu dan mulai memasukinya. Dilihatya langsung sasuke yang sudah mulai latihan dan beberapa temannya yang duduk di pinggir ruangan.
“Sakura!”, panggil ino.
Sakura yang melihat ino langsung tersenyum lebar dan berlari menuju ino—sahabatnya. Sakura tidak sadar bahwa sejak tadi pria yang sibuk latihan sendiri itu memperhatikannya.
“jadi apa rencanamu?”, Tanya ino pada sakura yang sudah berdiri di dekatnya.
“hari ini aku akan menghiraukannya, aku harus berlatih untuk tidak mempedulikannya”, jawab sakura yakin.
“awas hati-hati”
“hati-hati untuk apa?”, Tanya sakura heran
“hati-hati saja, siapa tau nanti malah kau yang berbalik suka, hahaha”, goda ino.
“heehh, bercanda mu tidak lucu ino”, jawab sakura sinis. Ino hanya tertawa melihat lirikan sinis dari sahabatnya itu.
                Sakura duduk disamping ino dan memandang lurus sasuke yang sedang latihan. Sasuke yang merasa dirinya di perhatikan menghentikan latihannya dan berjalan menuju sakura. sakura mulai salah tingkah ia tidak tahu harus berbuat apa saat sasuke sudah tiba didekatnya. Biasanya sakura tidak seperti ini, tapi rasanya kali ini berbeda.
“ino, apa yang ia lakukan? Apa dia akan kemari?”, Tanya sakura setengah panic.
“eh? Aku tidak tahu”, jawab ino.
Sasuke semakin mendekati mereka, setiap gerakan yang sakura lakukan seakan salah dan tidak benar. Membuatnya semakin tidak ingin bertemu dan menatap wajah sasuke. Sasuke duduk di sebelah sakura seakan tak mempunyai salah apapun pada sakura. tetap tenang sakura, kau harus ingat rencana awalmu. Sakura memotivasi dirinya sendiri dalam hati.
“hai”, sapa sasuke. Sakura menjawabnya dengan tatapan sinis dan lalu memalingkan pandangannya ke arah lain sambil memutar sedikit bola matanya.
“eh? Kau kenapa?”, Tanya sasuke heran. Tak seperti biasanya teman dekatnya—sakura berlaku seperti ini.
“tidak kenapa-napa”, jawab sakura tanpa melirik sedikitpun melirik kearah sasuke.
“hn”, jawab sasuke asal.
                Sakura berdiri dari posisi duduknya dan berjalan meninggalkan sasuke, disusul oleh ino. Sasuke memandang sakura heran. Ia tahu bahwa mungkin kata-katanya kemarin sangat keterlaluan. Tapi sasuke tidak sadar bahwa sakura marah padanya karna kata-katanya kemarin. Tiba-tiba naruto datang dan duduk di sebelah sasuke.
“hei Teme, kau ternyata bodoh sekali ya?”,kata naruto.
“apa maksudmu dobe ?!”, tanya sasuke heran.
“aku sudah dengar cerita dari ino tadi, kau ini bagaimana sih? Katanya kau menyukai sakura, tapi mengapa kemarin kau mengatakan hal itu pada sakura, badoh sekali !!”, kata naruto emosi.
“memangnya salah?”
“tentu saja salah ! sekarang sakura tidak mau bertemu denganmu lagi karena kau mengatakan hal yang tak perlu kau katakan padanya. Seharusnya kau hargai perasaan sakura!”
“cerewet, lagi pula sakura juga tidak benar-benar menyukaiku”, jawab datar sasuke.
“jadi kau dengan bodohnya akan menyerah?”, kata naruto mencoba membuat emosi sasuke keluar.
“berhenti memanggilku bodoh, Dobe”
“kau bodoh bila membiarkan cewek seperti sakura pergi, kejar dia. Kau menyukainya ‘kan”, kata naruto dengan tenang.
                Sasuke tidak menjawab kata-kata naruto. Ia mencoba mencerna setiap kata-kata naruto dalam otaknya. Ya… benar kata naruto, mengapa ia bisa sebodoh itu? mengapa ia bisa mengatakan hal yang tak perlu ia katakan pada sakura kemarin.
“aku menyukai sakura”, kata sasuke pelan dan hampir tak terdengar. “dan aku… uchiha sasuke akan mengejarnya”.

