Bila
ada senyum yang dapat ku ukir
Mungkin itu hanya akan terukir di depanmu
Bila ada kata yang harus terucap
Percayalah, itu hanya akan terucap di depanmu
Itulah
kata-kata yang ia tulis di salah satu lembaran buku diarynya. Gadis berambut
hitam panjang yang akrab di panggil Rin ini sibuk mempersiapkan peralatan
sekolahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ya… sejak hari yang menyeramkan
itu, ia memutuskan untuk berhenti bicara. Orang tuanya mengira kecelakaan
menimpa gadis ini sehingga ia tidak bisa lagi bicara. Namun saat di periksa di
dokter, tidak terjadi apa-apa padanya. Rin hanya tidak ingin bicara pada
siapapun bukan berarti ia tidak bisa bicara.
Setelah semua peralatan sekolahnya dan
tidak lupa buku diarynya yang tak pernah ia tinggalkan tertata rapi di dalam
tas gendong hitamnya. Rin segera memasuki mobil yang didalamnya sudah ada orang
tua Rin. Hari ini Rin akan bersekolah di sekolah barunya SMA Sorairo, di kota
tempat tinggal barunya, Tokyo.
“Rin,
bagaimana perasaanmu? Kau taukan, hari ini kau akan mendapatkan banyak teman
baru”, kata Masashi Hikaru, ayah Rin.
Rin
hanya menjawabnya dengan tatapan dingin dan sedikit menganggukan kepala tak
jelas apa jawabannya. Namun Masashi sudah tahu kebiasaan anak satu-satunya ini
yang tidak mau bicara. Ia hanya mengira-ngira bahwa jawaban Rin “iya aku senang
akan mendapatkan banyak teman baru”. Setelah itu Masashi tersenyum tipis dan
kembali memfokuskan pandangannya pada jalan.
Disisi lain suasana SMA sorairo
masih ramai seperti biasanya. Terlebih lagi kelas 2-A IPA yang lebih rebut dari
biasanya karena sedang tidak ada guru. Terlihat ada seorang pria yang sibuk
menetralisir keadaan yang semakin lama semakin ribut dan gaduh. Tapi yang ada,
pria yang merupakan ketua kelas itu dilempari kertas bekas karena diangggap
mengganggu kesenangan yang jarang didapat ini. Akhirnya pria itu duduk kembali
di bangkunya dan melanjutkan aktivitas yang tadi sempat tertunda, mendengarkan
music melalui earphone.
“Akiyoshi-kun,
katanya akan ada murid baru ya di kelas kita?”, Tanya seorang wanita yang duduk
di depan Akiyoshi. Namun tak ada jawaban yang keluar dari mulut pria yang asik
mendengarkan music itu.
“HEI~
ketua kelas~ dengarkan akuuuu !!”, teriak wanita imut itu sambil
menggoyang-goyangkan tubuh Akiyoshi.
“EEhhggrr,
ada apa Michi-san”, jawab Akiyoshi malas sambil membuka earphone yang tadi
terpasang di telinganya.
“Katanya
akan ada murid baru di kelas kita, apa itu benar?”, Tanya Michi antusias.
“Mungkin”
“Jadi
kau tidak tau?”, Tanya Michi
“memangnya
ada ya?”, Akiyoshi balik bertanya
“tadi
aku dengar di ruang kepala sekolah”
“cewek
atau cowok?”, Tanya singkat Akiyoshi
“cewek,
dia cantik banget. Wajahnya mirip boneka, tapi sayangnya dia tidak bisa bicara”
“ohh,
jadi dia bisu”
“bukan~,
yang aku dengar, dia bisa bicara tapi tidak mau bicara. Tadi orang tuanya
menjelaskan itu di ruang kepala sekolah”
“aku
jadi penasaran…”, kata Akiyoshi pelan mengakhiri perbincangan saat itu juga.
Beberapa saat kemudian, guru yang
merupakan walikelas kelas 2-A IPA itu masuk kelas. Serentak semua murid
menghentikan aktivitasya dan memusatkan perhatian pada walikelasnya itu. namun
perhatian tak seutuhnya menjadi milik walikelas saat itu. ada gadis asing yang
mengikuti tepat di belakang guru itu yang kini menjadi pusat perhatian semua
murid. Eugh ini yang paling aku tidak
suka, menjadi pusat perhatian. Gerutu Rin dalam hati.
“perhatian
semuanya”, guru itu mulai bicara “ini ada murid baru di kelas kita, namanya Rin
Hikaru ia pindahan dari Osaka, tolong ketua kelas ajak dia keliling sekolah
saat istirahat agar dia tahu semua tentang sekolah kita”, lanjutnya sambil
melirik Akiyoshi.
“iya
bu” jawab Akiyoshi tanpa memalingkan pandangannya pada Rin yang menatap semua
orang dingin.
“nah
Rin silahkan duduk di sebelah Michi-san”, kata guru itu dan lalu mempersilahkan
Rin untuk duduk. Rin mengangguk setuju. Dan Michi menyambut Rin senang. Rin duduk
perlahan di sebelah Michi, Michi hanya senyum-senyum sendiri tidak jelas melihat Rin.