                Sakura sedang duduk sendirian di salah satu meja kantin dekat jendela sambil menunggu ino yang sedang memesankan makanan untuknya. Sakura melamun sambil menatap langit melalui jendela yang sudah mulai mendung, sepertinya hujan akan turun lagi. Tiba-tiba handphonenya bergetar, ada sms masuk.
From : Sasuke
‘aku menyukaimu sakura’
Sakura shock membaca sms itu, apa itu benar-benar sasuke yang mengirimnya?. Sakura tidak membalas sms itu, ia langsung menutup kembali handphone fliptopnya dan memasukannya kembali ke saku seragamnya. Namun getaran handphone yang sejak tadi terus bergetar memaksanya harus mengeluarkan lagi hadphonenya.
From : Sasuke
‘temui aku di halaman belakang sekolah, aku ingin bicara denganmu’
.
‘aku tidak mau’, jawab sms sakura. tadinya ia tidak ingin menjawabnya, tapi setelah dipikir-pikir ia merasa kasihan pada sasuke. Handphonenya kembali bergetar.
From : Sasuke
‘aku menunggumu disana’
“sasuke keras kepala sekali”, omel sakura sambil menatap kesal layar handphonenya. Ino datang dan membawakan mie ramen yang tadi ia pesan. Jujur saja sakura tidak bisa makan dengan focus. Ia masih memikirkan sasuke, bagaimana bila sasuke benar-benar menunggunya di halaman belakang sekolah?. Ia menatap ke arah luar lewat jendela kantin, tetes demi tetes hujan mulai turun dan semakin lama hujannya semakin deras. Setelah selesai memakan ramen, sakura dan ino kembali ke ruang latihan taekwondo. Sakura harus segera ganti baju dan mulai latihan. Sesampainya disana, naruto langsung menghampiri sakura.
“sakura, dimana sasuke?”, Tanya naruto.
“mana aku tau”, jawab sakura tak peduli.
“kau tidak tau? Bukannya sasuke sedang bersamamu tadi?”
“dia tidak bersamaku, aku tadi makan ramen bersama ino di kantin”,jawab  sakura.
“sasuke bodoh itu ada dimana ya?, diluarkan sedang hujan deras dan dia harus segera latihan untuk lomba”, jelas naruto.
Jangan-jangan sasuke masih menungguku di halaman belakang sekolah… batin sakura.
                Dengan cepat sakura berlari keluar menuju halaman belakang sekolah. Hujan deras yang membasahi seluruh tubuhnya tidak dihiraukannya. Ia hanya ingin memastikan bahwa sasuke tidak ada di halaman belakang sekolah dan menunggunya disitu. Namun ternyat dugaannya salah, ia melhat sosok pria yang sudah tak asing lagi dimata emraldnya itu. sasuke benar-benar menunggunya disana. Sakura melihat sasuke bermandikan air hujan sambil melupat kedua tanganya didada.
“kau lama sekali sakura”, kata sasuke.
“mengapa kau menungguku?”, Tanya sakura.
Sasuke berlajan mendekati sakura. sakura merasa tubuhnya tiba-tiba membatu sehingga ia tidak bisa menggerakannya. Apa ini efek kalau kehujanan dan kedinginan?, pertanyaan bodoh batinnya. Setelah sampai dihadapan sakura, sasuke menatap gadis itu penuh makna.
“bukankah aku sudah bilang kalau aku menyukaimu?”, tanya sasuke.
“lupakan itu, cepat kembali semua orang sudah menunggumu, kau lupa kalau kau harus latihan untuk lomba?, kata sakura mencoba memalingkan pembicaraan.
Sasuke memalingkan pandangannya kelangit. Sakura yang sudah mulai merasa benar-benar kedinginan memutuskan untuk pergi meninggalkan sasuke dan kembali ke ruang latihan taekwondo. Namun sasuke menarik tangannya dan langsung memeluk tubuh kecil sakura.
“kau ini, aku sudah menunggumu di sini cukup lama, aku juga sudah rela hujan-hujanan hanya untuk mengatakan bahwa aku menyukaimu. Apa kau tidak mengerti?, bisik sasuke seraya pelukannya yang semakin erat. Sakura hanya tersenyum pahit dan melupaskan pelukan sasuke.
“suruh siapa kau menyukaiku”, kata sakura sambil menatap sasuke sinis dan langusng pergi meninggalkan sasuke.
                Sakura berjalan agak cepat dan berharap sasuke tidak mengejarnya atau mencegahnya lagi. Namun didalam hati kecilnya, ia ingin sasuke memanggilnya—seperti di film yang sering ia tonton. Tapi kenyataannya sasuke tidak juga memanggil namanya. Sakura memperlambat langkahnya. Tapi tak ada sedikitpun tanda-tanda bahwa sasuke mengejarnya. Sakura pun menolehkan kepalanya ke belakang.
"SASUKE !!”, pekik sakura saat melihat sasuke tersungkur di tanah tak sadarkan diri.
Dengan cepat sakura berlari mendekati sasuke dan memeluk tubuh sasuke. Dilihatnya wajah sasuke yang memucat karena kedinginan. Digoyang-goyangkan tubuh sasuke dan berharap dengan begitu sasuke akan terbangun. Namun sasuke tak kunjung terbangun.
“sasuke, bangun!”, kata sakura yang mulai panic. “sasuke bangun! Jangan bilang kau sudah mati!”, kini sakura mulai terlihat frustasi. “ok sasuke, aku juga menyukaimu. Maka dari itu sadarlah”, kata sakura yang kini di selingi tetesan airmata. Sakura tidak rela kehilangan sasuke disaat hubungannya dengan sasuke sedang tidak baik.
“benarkah itu sakura?”, kata sasuke sambil membuka matanya.
                Sakura berhenti menangis dan menatap sasuke tidak percaya. Sasuke telah membohonginya. Dengan cepat sakura mendorong tubuh sasuke dan langsung berdiri tegak.
“sasuke? Kau membohongiku ?!”, kata sakura emosi.
“tapi kau tidak berbohongkan soal kau menyukaiku?”, kata sasuke santai sambil tersenyum nakal pada sakura.
“eh, itu…”, sakura bingung harus menjawab apa.
Sasuke berdiri menghadap sakura. mereka berdua saling menatap dalam di iringi derasnya hujan yang membasahi tubuh mereka.sasuke mendekap sakura sekali lagi dengan hangat.
“aku benar-benar menyukaimu, kau mau ‘kan jadi pacarku?”, bisik sasuke. Sakura tersenyum dan menjawabnya dengan anggukan mewakili kata ya.
“oh ya sakura”, kata sasuke.
“apa?”, Tanya sakura.
“apa kau tidak sadar bahwa seragammu itu tipis dan bila kena air hujan maka—“
“APA?!!”, pekik sakura tak percaya. Dan sasuke hanya tertawa lepas melihat tingkah panic sakura yang kini sudak menjadi miliknya.

Tamat (dengan gajenya)
author : camelia athena kharin (rin-chan)

Selasa, 20 November 2012

cerpen -katakan sesuatu padaku chapter 1


 Bila ada senyum yang dapat ku ukir
Mungkin itu hanya akan terukir di depanmu
Bila ada kata yang harus terucap
Percayalah, itu hanya akan terucap di depanmu

Itulah kata-kata yang ia tulis di salah satu lembaran buku diarynya. Gadis berambut hitam panjang yang akrab di panggil Rin ini sibuk mempersiapkan peralatan sekolahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ya… sejak hari yang menyeramkan itu, ia memutuskan untuk berhenti bicara. Orang tuanya mengira kecelakaan menimpa gadis ini sehingga ia tidak bisa lagi bicara. Namun saat di periksa di dokter, tidak terjadi apa-apa padanya. Rin hanya tidak ingin bicara pada siapapun bukan berarti ia tidak bisa bicara.
            Setelah semua peralatan sekolahnya dan tidak lupa buku diarynya yang tak pernah ia tinggalkan tertata rapi di dalam tas gendong hitamnya. Rin segera memasuki mobil yang didalamnya sudah ada orang tua Rin. Hari ini Rin akan bersekolah di sekolah barunya SMA Sorairo, di kota tempat tinggal barunya, Tokyo.
“Rin, bagaimana perasaanmu? Kau taukan, hari ini kau akan mendapatkan banyak teman baru”, kata Masashi Hikaru, ayah Rin.
Rin hanya menjawabnya dengan tatapan dingin dan sedikit menganggukan kepala tak jelas apa jawabannya. Namun Masashi sudah tahu kebiasaan anak satu-satunya ini yang tidak mau bicara. Ia hanya mengira-ngira bahwa jawaban Rin “iya aku senang akan mendapatkan banyak teman baru”. Setelah itu Masashi tersenyum tipis dan kembali memfokuskan pandangannya pada jalan.