Dilihat sedetail-detailnya gadis
yang masih asing di matanya itu yang kini duduk tepat didepannya. Ternyata
benar kata Michi, gadis itu sangat cantik. Rambutnya hitam panjang, poniya
terpotong dan di tata sangat rapi sehingga menutupi jidat tanpa menutupi mata
bulat nan indah milik gadis itu. gadis itu benar-benar tidak mengatakan apapun,
Rin hanya mendengarkan semua ocehan panjang lebar dari mulut Michi.
Tuhan… demi apalah, aku
sungguh capek mendengar seluruh ocehan orang ini. Tapi coba sabar Rin… sabar…
ini baru hari pertama. Omel Rin dalam hati sambil tetap
mendengarkan cerita panjang dan lebar dari Michi, teman barunya.
“…
nanti kau akan ditemani Akiyoshi-kun keliling sekolah…”, mata Rin langsung
membelalak setelah mendengar kata Akiyoshi.
Akiyoshi? Bukankah orang itu
yang akan mengantarkan aku keliling sekolah ini? Kenapa namanya harus Akiyoshi
sih?... menyebalkan. Gerutu
Rin dalam hati sambil meremas rok pendek miliknya. Michi memandang Rin aneh,
dilihatnya wajah gadis cantik ini. Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu.
“emh… Rin-san,
kalau kau ingin mengatakan sesuatu sms saja?”, kata Michi pelan, Rin tidak
menjawab. Gadis itu hanya menunduk hingga rambut panjangnya menutupi separuh
wajahnya. “ah.. ini nomor handphone ku”, Michi menuliskan nomernya di belakang
buku matematika Rin.
Rin memandang Michi
sebentar dan lalu mengambil buku matematikanya. Di rogoknya saku rok pendeknya
itu dan di ambil handphone touchscreen berwarna pink miliknya. Setelah
menyimpan nomor hanphone Michi, Rin segera mengetik sms dan mengirimnya
langsung pada Michi.
Arigatou, Michi-san
singkat sms yang
Rin kirim untuk Michi.
“ahaha… tak usah
sungkan begitu padaku, Rin-san”, jawab Michi ramah. Rin tetap enggan tuk
bicara, ia hanya menatap Michi datar—seperti biasanya dan
mengangguk sedikit. Beberapa menit setelah keduanya sama-sama diam, bel
istirahat berbunyi indah di telinga Rin.
Ok aku lapar dan aku tidak tahu dimana
letak kantin. Sedangkan saat ini juga aku bersama pria asing yang bernama Akiyoshi
harus pergi menyusuri setiap sudut sekolah. Kira-kira apa yang akan terjadi
padaku? Batin Rn mengoceh
tak jelas.
Ini saatnya bagi Akiyoshi tuk
mendekati Rin. Euhh aku tegang, rasanya
sekarang perutku mual. Kata Akiyoshi dalam hati sambil beranjak dari tempat
duduknya dan melangkah menuju bangku Rin yang hanya berjarak 1 langkah. Di
lihatnya gadis yang masih asing di matanya itu. tatapan gadis itu dingin dan
wajahnya tak melukiskan sedikitpun ekspresi. Dengan canggung, Akiyoshi mencoba berbicara
pada Rin.
“Hai”, kata Akiyoshi
mencoba sangat ramah di hadapan Rin walau terlihat sangat jelas bahwa wajahnya
sangat canggung. Rin tidak menjawab sapaan Akiyoshi, ia hanya menatapnya
dingin. Pasti pria ini yang akan
mengajakku keliling sekolah. Batin Rin mengeluh.
“aku… eh maksudku
namaku Akiyoshi Harada, aku biasa di panggil Akiyoshi. Salam kenal ya!”, lanjut
Akiyoshi dengan nada lebih santai dari sebelumnya. Rin kini hanya menganggukan kepalanya sedikit. “aku akan
mengantarkan kau keliling sekolah”,lanjutnya lagi. Tanpa menunggu lebih lama
lagi, Rin langsung berdiri dari tempat duduknya semula lalu merapihkan rok
pendeknya. Akiyoshi mundur beberapa langkah dan mempersilahkan Rin untuk
berjalan keluar duluan dari ruang kelas.
Di perhatikannya gadis yang kini
berjalan santai disampingnya itu. badannya kecil dan langsing, seimbang dengan
tinggi badannya yang beda beberapa centi lebih pendek darinya. Akiyoshi terus
memperhatikan Rin, rasanya ia sangat tertarik pada gadis itu. benar kata Michi,
Rin benar-benar tidak mau bicara padanya. Jangankan untuk bicara, tersenyumpun
tidak pernah. Padahal Rin cantik wajahnya seperti boneka Barbie yang biasa di
mainkan adik perempuannya. Sepanjang jalan, semua mata tertuju pada mereka
berdua yang lebih tepatnya pada Rin. Sambil menjelaskan setiap ruangan dan
tempat di sekolah, dilihatnya laki-laki dari kelas lain yang sejak tadi tidak
henti-hentinya menggoda Rin. Tapi Rin seperti biasanya hanya menatap semua
orang cuek seakan tidak peduli dan
hanya fokus pada apa yang Akiyoshi katakan.
“Rin? Kau
mendengarkan aku kan?”, Tanya Akiyoshi curiga. Rin menjawabnya dengan anggukan
mewakili kata “ya”. “ada yang ingin kau katakan?” lanjutnya lagi. Rin menunduk,
sepertinya gadis itu ingin mengatakan sesuatu. Dilihatnya Rin mengeluarkan
handphone dan mengetik sesuatu. Tiba-tiba handphone Akiyoshi yang berada di
saku celana panjangnya bergetar. Ada sms masuk…
From: 08xxxx…
Akiyoshi-san, aku lapar
Bisa kita ke kantin?
-Rin-
Akiyoshi bengong
memandangi layar handphonenya, apa ini benar-benar Rin yang mengirim sms?
Dipandangi secara bergantian antara Rin dan layar handphone fliptop-nya. Deg… Rin memandang kearahnya, mengapa jantungku berdegup kencang tiap kali
dia melihat kearahku? Tanya Akiyoshi
dalam hati.
“kau mengim sms
padaku, Rin?”, Tanya Akiyoshi pada Rin yang masih menggenggam handphone
touchscreen sambil memain-mainkannya. Rin
lucu saat dia memain-mainkan handphonenya seperti saat ini. Benak Akiyoshi.
Rin menjawab pertanyaan Akiyoshi dengan anggukan—seperti biasanya—mewakili
kata “ya”
“darimana kau
dapat nomor handphoneku?”, Tanya Akiyoshi lagi sambil memperhatikan Rin yang
sedang mengetik sms yang sepertinya akan dikirim untuknya.
From : 08xxxx…
Michi-san
Singkat sms dari
Rin yang ia baca. Akiyoshi bisa langsung membayangkan kapan dan bagaimana cara Michi
memberikan nomor handphonenya. “baiklah kalau begitu, ayo kita ke kantin !”,
seru Akiyoshi penuh semangat.
Ia duduk di depannya, pria yang
benar-benar mirip dengan seseorang yang telah mengubah hidupnya. Akiyoshi-kun… aku merindukanmu setelah aku
melihat pria ini. Batin Rin lirih. Setelah melihat Akiyoshi, ia seakan
teringat kembali pada masa lalunya bersama seorang pria yang bernama Akiyoshi. Sambil menyantap sandwich isi
sayuran yang tadi ia beli bersama Akiyoshi, di perhatikannya pria yang duduk di
depannya itu. wajahnya memang tidak mirip dengan Akiyoshi-nya, tapi mengapa namanya harus sama? Dan sekilas sikap Akiyoshi
padanya memang sedikit mirip dengan Akiyoshi-nya,
apalagi saat dia bertanya padanya dengan canggung.
“emh… Rin –san?”,
Tanya Akiyoshi tiba-tiba membuyarkan semua lamunan Rin. Rin menatapnya seakan
bertanya “ada apa?” pada Akiyoshi.
“tersenyumlah, aku
ngin melihatmu tersenyum. Sekali saja!”, rujuk Akiyoshi dengan nada sedikit
manja. Rin mengeluarkan handphonenya, dan Akiyoshi tahu bahwa Rin akan
mengirimkan sms untuknya. Benar… beberapa saat kemudian handphone Akiyoshi
bergetar.
From : Rin-chan
Aku tidak mau
“eh? Mengapa?”,
Tanya Akiyoshi bingung. Lalu handphonenya kembali bergetar.
From : Rin-chan
Aku tidak bisa senyum
“tidak masuk akal,
mana mungkin kau tidak bisa senyum?”,Rin memalingkan pandangannya pada
orang-orang yang sama-sama sedang makan disatu-satunya kantin di sekolah ini.
Handphone Akiyoshi tidak lagi bergetar dan ia tahu bahwa Rin tidak ingin
meneruskan topik pembicaraan ini. Rin meneguk susu kotaknya, menandakan bahwa
ia sudah selesai makan. Sambil tersenyum nakal, Akiyoshi diam-diam sejak tadi
mengambil beberapa foto Rin, saat Rin sedang melahap sandwich, saat Rin sedang
mengetik sms, saat Rin sedang bengong liatin orang-orang disekelilingnya, dan
yang terakhir saat Rin sedang minum susu kotak. Entah apa yang ada dalam
pikiran Akiyoshi sehingga melakukan hal jahil seperti itu, tapi ia benar-benar
sangat tertarik pada Rin.
Pelajaran terakhir telah selesai,
guru fisika—pelajaran terakhir—juga sudah meninggalkan kelas. Dengan
teruru-buru Rin memasukan buku-buku dan segala peralatannya kedalam tas sambil
mengangkat telefon walau ia tidak bicara sedikitpun. Setelah bel tanda pulang
sudah benar-benar berbunyi Rin langsung berlari keluar kelas dengan
terburu-buru, ia sudah ditunggu jemputannya. Pluk sebuah buku terjatuh dari tas Rin di dekat pintu kelas. Akiyoshi
yang melihatnya langsung memungut buku itu. buku yang ukurannya lebih kecil
beberapa centi dari buku tulis biasa itu bersampul pink dengan corak kelinci
putih yang lucu. Sepertinya ini benda penting milik Rin, aku harus mengembalikannya. Kata Akiyoshi dalam hati sambil
menggenggam erat buku itu dan berjalan keluar kelas. Namun sepertinya ia tidak
akan segera mengembalikan buku itu karna wujud Rin sudah tak terlihat lagi di
sekolah ini.