            Disisi lain suasana SMA sorairo masih ramai seperti biasanya. Terlebih lagi kelas 2-A IPA yang lebih rebut dari biasanya karena sedang tidak ada guru. Terlihat ada seorang pria yang sibuk menetralisir keadaan yang semakin lama semakin ribut dan gaduh. Tapi yang ada, pria yang merupakan ketua kelas itu dilempari kertas bekas karena diangggap mengganggu kesenangan yang jarang didapat ini. Akhirnya pria itu duduk kembali di bangkunya dan melanjutkan aktivitas yang tadi sempat tertunda, mendengarkan music melalui earphone.
“Akiyoshi-kun, katanya akan ada murid baru ya di kelas kita?”, Tanya seorang wanita yang duduk di depan Akiyoshi. Namun tak ada jawaban yang keluar dari mulut pria yang asik mendengarkan music itu.
“HEI~ ketua kelas~ dengarkan akuuuu !!”, teriak wanita imut itu sambil menggoyang-goyangkan tubuh Akiyoshi.
“EEhhggrr, ada apa Michi-san”, jawab Akiyoshi malas sambil membuka earphone yang tadi terpasang di telinganya.
“Katanya akan ada murid baru di kelas kita, apa itu benar?”, Tanya Michi antusias.
“Mungkin”
“Jadi kau tidak tau?”, Tanya Michi
“memangnya ada ya?”, Akiyoshi balik bertanya
“tadi aku dengar di ruang kepala sekolah”
“cewek atau cowok?”, Tanya singkat Akiyoshi
“cewek, dia cantik banget. Wajahnya mirip boneka, tapi sayangnya dia tidak bisa bicara”
“ohh, jadi dia bisu”
“bukan~, yang aku dengar, dia bisa bicara tapi tidak mau bicara. Tadi orang tuanya menjelaskan itu di ruang kepala sekolah”
“aku jadi penasaran…”, kata Akiyoshi pelan mengakhiri perbincangan saat itu juga.
            Beberapa saat kemudian, guru yang merupakan walikelas kelas 2-A IPA itu masuk kelas. Serentak semua murid menghentikan aktivitasya dan memusatkan perhatian pada walikelasnya itu. namun perhatian tak seutuhnya menjadi milik walikelas saat itu. ada gadis asing yang mengikuti tepat di belakang guru itu yang kini menjadi pusat perhatian semua murid. Eugh ini yang paling aku tidak suka, menjadi pusat perhatian. Gerutu Rin dalam hati.
“perhatian semuanya”, guru itu mulai bicara “ini ada murid baru di kelas kita, namanya Rin Hikaru ia pindahan dari Osaka, tolong ketua kelas ajak dia keliling sekolah saat istirahat agar dia tahu semua tentang sekolah kita”, lanjutnya sambil melirik Akiyoshi.
“iya bu” jawab Akiyoshi tanpa memalingkan pandangannya pada Rin yang menatap semua orang dingin.
“nah Rin silahkan duduk di sebelah Michi-san”, kata guru itu dan lalu mempersilahkan Rin untuk duduk. Rin mengangguk setuju. Dan Michi menyambut Rin senang. Rin duduk perlahan di sebelah Michi, Michi hanya senyum-senyum sendiri tidak jelas  melihat Rin.
            Dilihat sedetail-detailnya gadis yang masih asing di matanya itu yang kini duduk tepat didepannya. Ternyata benar kata Michi, gadis itu sangat cantik. Rambutnya hitam panjang, poniya terpotong dan di tata sangat rapi sehingga menutupi jidat tanpa menutupi mata bulat nan indah milik gadis itu. gadis itu benar-benar tidak mengatakan apapun, Rin hanya mendengarkan semua ocehan panjang lebar dari mulut Michi.
Tuhan… demi apalah, aku sungguh capek mendengar seluruh ocehan orang ini. Tapi coba sabar Rin… sabar… ini baru hari  pertama. Omel Rin dalam hati sambil tetap mendengarkan cerita panjang dan lebar dari Michi, teman barunya.
“… nanti kau akan ditemani Akiyoshi-kun keliling sekolah…”, mata Rin langsung membelalak setelah mendengar kata Akiyoshi.
Akiyoshi? Bukankah orang itu yang akan mengantarkan aku keliling sekolah ini? Kenapa namanya harus Akiyoshi sih?... menyebalkan. Gerutu Rin dalam hati sambil meremas rok pendek miliknya. Michi memandang Rin aneh, dilihatnya wajah gadis cantik ini. Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu.
“emh… Rin-san, kalau kau ingin mengatakan sesuatu sms saja?”, kata Michi pelan, Rin tidak menjawab. Gadis itu hanya menunduk hingga rambut panjangnya menutupi separuh wajahnya. “ah.. ini nomor handphone ku”, Michi menuliskan nomernya di belakang buku matematika Rin.
Rin memandang Michi sebentar dan lalu mengambil buku matematikanya. Di rogoknya saku rok pendeknya itu dan di ambil handphone touchscreen berwarna pink miliknya. Setelah menyimpan nomor hanphone Michi, Rin segera mengetik sms dan mengirimnya langsung pada Michi.
Arigatou, Michi-san
singkat sms yang Rin kirim untuk Michi.
“ahaha… tak usah sungkan begitu padaku, Rin-san”, jawab Michi ramah. Rin tetap enggan tuk bicara, ia hanya menatap Michi datar­­­­—seperti biasanya ­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­dan mengangguk sedikit. Beberapa menit setelah keduanya sama-sama diam, bel istirahat berbunyi indah di telinga Rin.
Ok aku lapar dan aku tidak tahu dimana letak kantin. Sedangkan saat ini juga aku bersama pria asing yang bernama Akiyoshi harus pergi menyusuri setiap sudut sekolah. Kira-kira apa yang akan terjadi padaku? Batin Rn mengoceh tak jelas.
            Ini saatnya bagi Akiyoshi tuk mendekati Rin. Euhh aku tegang, rasanya sekarang perutku mual. Kata Akiyoshi dalam hati sambil beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju bangku Rin yang hanya berjarak 1 langkah. Di lihatnya gadis yang masih asing di matanya itu. tatapan gadis itu dingin dan wajahnya tak melukiskan sedikitpun ekspresi. Dengan canggung, Akiyoshi mencoba berbicara pada Rin.
“Hai”, kata Akiyoshi mencoba sangat ramah di hadapan Rin walau terlihat sangat jelas bahwa wajahnya sangat canggung. Rin tidak menjawab sapaan Akiyoshi, ia hanya menatapnya dingin. Pasti pria ini yang akan mengajakku keliling sekolah. Batin Rin mengeluh.
“aku… eh maksudku namaku Akiyoshi Harada, aku biasa di panggil Akiyoshi. Salam kenal ya!”, lanjut Akiyoshi dengan nada lebih santai dari sebelumnya. Rin kini hanya  menganggukan kepalanya sedikit. “aku akan mengantarkan kau keliling sekolah”,lanjutnya lagi. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Rin langsung berdiri dari tempat duduknya semula lalu merapihkan rok pendeknya. Akiyoshi mundur beberapa langkah dan mempersilahkan Rin untuk berjalan keluar duluan dari ruang kelas.
            Di perhatikannya gadis yang kini berjalan santai disampingnya itu. badannya kecil dan langsing, seimbang dengan tinggi badannya yang beda beberapa centi lebih pendek darinya. Akiyoshi terus memperhatikan Rin, rasanya ia sangat tertarik pada gadis itu. benar kata Michi, Rin benar-benar tidak mau bicara padanya. Jangankan untuk bicara, tersenyumpun tidak pernah. Padahal Rin cantik wajahnya seperti boneka Barbie yang biasa di mainkan adik perempuannya. Sepanjang jalan, semua mata tertuju pada mereka berdua yang lebih tepatnya pada Rin. Sambil menjelaskan setiap ruangan dan tempat di sekolah, dilihatnya laki-laki dari kelas lain yang sejak tadi tidak henti-hentinya menggoda Rin. Tapi Rin seperti biasanya hanya menatap semua orang cuek seakan tidak peduli dan hanya fokus pada apa yang Akiyoshi katakan.
“Rin? Kau mendengarkan aku kan?”, Tanya Akiyoshi curiga. Rin menjawabnya dengan anggukan mewakili kata “ya”. “ada yang ingin kau katakan?” lanjutnya lagi. Rin menunduk, sepertinya gadis itu ingin mengatakan sesuatu. Dilihatnya Rin mengeluarkan handphone dan mengetik sesuatu. Tiba-tiba handphone Akiyoshi yang berada di saku celana panjangnya bergetar. Ada sms masuk…
From: 08xxxx…
Akiyoshi-san, aku lapar
Bisa kita ke kantin?
-Rin-
Akiyoshi bengong memandangi layar handphonenya, apa ini benar-benar Rin yang mengirim sms? Dipandangi secara bergantian antara Rin dan layar handphone fliptop-nya. Deg… Rin memandang kearahnya, mengapa jantungku berdegup kencang tiap kali dia melihat kearahku?  Tanya Akiyoshi dalam hati.
“kau mengim sms padaku, Rin?”, Tanya Akiyoshi pada Rin yang masih menggenggam handphone touchscreen sambil memain-mainkannya. Rin lucu saat dia memain-mainkan handphonenya seperti saat ini. Benak Akiyoshi. Rin menjawab pertanyaan Akiyoshi dengan anggukan­­—seperti biasanya—mewakili kata “ya”
“darimana kau dapat nomor handphoneku?”, Tanya Akiyoshi lagi sambil memperhatikan Rin yang sedang mengetik sms yang sepertinya akan dikirim untuknya.
From : 08xxxx…
Michi-san
Singkat sms dari Rin yang ia baca. Akiyoshi bisa langsung membayangkan kapan dan bagaimana cara Michi memberikan nomor handphonenya. “baiklah kalau begitu, ayo kita ke kantin !”, seru Akiyoshi penuh semangat.
            Ia duduk di depannya, pria yang benar-benar mirip dengan seseorang yang telah mengubah hidupnya. Akiyoshi-kun… aku merindukanmu setelah aku melihat pria ini. Batin Rin lirih. Setelah melihat Akiyoshi, ia seakan teringat kembali pada masa lalunya bersama seorang pria yang bernama Akiyoshi. Sambil menyantap sandwich isi sayuran yang tadi ia beli bersama Akiyoshi, di perhatikannya pria yang duduk di depannya itu. wajahnya memang tidak mirip dengan Akiyoshi-nya, tapi mengapa namanya harus sama? Dan sekilas sikap Akiyoshi padanya memang sedikit mirip dengan Akiyoshi-nya, apalagi saat dia bertanya padanya dengan canggung.
“emh… Rin –san?”, Tanya Akiyoshi tiba-tiba membuyarkan semua lamunan Rin. Rin menatapnya seakan bertanya “ada apa?” pada Akiyoshi.
“tersenyumlah, aku ngin melihatmu tersenyum. Sekali saja!”, rujuk Akiyoshi dengan nada sedikit manja. Rin mengeluarkan handphonenya, dan Akiyoshi tahu bahwa Rin akan mengirimkan sms untuknya. Benar… beberapa saat kemudian handphone Akiyoshi bergetar.
From : Rin-chan
Aku tidak mau
“eh? Mengapa?”, Tanya Akiyoshi bingung. Lalu handphonenya kembali bergetar.
From : Rin-chan
Aku tidak bisa senyum
“tidak masuk akal, mana mungkin kau tidak bisa senyum?”,Rin memalingkan pandangannya pada orang-orang yang sama-sama sedang makan disatu-satunya kantin di sekolah ini. Handphone Akiyoshi tidak lagi bergetar dan ia tahu bahwa Rin tidak ingin meneruskan topik pembicaraan ini. Rin meneguk susu kotaknya, menandakan bahwa ia sudah selesai makan. Sambil tersenyum nakal, Akiyoshi diam-diam sejak tadi mengambil beberapa foto Rin, saat Rin sedang melahap sandwich, saat Rin sedang mengetik sms, saat Rin sedang bengong liatin orang-orang disekelilingnya, dan yang terakhir saat Rin sedang minum susu kotak. Entah apa yang ada dalam pikiran Akiyoshi sehingga melakukan hal jahil seperti itu, tapi ia benar-benar sangat tertarik pada Rin.