Hari sudah mulai gelap, dan ini
tandanya Akiyoshi harus segera pulang kerumahnya. Tangan kanannya masih
menggengam buku kecil milik Rin. Dan ia sekarang benar-benar tergoda untuk
melihat isi buku itu. sambil berjalan santai, Akiyoshi membuka lembaran pertama
buku itu. ada foto Rin disitu, rambut lurusnya diikat menjadi dua dengan pita
berwarna pink. Yang paling berbeda di foto itu adalah Rin tersenyum bahagia.
Benar-benar berbeda dengan Rin yang baru saja ia lihat di kelas tadi siang.
“manis sekali”, tidak sadar Akiyoshi mengucapkan kata-kata itu setelah beberapa
saat memandangi foto Rin. Kemudian ia membuka lembaran berikutnya. Disana
tertulis :
Aku senang sekali mendapat hadiah buku ini
dari Akiyoshi-kun, dan aku sudah berjanji padanya akan menuliskan semua hal
yang aku lakukan bersama Akiyoshi-kun didalam buku ini. Sampai lembaran dibuku
ini habis dan Akiyoshi-kun akan membelikan lagi yang baru.
Aku senang… rasanya aku ingin teriak…
Akiyoshi
mengangkat alisnya heran. Akiyoshi? Itu
namaku. Tapi mungkin Akiyoshi yang lain, karna sebelumnya aku sama sekali belum
pernah bertemu dengan Rin. Apalagi membelikan buku ini untuknya. Kata Akiyoshi
dalam hati sambil membuka lembaran berikutnya. Disana ada foto Rin bersama
seorang pria sedang bermain kembang api. Di foto itu, jelas sekali Rin sedang
tertawa lepas bersama pria itu. di bawah foto tersebut tertulis :
Malam tahun baruku bersama Akiyoshi-kun.
Menghabiskan malam dengan bermain kembang api. Rasanya aku tidak ingin pulang,
aku ingin tetap bersama Akiyoshi-kun. Aku sayang dia…
Deg ada sesuatu dalam dada Akiyoshi yang terasa sakit saat membaca
tulisan “aku sayang dia…” dalam buku harian milik Rin. Langkahnya sempat
terhenti, ia memandangi sejenak buku itu lalu kembali melangkahkan kakinya
pelan menuju rumahnya. Dibuka lagi halaman-halaman berikutnya, dan isinya sama
seperti halaman-halaman yang lain. Isinya biasanya menceritakan tentang apa
saja yang ia lakukan bersama Akiyoshi-kun
dan beberapa foto bersama. Akiyoshi sampai didepan rumahnya, ia menutup
buku itu dan memasukannya dalam tas.
“aku pulang”,
katanya seraya membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
“kakak sudah
pulang?”, cicit gadis kecil berumur 5 tahun sambil memeluk Akiyoshi.
“iya Hikari”,
jawab Akiyoshi sambil menggendong adik kecilnya menuju ruang keluarga. Di
dengarnya tawa gadis kecil itu. di ruangan itu ada orang tuanya yang sama-sama
menyambut kepulangannya. Setelah turun dari gendongan Akiyoshi, Hikari langsung
berlari menuju pangkuan ibunya sambil membawa boneka Barbie. Boneka Barbie? Kata Akiyoshi dalam hati
sambil melihat boneka Barbie itu dengan teliti. Boneka Barbie langsung
mengingatkannya pada Rin dan buku kecil milik gadis itu. ia tidak sabar membaca
apa lagi yang ada di dalam buku itu. dengan cepat ia langsung berjalan menuju
kamarnya.
“Aki… kau tidak
mau makan dulu?”, Tanya ibunya.
“Tidak bu, aku
sedang banyak tugas. Aku akan makan setelah aku selesai mengerjakan tugasku”,
kata Akiyoshi sambil menaiki tangga menuju kamarnya.
Sesampainya dikamar tipe minialis
itu Akiyoshi langsung menaruh tasnya di atas meja serta mengambil buku kecil
milik Rin. Sambil duduk santai di sofa yang terletak di ujung sebelah kiri
kamarnya ia membuka secara acak buku harian Rin. Sudah 30 menit Akiyoshi
membaca buku itu sambil tersenyum geli. Ia menemukan beberapa tingkah konyol
Rin dalam buku itu. matanya menyipit setelah membuka salah satu lembaran kusut
dan seperti telah terkena tetesan air karena ada beberapa tintanya yang sedikit
luntur. Dibacanya tulisan di lembaran itu…
Malam itu aku terus memanggil namamu, tapi
kau tergeletak dijalan itu bersama cairan merah menakutkan dan terus diam. Aku
mulai menangis karena melihatmu seperti ini .ku peluk tubuh lemasmu, dan kau
bisikan bahwa kau sangat mencintaiku. Dan apa kau tahu? Tangisku semakin deras
saat kau benar-benar menutup matamu. Ku goyang-goyangkan badanmu, tapi kau
takkunjung terbangun. Kau bilang disela-sela kesakitanmu “tetaplah tersenyum
Rin, jangan karna aku pergi kau jadi murung”, mana bisa aku tersenyum tanpamu Akiyoshi-kun.”mungkin
Tuhan tak izinkan sekarang untuk kita bersama”, katamu lagi dan lalu pergi
selamanya. Seharusnya kau dengar tangis kehilanganku Akiyoshi ! seharusnya kau
lihat betapa aku sangat kehilanganmu…
Aku akan mengutuk pengendara mobil itu karna
telah membawa Akiyoshi-kun pergi selamanya.mengapa Tuhan mengambilmu Akiyoshi?