            Pelajaran terakhir telah selesai, guru fisika—pelajaran terakhir—juga sudah meninggalkan kelas. Dengan teruru-buru Rin memasukan buku-buku dan segala peralatannya kedalam tas sambil mengangkat telefon walau ia tidak bicara sedikitpun. Setelah bel tanda pulang sudah benar-benar berbunyi Rin langsung berlari keluar kelas dengan terburu-buru, ia sudah ditunggu jemputannya. Pluk sebuah buku terjatuh dari tas Rin di dekat pintu kelas. Akiyoshi yang melihatnya langsung memungut buku itu. buku yang ukurannya lebih kecil beberapa centi dari buku tulis biasa itu bersampul pink dengan corak kelinci putih yang lucu. Sepertinya ini benda penting milik Rin, aku harus mengembalikannya. Kata Akiyoshi dalam hati sambil menggenggam erat buku itu dan berjalan keluar kelas. Namun sepertinya ia tidak akan segera mengembalikan buku itu karna wujud Rin sudah tak terlihat lagi di sekolah ini.
            Hari sudah mulai gelap, dan ini tandanya Akiyoshi harus segera pulang kerumahnya. Tangan kanannya masih menggengam buku kecil milik Rin. Dan ia sekarang benar-benar tergoda untuk melihat isi buku itu. sambil berjalan santai, Akiyoshi membuka lembaran pertama buku itu. ada foto Rin disitu, rambut lurusnya diikat menjadi dua dengan pita berwarna pink. Yang paling berbeda di foto itu adalah Rin tersenyum bahagia. Benar-benar berbeda dengan Rin yang baru saja ia lihat di kelas tadi siang. “manis sekali”, tidak sadar Akiyoshi mengucapkan kata-kata itu setelah beberapa saat memandangi foto Rin. Kemudian ia membuka lembaran berikutnya. Disana tertulis :
Aku senang sekali mendapat hadiah buku ini dari Akiyoshi-kun, dan aku sudah berjanji padanya akan menuliskan semua hal yang aku lakukan bersama Akiyoshi-kun didalam buku ini. Sampai lembaran dibuku ini habis dan Akiyoshi-kun akan membelikan lagi yang baru.
Aku senang… rasanya aku ingin teriak…

Akiyoshi mengangkat alisnya heran. Akiyoshi? Itu namaku. Tapi mungkin Akiyoshi yang lain, karna sebelumnya aku sama sekali belum pernah bertemu dengan Rin. Apalagi membelikan buku ini untuknya. Kata Akiyoshi dalam hati sambil membuka lembaran berikutnya. Disana ada foto Rin bersama seorang pria sedang bermain kembang api. Di foto itu, jelas sekali Rin sedang tertawa lepas bersama pria itu. di bawah foto tersebut tertulis :
Malam tahun baruku bersama Akiyoshi-kun. Menghabiskan malam dengan bermain kembang api. Rasanya aku tidak ingin pulang, aku ingin tetap bersama Akiyoshi-kun. Aku sayang dia…

Deg ada sesuatu dalam dada Akiyoshi yang terasa sakit saat membaca tulisan “aku sayang dia…” dalam buku harian milik Rin. Langkahnya sempat terhenti, ia memandangi sejenak buku itu lalu kembali melangkahkan kakinya pelan menuju rumahnya. Dibuka lagi halaman-halaman berikutnya, dan isinya sama seperti halaman-halaman yang lain. Isinya biasanya menceritakan tentang apa saja yang ia lakukan bersama Akiyoshi-kun dan beberapa foto bersama. Akiyoshi sampai didepan rumahnya, ia menutup buku itu dan memasukannya dalam tas.
“aku pulang”, katanya seraya membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
“kakak sudah pulang?”, cicit gadis kecil berumur 5 tahun sambil memeluk Akiyoshi.
“iya Hikari”, jawab Akiyoshi sambil menggendong adik kecilnya menuju ruang keluarga. Di dengarnya tawa gadis kecil itu. di ruangan itu ada orang tuanya yang sama-sama menyambut kepulangannya. Setelah turun dari gendongan Akiyoshi, Hikari langsung berlari menuju pangkuan ibunya sambil membawa boneka Barbie. Boneka Barbie? Kata Akiyoshi dalam hati sambil melihat boneka Barbie itu dengan teliti. Boneka Barbie langsung mengingatkannya pada Rin dan buku kecil milik gadis itu. ia tidak sabar membaca apa lagi yang ada di dalam buku itu. dengan cepat ia langsung berjalan menuju kamarnya.
“Aki… kau tidak mau makan dulu?”, Tanya ibunya.
“Tidak bu, aku sedang banyak tugas. Aku akan makan setelah aku selesai mengerjakan tugasku”, kata Akiyoshi sambil menaiki tangga menuju kamarnya.
            Sesampainya dikamar tipe minialis itu Akiyoshi langsung menaruh tasnya di atas meja serta mengambil buku kecil milik Rin. Sambil duduk santai di sofa yang terletak di ujung sebelah kiri kamarnya ia membuka secara acak buku harian Rin. Sudah 30 menit Akiyoshi membaca buku itu sambil tersenyum geli. Ia menemukan beberapa tingkah konyol Rin dalam buku itu. matanya menyipit setelah membuka salah satu lembaran kusut dan seperti telah terkena tetesan air karena ada beberapa tintanya yang sedikit luntur. Dibacanya tulisan di lembaran itu…
Malam itu aku terus memanggil namamu, tapi kau tergeletak dijalan itu bersama cairan merah menakutkan dan terus diam. Aku mulai menangis karena melihatmu seperti ini .ku peluk tubuh lemasmu, dan kau bisikan bahwa kau sangat mencintaiku. Dan apa kau tahu? Tangisku semakin deras saat kau benar-benar menutup matamu. Ku goyang-goyangkan badanmu, tapi kau takkunjung terbangun. Kau bilang disela-sela kesakitanmu “tetaplah tersenyum Rin, jangan karna aku pergi kau jadi murung”, mana bisa aku tersenyum tanpamu Akiyoshi-kun.”mungkin Tuhan tak izinkan sekarang untuk kita bersama”, katamu lagi dan lalu pergi selamanya. Seharusnya kau dengar tangis kehilanganku Akiyoshi ! seharusnya kau lihat betapa aku sangat kehilanganmu…
Aku akan mengutuk pengendara mobil itu karna telah membawa Akiyoshi-kun pergi selamanya.mengapa Tuhan mengambilmu Akiyoshi? Mengapa Tuhan tak mengambilku juga? Aku ingin sekali menyusulmu, tapi aku takut mati Akiyoshi… yang bisa kulakukan hanyalah menangis setiap malam dan memandangi foto kita bersama. Dan asalkau tahu, mulai saat itu aku berhenti bicara pada siapapun yang ada disekitarku. Aku tidak mau lagi tersenyum pada siapapun.aku hanya akan bicara atau tersenyum bila ada kau di dekatku… Akiyoshi-kun…
Tanpa sadar Akiyoshi ikut menitikan air mata saat membaca tulisan Rin. Ia kini tahu bahwa Rin diam bukan berarti dia tidak peduli, Rin diam karena sedang menahan sakit dalam dirinya. Kehilangan seseorang yang di sayangi tentu akan membuat batinnya terguncang hebat. Kini ia tahu mengapa Rin tidak mau bicara dan tidak mau terenyum. Ini semua karena masa lalunya. Di bukanya kembali lembaran berikutnya, di sana tertulis :
Aku menangis bukan hanya karena kau pergi
Tapi aku menangis karena aku tidak tahu apa yang harus aku tulis di lembaran buku ini selanjutnya
Ya… setelah kau pergi…
Setelah kupikir-pikir… bukankah ini mudah?
Aku hanya perlu mengambil pena dan ku tulis segala hal yang terjadi
Namun sejak kau pergi
Semuanya terasa berbeda
Memang… semuanya telah berubah…