Mengapa Tuhan tak mengambilku juga? Aku ingin sekali menyusulmu, tapi aku takut
mati Akiyoshi… yang bisa kulakukan hanyalah menangis setiap malam dan
memandangi foto kita bersama. Dan asalkau tahu, mulai saat itu aku berhenti
bicara pada siapapun yang ada disekitarku. Aku tidak mau lagi tersenyum pada
siapapun.aku hanya akan bicara atau tersenyum bila ada kau di dekatku… Akiyoshi-kun…
Tanpa sadar Akiyoshi
ikut menitikan air mata saat membaca tulisan Rin. Ia kini tahu bahwa Rin diam
bukan berarti dia tidak peduli, Rin diam karena sedang menahan sakit dalam
dirinya. Kehilangan seseorang yang di sayangi tentu akan membuat batinnya
terguncang hebat. Kini ia tahu mengapa Rin tidak mau bicara dan tidak mau
terenyum. Ini semua karena masa lalunya. Di bukanya kembali lembaran
berikutnya, di sana tertulis :
Aku menangis bukan hanya karena kau pergi
Tapi aku menangis karena aku tidak tahu apa
yang harus aku tulis di lembaran buku ini selanjutnya
Ya… setelah kau pergi…
Setelah kupikir-pikir… bukankah ini mudah?
Aku hanya perlu mengambil pena dan ku tulis
segala hal yang terjadi
Namun sejak kau pergi
Semuanya terasa berbeda
Memang… semuanya telah berubah…
Dan akupun kembali menangis…
Terlihat sangat
jelas bahwa Rin sangat putus asa saat kehilangan Akiyoshi—pacarnya. Akiyoshi menatap buku itu lirih, “kasihan Rin…
dia sampai seperti ini karena di tinggal pacarnya”, kata Akiyoshi pelan seraya
membuka halaman berikutnya. Disana tertulis :
Bila ada senyum yang dapat ku ukir
Mungkin itu hanya akan terukir di depanmu
Bila ada kata yang harus terucap
Percayalah, itu hanya akan terucap di depanmu
Di buka lagi
halaman berikutnya, ternyata kosong. Rin sepertinya belum menuliskan sesuatu
lagi di buku tersebut. Dengan lesu Akiyoshi berdiri, menyimpan buku itu di sofa
dan berjalan menuju ruang makan. Setelah membaca buku harian Rin, ia merasa
energinya terkuras dan kini ia lapar.
Ya… sekarang aku yakin, mulai sekarang aku
akan mencoba meluluhkan hatinya dan aku harus menjadi orang pertama yang
membuatnya kembali tersenyum.
Dan saat itu juga Akiyoshi
memutuskan untuk membuat Rin tersenyum kembali dan membuat gadis itu menjadi
miliknya. Karena Akiyoshi sadar, bahwa kini ia merasa jatuh cinta pada gadis
itu.
Dimana?
Resah gadis itu sambil
mengobrak-abrik isi tasnya. Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam dan sampai
saat ini ia belum menemukan buku kesayangannya. Buku penuh memori bersampul
pink dengan corak kelincinya itu hilang. Padahal buku itu sangat berharga
baginya. Capek yang ia rasakan kini semakin bertumpuk setelah ia sadar bahwa
bukunya tak ada dalam tas atau di dalam kamarnya. Rin merebahkan tubuhnya di
atas kasur sambil mengendus kesal. Di tutupnya mata secara perlahan sambil
mengingat-ingat kapan terakhir kali ia melihat dan memegang buku itu.
Disekolah… terakhir kulihat disekolah…
Apa jangan-jangan buku itu terjatuh di
sekolah? Aku harus datang pagi-pagi sebelum ada orang yang menemukannya.
Setelah menemukan
titik terang persoalannya, tanpa sadar matanya semakin berat dan langsung
tertidur.
Malam itu langit sangat
cerah,bintang-bintang bersinar terang. Rin bersama Akiyoshi berjalan menyusuri
jalanan kota yang saat itu benar-benar ramai. Rin memegang tangan Akiyoshi erat
sambil ngegelayot manja. Akiyoshi tersenyum manis, ia tahu betul kebiasaan
manja dari pacarnya itu—terlebih lagi dihari ulangtahunnya.
“Akiyoshi-kun”,
kata Rin manja
“iya, ada apa
Rin-chan?”, jawab Akiyoshi dengan santai dan penuh senyuman
“aku mau itu”,
kata Rin sambil menunjuk sebuah toko boneka di seberang jalan.
“jangan minta yang
aneh-aneh”
“ayolaah… ini kan hari
ulang tahunku Akiyoshi-kun~” , rengek Rin
“heuh ya sudah,
kau mau yang mana?”
“yang bentuknya
kelinci”, Rin tersenyum senang, ternyata pacarnya itu mau membelikannya juga.