Dan akupun kembali menangis…

Terlihat sangat jelas bahwa Rin sangat putus asa saat kehilangan Akiyoshi—pacarnya. Akiyoshi menatap buku itu lirih, “kasihan Rin… dia sampai seperti ini karena di tinggal pacarnya”, kata Akiyoshi pelan seraya membuka halaman berikutnya. Disana tertulis :
Bila ada senyum yang dapat ku ukir
Mungkin itu hanya akan terukir di depanmu
Bila ada kata yang harus terucap
Percayalah, itu hanya akan terucap di depanmu

Di buka lagi halaman berikutnya, ternyata kosong. Rin sepertinya belum menuliskan sesuatu lagi di buku tersebut. Dengan lesu Akiyoshi berdiri, menyimpan buku itu di sofa dan berjalan menuju ruang makan. Setelah membaca buku harian Rin, ia merasa energinya terkuras dan kini ia lapar.
Ya… sekarang aku yakin, mulai sekarang aku akan mencoba meluluhkan hatinya dan aku harus menjadi orang pertama yang membuatnya kembali tersenyum.
Dan saat itu juga Akiyoshi memutuskan untuk membuat Rin tersenyum kembali dan membuat gadis itu menjadi miliknya. Karena Akiyoshi sadar, bahwa kini ia merasa jatuh cinta pada gadis itu.

Dimana?  
            Resah gadis itu sambil mengobrak-abrik isi tasnya. Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam dan sampai saat ini ia belum menemukan buku kesayangannya. Buku penuh memori bersampul pink dengan corak kelincinya itu hilang. Padahal buku itu sangat berharga baginya. Capek yang ia rasakan kini semakin bertumpuk setelah ia sadar bahwa bukunya tak ada dalam tas atau di dalam kamarnya. Rin merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil mengendus kesal. Di tutupnya mata secara perlahan sambil mengingat-ingat kapan terakhir kali ia melihat dan memegang buku itu.
Disekolah… terakhir kulihat disekolah…
Apa jangan-jangan buku itu terjatuh di sekolah? Aku harus datang pagi-pagi sebelum ada orang yang menemukannya.
Setelah menemukan titik terang persoalannya, tanpa sadar matanya semakin berat dan langsung tertidur.

            Malam itu langit sangat cerah,bintang-bintang bersinar terang. Rin bersama Akiyoshi berjalan menyusuri jalanan kota yang saat itu benar-benar ramai. Rin memegang tangan Akiyoshi erat sambil ngegelayot manja. Akiyoshi tersenyum manis, ia tahu betul kebiasaan manja dari pacarnya itu—terlebih lagi dihari ulangtahunnya.
“Akiyoshi-kun”, kata Rin manja
“iya, ada apa Rin-chan?”, jawab Akiyoshi dengan santai dan penuh senyuman
“aku mau itu”, kata Rin sambil menunjuk sebuah toko boneka di seberang jalan.
“jangan minta yang aneh-aneh”
“ayolaah… ini kan hari ulang tahunku Akiyoshi-kun~” , rengek Rin
“heuh ya sudah, kau mau yang mana?”
“yang bentuknya kelinci”, Rin tersenyum senang, ternyata pacarnya itu  mau membelikannya juga.
“apa kau tidak bosan pada kelinci? Setiap kau meminta sesuatu padaku, kau pasti ingin sesuatu yang bernuansa kelinci”
“aku kan sukanya kelinci”, kata Rin sambil cemberut
“ya sudah… tunggu sebentar ya sayang”, kata Akiyoshi sambil mengecup kening Rin hangat.
“umm”, Rin mengangguk semangat.
            Diperhatikannya pria itu semakin menjauh darinya. Pria itu menyebrangi jalan dengan tenang dan memasuki toko boneka yang tadi ia tunjuk. Rin merasa sangat senang, pria itu menyempatkan waktunya hanya untuk merayakan ulang tahunnya berdua saja. Setelah 20 menit berlalu, akhirnya Akiyoshi keluar sambil membawa boneka kelinci berwarna pink yang cukup besar. Rin berdiri senang sambil tersenyum lebar. Akiyoshi melambai-lambaikan tangan boneka itu pada Rin yang ada di seberang jalan. Rin melompat-lompat kecil sangking senangnya.
“Akiyoshi-kun, cepat kesini!”, teriak Rin diujung jalan.
“iya”, kata Akiyoshi sambil membawa boneka dengan penuh bahagia.
Akiyoshi berjalan menyebrangi jalan sambil memandangi Rin—pacarnya yang menunggu dirinya dengan penuh harap. Namun tiba-tiba…
CKIIITTT… BRUUKK
sebuah mobil menabrak Akiyoshi hingga tubuhnya terlempar sejauh beberapa meter. Boneka yang ia bawa terlempar kesisi yang satunya. Rin membeku melihat kekasihnya terjatuh bersimbah darah. Air  matanya jatuh tak tertahan. Dengan cepat ia berlari menuju kekasihnya.
“AKIYOSHI-KUN !! AKIYOSHI-KUUUNN” teriak Rin histeris sambil memeluk erat kekasihnya tersebut. Namun tak ada jawaban dari Akiyoshi, ia tetap menutup matanya. Di goyang-goyangkan tubuh Akiyoshi dan itu membuat Akiyoshi membuka matanya, Rin mulai terlihat frustasi.
“Akiyoshi-kun..” kata Rin disela-sela tangisannya.”jangan pergi… ini kan hari ulang tahunku”, lanjutnya.
“aku tidak akan pergi Rin sayang, bukankah aku akan selalu ada di hatimu?” kata Akiyoshi lemas.
“tidak, kau tidak boleh pergi,seseorang tolong aku!!” teriak Rin frustasi.
“Rin…”. “Aku sangat mencintaimu”, bisik Akiyoshi yang mulai menutup matanya secara perlahan. Rin langsung menatap Akiyoshi dengan mata yang berkaca-kaca dan penuh dengan air mata.
“jika aku pergi… te.. taplah te.. tersenyum Ri.. Rin, jangan kar.. na aku pergi kau ja.. jadi murung”, katanya pelan dan terbata-bata. Rin tidak menjawab Akiyoshi, ia hanya terus menangis menatap kekasihnya yang kini sudah tak berdaya lagi. “jangan menangis lagi Rin, Mungkin Tuhan tak izinkan sekarang untuk kita bersama”, lalu Secara perlahan Akiyoshi menghembuskan nafas terakhirnya dan tidur selamanya.
            Tangisan Rin semakin kencang diselingi jeritan histeris yang tak sadar ia keluarkan. “AKIYOSHI-KUN !! AKIYOSHI-KUN!!”, ia terus menteriakan nama pacarnya itu sambil tetap memeluk Akiyoshi erat. orang-orang disekitarnya memandang Rin prihatin. Gadis malang itu tetap menangis menatap Akiyoshi terdiam dan mulai memucat.