“apa kau tidak
bosan pada kelinci? Setiap kau meminta sesuatu padaku, kau pasti ingin sesuatu
yang bernuansa kelinci”
“aku kan sukanya
kelinci”, kata Rin sambil cemberut
“ya sudah… tunggu
sebentar ya sayang”, kata Akiyoshi sambil mengecup kening Rin hangat.
“umm”, Rin
mengangguk semangat.
Diperhatikannya pria itu semakin
menjauh darinya. Pria itu menyebrangi jalan dengan tenang dan memasuki toko
boneka yang tadi ia tunjuk. Rin merasa sangat senang, pria itu menyempatkan
waktunya hanya untuk merayakan ulang tahunnya berdua saja. Setelah 20 menit
berlalu, akhirnya Akiyoshi keluar sambil membawa boneka kelinci berwarna pink
yang cukup besar. Rin berdiri senang sambil tersenyum lebar. Akiyoshi
melambai-lambaikan tangan boneka itu pada Rin yang ada di seberang jalan. Rin
melompat-lompat kecil sangking senangnya.
“Akiyoshi-kun,
cepat kesini!”, teriak Rin diujung jalan.
“iya”, kata Akiyoshi
sambil membawa boneka dengan penuh bahagia.
Akiyoshi berjalan
menyebrangi jalan sambil memandangi Rin—pacarnya yang menunggu dirinya dengan
penuh harap. Namun tiba-tiba…
CKIIITTT… BRUUKK
sebuah mobil menabrak
Akiyoshi hingga tubuhnya terlempar sejauh beberapa meter. Boneka yang ia bawa
terlempar kesisi yang satunya. Rin membeku melihat kekasihnya terjatuh
bersimbah darah. Air matanya jatuh tak
tertahan. Dengan cepat ia berlari menuju kekasihnya.
“AKIYOSHI-KUN !! AKIYOSHI-KUUUNN”
teriak Rin histeris sambil memeluk erat kekasihnya tersebut. Namun tak ada
jawaban dari Akiyoshi, ia tetap menutup matanya. Di goyang-goyangkan tubuh Akiyoshi
dan itu membuat Akiyoshi membuka matanya, Rin mulai terlihat frustasi.
“Akiyoshi-kun..”
kata Rin disela-sela tangisannya.”jangan pergi… ini kan hari ulang tahunku”,
lanjutnya.
“aku tidak akan
pergi Rin sayang, bukankah aku akan selalu ada di hatimu?” kata Akiyoshi lemas.
“tidak, kau tidak
boleh pergi,seseorang tolong aku!!” teriak Rin frustasi.
“Rin…”. “Aku
sangat mencintaimu”, bisik Akiyoshi yang mulai menutup matanya secara perlahan.
Rin langsung menatap Akiyoshi dengan mata yang berkaca-kaca dan penuh dengan
air mata.
“jika aku pergi… te.. taplah te.. tersenyum Ri.. Rin,
jangan kar.. na aku pergi kau ja.. jadi murung”, katanya pelan dan
terbata-bata. Rin tidak menjawab Akiyoshi, ia hanya terus menangis menatap
kekasihnya yang kini sudah tak berdaya lagi. “jangan menangis lagi Rin, Mungkin
Tuhan tak izinkan sekarang untuk kita bersama”, lalu Secara perlahan Akiyoshi
menghembuskan nafas terakhirnya dan tidur selamanya.
Tangisan Rin semakin kencang
diselingi jeritan histeris yang tak sadar ia keluarkan. “AKIYOSHI-KUN !! AKIYOSHI-KUN!!”,
ia terus menteriakan nama pacarnya itu sambil tetap memeluk Akiyoshi erat. orang-orang
disekitarnya memandang Rin prihatin. Gadis malang itu tetap menangis menatap Akiyoshi
terdiam dan mulai memucat.
KRIIIINNNNGGGG
suara jam waker
memecahkan suasana pagi yang tenang. Rin terbangun dari tidurnya, ternyata
kejadian itu hanyalah mimpi—atau bisa
dibilang sebagai kejadian yang ikut terbawa sampai mimpi. Di pipinya masih
tergenang air mata,ia sampai benar-benar menangis karena mimpi itu.
Akiyoshi-kun… kejadian mengerikan itu masih
saja terputar sangat jelas di pikiranku. Aku harus bagaimana? Oceh batinnnya sambil meneguk segelas air
putih agar ia bisa lebih tenang.
Di tatapnya lirih
boneka kelinci yang lumayan besar itu. boneka itu adalah benda yang Akiyoshi berikan untuk Rin di hari ulang
tahunnya tepat sebelum Akiyoshi pergi
selamanya. Di ambilnya boneka itu dan perlahan Rin memeluknya. Tak sadar air
matanya keluar begitu saja tanpa di beri komando…
Akiyoshi-kun, aku merindukanmu… katanya dalam hati
Waktu sudah menunjukan pukul 6.30, dan saat
itu Akiyoshi sudah sampai di depan kelasnya. Saat itu di kelasnya masih sepi,
tak seperti biasanya. Perlahan ia masuk ke dalam kelas. Dilihatnya dua orang
gadis yang sudah tak asing lagi—Michi dan Rin. Mereka terlihat seperti mencari
sesuatu.
“ohayou
Akiyoshi-kun”, sapa Michi ramah.