KRIIIINNNNGGGG
suara jam waker memecahkan suasana pagi yang tenang. Rin terbangun dari tidurnya, ternyata kejadian itu hanyalah mimpi—atau  bisa dibilang sebagai kejadian yang ikut terbawa sampai mimpi. Di pipinya masih tergenang air mata,ia sampai benar-benar menangis karena mimpi itu.
Akiyoshi-kun… kejadian mengerikan itu masih saja terputar sangat jelas di pikiranku. Aku harus bagaimana? Oceh batinnnya sambil meneguk segelas air putih agar ia bisa lebih tenang.
Di tatapnya lirih boneka kelinci yang lumayan besar itu. boneka itu adalah benda yang Akiyoshi berikan untuk Rin di hari ulang tahunnya tepat sebelum Akiyoshi pergi selamanya. Di ambilnya boneka itu dan perlahan Rin memeluknya. Tak sadar air matanya keluar begitu saja tanpa di beri komando…
Akiyoshi-kun, aku merindukanmu… katanya dalam hati

Waktu sudah menunjukan pukul 6.30, dan saat itu Akiyoshi sudah sampai di depan kelasnya. Saat itu di kelasnya masih sepi, tak seperti biasanya. Perlahan ia masuk ke dalam kelas. Dilihatnya dua orang gadis yang sudah tak asing lagi—Michi dan Rin. Mereka terlihat seperti mencari sesuatu.
“ohayou Akiyoshi-kun”, sapa Michi ramah.
“Ohayou Michi-san”, balas Akiyoshi.
Diperhatikannya Rin yang sama sekali tidak melirik ke arahnya. Wanita itu berjongkok di dekat bangkunya.
“kau sedang mencari apa Rin?”, Tanya Akiyoshi lembut kepada Rin. Rin hanya memandang Akiyoshi sebentar lalu melanjutkan pencariannya.
“Rin memintaku tuk membantu mencarikan buku hariannya, sepertinya kemarin terjatuh di kelas ini”, kata Michi menerangkan. “Rin aku tidak menemukan bukumu, kau sudah menemukannya?”, lanjut Michi sambil berjalan lelah kearah Rin. Dan Rin hanya menjawab dengan gelengan lemah.
Buku?, apa yang dimaksud adalah buku yang kemarin? Bagaimana ini aku lupa membawanya. batin Akiyoshi resah. Tiba-tiba handphonenya bergetar pertanda sms masuk.
From : Rin-chan
Lihat buku kecilku? Sampulnya pink ada gambar kelincinya
Sms Rin singkat namun dapat menggetarkan hatinya. Aku menemukannya tapi aku lupa membawanya,Rin pasti akan sangat marah padaku. mungkin ini saatnya aku berbohong..
“tidak Rin , aku tidak menemukannya”, jawab Akiyoshi mencoba santai sambil berlalu menuju bangkunya dan terduduk bersalah.
            Rin menatap Akiyoshi sayu sambil berjalan lemas menuju bangkunya, Michi mengikuti. Dilihatnya gadis yang kini duduk di bangku depannya. Rambut hitam panjangnya berhiaskan jepit berbentuk kelinci berwarna pink. Rin tertunduk sambil meremas kesal rok pendeknya. Bagaimana bisa buku itu tidak ada? Tanyanya frustasi dalam hati. Murid-murid satu per satu mulai datang memasuki kelas, Michi yang diminta Rin untuk membantunya mencari buku kecil penuh memori langsung menanyai satu persatu murid yang datang. Michi-san memang benar-benar teman yang baik. Kata Rin sambil memperhatikan tingkah Michi penuh makna. Beberapa saat kemudian bel pertanda masuk sudah berbunyi nyaring seperti hari-hari sebelumnya. Dan itu tandanya pencarian buku itu harus segera di hentikan atau setidaknya ditunda beberapa jam.
            Akiyoshi memandang dari belakang dengan rasa bersalah. Mungkin saja saat ini Rin merasa sangat resah dan tidak bisa tenang karenanya. Diambilnya handphone secara diam-diam lalu di buka foto Rin kemarin saat dikantin. Akiyoshi tersenyum menatap wajah Rin saat itu yang sedang melahap sandwich sayuran. Wajahnya sangat manis, tapi misterius karna sama sekali tidak menunjukan ekspresi. Tanpa sadar bel istirahat berbunyi keras di telinga Akiyoshi seraya membuyarkan semua lamunannya tentang Rin. Semua murid langsung berjalan menuju kantin termasuk Rin dan Michi. Tinggal lah ia sendiri di kelas. Rasanya ia tidak nafsu makan saat ini. Dipakainya earphone yang terputar music slow milik Yui. Sambil menutup mata, ia ikut terlarut dalam lantunan harmoni yang menenangkan pikiran itu.
“Akiyoshi-kun”, terdengar samar suara orang yang memanggilnya di tengah-tengah music yang ia dengarkan namun ia tetap menutup mata dan bersikap tidak peduli, mungkin hanya perasaanku saja. Katanya dalam hati.
“KETUA KELAS!!”, suara yang sekarang berhasil membuat Akiyoshi membuka mata dan melepaskan earphonenya. Dilihatnya bingung Michi dan Rin yang sudah ada di depannya itu.
“kami menunggumu sejak tadi di depan kelas untuk mengajakmu kekantin, kenapa kau tidak bilang kalau kau tidak akan keluar kelas?!”, kata Michi kesal.
“eh? Jadi kalian menungguku? Kenapa tidak bilang?”, kata Akiyoshi balik bertanya.
“eggrr, sudah lupakan! Mau makan bersama kami tidak?”,kata Michi sambil sedikit melirik Rin yang ada di sampingnya. Rin hanya menatap Akiyoshi dengan penuh harap. Akiyoshi yang awalnya tidak mau makan, melihat Rin yang mengajak makan bersama tiba-tiba perutnya terasa lapar.
“ok baiklah”. Jawaban pasti Akiyoshi sambil berdiri. Dan akhirnya mereka bertiga pergi ke kantin bersama.

“Rin mana?”, Tanya Akiyoshi pada Michi yang duduk di depannya di bangku tempat makan kantin.
“Sedang mengambil susu kotak untuk kita”, jawab Michi santai dan langsung di jawab dengan anggukan mengerti dari Akiyoshi. “ehhmm, Akiyoshi-kun”, kata Michi pelan
“iya Michi-san”
“kau menyukai Rin-chan ya?”, fonis Michi sambil menunjuk wajah Akiyoshi dengan sumpit mie-nya.
“ti…tidak, kata siapa?”, jawab Akiyoshi kaget sambil memalingkan pandangannya pada yang lain sehingga wajahnya yang mulai merah tak Nampak jelas di mata Michi.
“Bohong banget! Aku tau kalau kau suka pada Rin, ayolah Akiyoshi-kun… aku sudah berteman denganmu sejak lama mana mungkin aku masih salah menilai perasaanmu. Sekarang kau mengaku saja padaku”, tuntut Michi
“oke aku mengaku, aku menyukai Rin bahkan sejak pandangan pertama”. Aku Akiyoshi.
“hehe.. begitu donk”, cengir Michi “mau kubantu?”, lanjut Michi dengan tatapan penuh keyakinan pada Akiyoshi yang pipinya dipenuhi garis-garis merah.
“kau? Yang benar saja. Memangnya kau bisa apa?”,kata Akiyoshi meremehkan. Michi mengerucutkan bibirnya.
“hei !! jangan meremehkan aku ! aku kan hanya ingin membantumu. Hari ini sepulang sekolah aku dan Rin akan pergi ke festival musim panas”, jelas Michi.
“jadi kalian sering pergi bersama?!”. Tanya Akyoshi tak percaya. Ia tak menyangka bahwa Michi dan Rin sudah sangat dekat. Padahal baru satu hari kenal.
“Yup ! kalau kau mau, aku punya rencana agar kalian berdua bisa dekat, sini!”, kata Michi seraya tangannya menarik Akiyoshi dan membisikan sesuatu. Tergurat langsung senyuman lebar dibibir Akiyoshi. Sepertinya ia setuju dengan rencana Michi.
            Diperhatikannya Michi dan Akiyoshi yang sedang bergurau. Michi tertawa lepas dan Akiyoshi tersenyum senang. Tiba-tiba Rin merasa tubuhnya jatuh dalam lubang hitam yang membawa dirinya dalam gelap masa lalu. Ia seakan melihat bayangan dirinya duduk disebuah kursi café di Osaka dengan seporsi cake chocolate yang sangat lezat kesukaannya. Tiba-tiba dari belakang datang seorang pria yang langsung memeluk Rin dan mencubit pipinya yang kemerahan. Lalu pria itu duduk bersebrangan dengan Rin dan mulai bergurau seperti biasanya. Membicarakan tentang apa saja yang akan mereka lakukan hari itu sambil terus tersenyum senang. Ia melihat bayangan dirinya yang tertawa lepas dan pria itu tersenyum senang. Akiyoshi-kun katanya dalam hati. Seketika matanya mulai berkaca-kaca namun air mata nya tetap tertahan. Akiyoshi-kun… kenapa aku masih saja memikirkanmu? Tanyanya dalam hati seraya tangannya yang semakin erat memegang nampan berisi tiga kotak susu dan satu porsi sandwich isi sayuran.
“Rin-chan ! sedang apa kau disitu? Ayo sepat kesini!”, ajakan Michi membuyarkan semua lamunan Rin. Dengan cepat Rin kembali berjalan dan duduk disebelah Michi. Setelah memberikan susu kotak pada Michi dan Akiyoshi, tanpa basa-basi Rin langsung menyantap sandwichnya.
“Rin-chan, hari ini kita jadi ‘kan pergi ke pameran musim panas?”, Tanya Michi santai. Rin hanya menjawab dengan sedikit anggukan.
“katanya Akiyoshi ingin ikut bersama kita nanti, bolehkan?”, lanjut Michi.
            Rin menghentikan aktivitas makannya. Dia mencoba mencerna makanannya dalam perut sekaligus mencerna kata-kata Michi dalam otak secara perlahan.
Akiyoshi mau ikut? Tanyanya dalam hati seraya memandang Akiyoshi dan Michi secara bergantian. Diambilnya segera handphone dan dengan lihay Rin mengetik sms. Beberapa saat kemudian handphone Michi bergetar dan dengan segera ia mengambilnya. Ada sms masuk…
From : Rinnyan~:3
Apa tidak apa-apa kalau Akiyoshi ikut?
Michi terdiam sebentar sambil memandang layar handphonenya. Sedangkan Rin terus memandang Michi menunggu jawaban. Michi bingung harus menjawab apa, Rin ‘kan belum mengenal Akiyoshi. Tapi demi suksesnya rencana yang ia susun bersama Akiyoshi tadi, ia harus bisa meyakinkan bahwa Akiyoshi tidak berbahaya
“tentu tidak apa-apa Rin-chan! Akiyoshi itu orangnya baik, benarkan Akiyoshi-kun?”, kata Michi sambil menyenggol Akiyoshi dengan sikutnya. “lagipula semakin banyak orang yang ikut, itu akan semakin seru, Rin!”, lanjut Michi dengan penuh semangat.
“jadi aku boleh ikut ‘kan?”, Tanya Akiyoshi meyakinkan. Rin tampak berfikir sejenak hingga akhirnya diakhiri dengan anggukan setuju dari Rin.

bersambung...

ini adalah cerpen pertama yang saya publikasikan...
jadi mohon kritik bila ada kesalahan atau koment bila ingin memberi masukan
terimakasih sudah membaca

mau baca kelanjutannya? klik disini