“Ohayou
Michi-san”, balas Akiyoshi.
Diperhatikannya
Rin yang sama sekali tidak melirik ke arahnya. Wanita itu berjongkok di dekat
bangkunya.
“kau
sedang mencari apa Rin?”, Tanya Akiyoshi lembut kepada Rin. Rin hanya memandang
Akiyoshi sebentar lalu melanjutkan pencariannya.
“Rin
memintaku tuk membantu mencarikan buku hariannya, sepertinya kemarin terjatuh
di kelas ini”, kata Michi menerangkan. “Rin aku tidak menemukan bukumu, kau
sudah menemukannya?”, lanjut Michi sambil berjalan lelah kearah Rin. Dan Rin
hanya menjawab dengan gelengan lemah.
Buku?, apa yang dimaksud
adalah buku yang kemarin? Bagaimana ini aku lupa membawanya. batin Akiyoshi resah. Tiba-tiba
handphonenya bergetar pertanda sms masuk.
From : Rin-chan
Lihat buku kecilku? Sampulnya
pink ada gambar kelincinya
Sms
Rin singkat namun dapat menggetarkan hatinya. Aku menemukannya tapi aku lupa membawanya,Rin pasti akan sangat marah
padaku. mungkin ini saatnya aku berbohong..
“tidak Rin , aku
tidak menemukannya”, jawab Akiyoshi mencoba santai sambil berlalu menuju
bangkunya dan terduduk bersalah.
Rin menatap Akiyoshi sayu sambil
berjalan lemas menuju bangkunya, Michi mengikuti. Dilihatnya gadis yang kini
duduk di bangku depannya. Rambut hitam panjangnya berhiaskan jepit berbentuk
kelinci berwarna pink. Rin tertunduk sambil meremas kesal rok pendeknya. Bagaimana bisa buku itu tidak ada? Tanyanya
frustasi dalam hati. Murid-murid satu per satu mulai datang memasuki kelas, Michi
yang diminta Rin untuk membantunya mencari buku kecil penuh memori langsung
menanyai satu persatu murid yang datang. Michi-san
memang benar-benar teman yang baik. Kata Rin sambil memperhatikan tingkah Michi
penuh makna. Beberapa saat kemudian bel pertanda masuk sudah berbunyi nyaring
seperti hari-hari sebelumnya. Dan itu tandanya pencarian buku itu harus segera
di hentikan atau setidaknya ditunda beberapa jam.
Akiyoshi memandang dari belakang
dengan rasa bersalah. Mungkin saja saat ini Rin merasa sangat resah dan tidak
bisa tenang karenanya. Diambilnya handphone secara diam-diam lalu di buka foto
Rin kemarin saat dikantin. Akiyoshi tersenyum menatap wajah Rin saat itu yang
sedang melahap sandwich sayuran. Wajahnya sangat manis, tapi misterius karna
sama sekali tidak menunjukan ekspresi. Tanpa sadar bel istirahat berbunyi keras
di telinga Akiyoshi seraya membuyarkan semua lamunannya tentang Rin. Semua
murid langsung berjalan menuju kantin termasuk Rin dan Michi. Tinggal lah ia
sendiri di kelas. Rasanya ia tidak nafsu makan saat ini. Dipakainya earphone
yang terputar music slow milik Yui. Sambil menutup mata, ia ikut terlarut dalam
lantunan harmoni yang menenangkan pikiran itu.
“Akiyoshi-kun”,
terdengar samar suara orang yang memanggilnya di tengah-tengah music yang ia
dengarkan namun ia tetap menutup mata dan bersikap tidak peduli, mungkin hanya perasaanku saja. Katanya
dalam hati.
“KETUA KELAS!!”,
suara yang sekarang berhasil membuat Akiyoshi membuka mata dan melepaskan
earphonenya. Dilihatnya bingung Michi dan Rin yang sudah ada di depannya itu.
“kami menunggumu
sejak tadi di depan kelas untuk mengajakmu kekantin, kenapa kau tidak bilang
kalau kau tidak akan keluar kelas?!”, kata Michi kesal.
“eh? Jadi kalian
menungguku? Kenapa tidak bilang?”, kata Akiyoshi balik bertanya.
“eggrr, sudah
lupakan! Mau makan bersama kami tidak?”,kata Michi sambil sedikit melirik Rin
yang ada di sampingnya. Rin hanya menatap Akiyoshi dengan penuh harap. Akiyoshi
yang awalnya tidak mau makan, melihat Rin yang mengajak makan bersama tiba-tiba
perutnya terasa lapar.
“ok baiklah”.
Jawaban pasti Akiyoshi sambil berdiri. Dan akhirnya mereka bertiga pergi ke
kantin bersama.
“Rin mana?”, Tanya
Akiyoshi pada Michi yang duduk di depannya di bangku tempat makan kantin.
“Sedang mengambil
susu kotak untuk kita”, jawab Michi santai dan langsung di jawab dengan
anggukan mengerti dari Akiyoshi. “ehhmm, Akiyoshi-kun”, kata Michi pelan
“iya Michi-san”
“kau menyukai
Rin-chan ya?”, fonis Michi sambil menunjuk wajah Akiyoshi dengan sumpit
mie-nya.
“ti…tidak, kata
siapa?”, jawab Akiyoshi kaget sambil memalingkan pandangannya pada yang lain
sehingga wajahnya yang mulai merah tak Nampak jelas di mata Michi.
“Bohong banget!
Aku tau kalau kau suka pada Rin, ayolah Akiyoshi-kun… aku sudah berteman
denganmu sejak lama mana mungkin aku masih salah menilai perasaanmu. Sekarang
kau mengaku saja padaku”, tuntut Michi
“oke aku mengaku,
aku menyukai Rin bahkan sejak pandangan pertama”. Aku Akiyoshi.
“hehe.. begitu
donk”, cengir Michi “mau kubantu?”, lanjut Michi dengan tatapan penuh keyakinan
pada Akiyoshi yang pipinya dipenuhi garis-garis merah.
“kau? Yang benar
saja. Memangnya kau bisa apa?”,kata Akiyoshi meremehkan. Michi mengerucutkan
bibirnya.
“hei !! jangan
meremehkan aku ! aku kan hanya ingin membantumu. Hari ini sepulang sekolah aku
dan Rin akan pergi ke festival musim panas”, jelas Michi.
“jadi kalian
sering pergi bersama?!”. Tanya Akyoshi tak percaya. Ia tak menyangka bahwa Michi
dan Rin sudah sangat dekat. Padahal baru satu hari kenal.
“Yup ! kalau kau
mau, aku punya rencana agar kalian berdua bisa dekat, sini!”, kata Michi seraya
tangannya menarik Akiyoshi dan membisikan sesuatu. Tergurat langsung senyuman
lebar dibibir Akiyoshi. Sepertinya ia setuju dengan rencana Michi.
Diperhatikannya Michi dan Akiyoshi
yang sedang bergurau. Michi tertawa lepas dan Akiyoshi tersenyum senang.
Tiba-tiba Rin merasa tubuhnya jatuh dalam lubang hitam yang membawa dirinya
dalam gelap masa lalu. Ia seakan melihat bayangan dirinya duduk disebuah kursi
café di Osaka dengan seporsi cake chocolate yang sangat lezat kesukaannya.
Tiba-tiba dari belakang datang seorang pria yang langsung memeluk Rin dan
mencubit pipinya yang kemerahan. Lalu pria itu duduk bersebrangan dengan Rin
dan mulai bergurau seperti biasanya. Membicarakan tentang apa saja yang akan
mereka lakukan hari itu sambil terus tersenyum senang. Ia melihat bayangan
dirinya yang tertawa lepas dan pria itu tersenyum senang. Akiyoshi-kun katanya dalam hati. Seketika matanya mulai
berkaca-kaca namun air mata nya tetap tertahan. Akiyoshi-kun… kenapa aku masih saja memikirkanmu? Tanyanya dalam
hati seraya tangannya yang semakin erat memegang nampan berisi tiga kotak susu
dan satu porsi sandwich isi sayuran.
“Rin-chan ! sedang
apa kau disitu? Ayo sepat kesini!”, ajakan Michi membuyarkan semua lamunan Rin.
Dengan cepat Rin kembali berjalan dan duduk disebelah Michi. Setelah memberikan
susu kotak pada Michi dan Akiyoshi, tanpa basa-basi Rin langsung menyantap
sandwichnya.
“Rin-chan, hari
ini kita jadi ‘kan pergi ke pameran musim panas?”, Tanya Michi santai. Rin hanya
menjawab dengan sedikit anggukan.
“katanya Akiyoshi
ingin ikut bersama kita nanti, bolehkan?”, lanjut Michi.
Rin menghentikan aktivitas makannya.
Dia mencoba mencerna makanannya dalam perut sekaligus mencerna kata-kata Michi
dalam otak secara perlahan.
Akiyoshi mau ikut? Tanyanya dalam hati seraya memandang Akiyoshi
dan Michi secara bergantian. Diambilnya segera handphone dan dengan lihay Rin
mengetik sms. Beberapa saat kemudian handphone Michi bergetar dan dengan segera
ia mengambilnya. Ada sms masuk…
From : Rinnyan~:3
Apa tidak apa-apa kalau Akiyoshi ikut?
Michi terdiam
sebentar sambil memandang layar handphonenya. Sedangkan Rin terus memandang Michi
menunggu jawaban. Michi bingung harus menjawab apa, Rin ‘kan belum mengenal Akiyoshi.
Tapi demi suksesnya rencana yang ia susun bersama Akiyoshi tadi, ia harus bisa
meyakinkan bahwa Akiyoshi tidak berbahaya
“tentu tidak
apa-apa Rin-chan! Akiyoshi itu orangnya baik, benarkan Akiyoshi-kun?”, kata Michi
sambil menyenggol Akiyoshi dengan sikutnya. “lagipula semakin banyak orang yang
ikut, itu akan semakin seru, Rin!”, lanjut Michi dengan penuh semangat.
“jadi aku boleh
ikut ‘kan?”, Tanya Akiyoshi meyakinkan. Rin tampak berfikir sejenak hingga
akhirnya diakhiri dengan anggukan setuju dari Rin.
bersambung...
ini adalah cerpen pertama yang saya publikasikan...
jadi mohon kritik bila ada kesalahan atau koment bila ingin memberi masukan
terimakasih sudah membaca