Sabtu, 12 Januari 2013

cerpen - lebih dari teman


holaaaa!! kali ini Rin-chan buat cerpen yang terinspirasi dari lagu nya JKT 48 - Gomen ne SUMMER, OK! met baca yaa !!

..Lebih dari teman..

                Kanvas yang semula berwarna putih kini mulai kuolesi oleh beberapa olesan cat. Aku hanya sendiri, melukis di pinggir pantai. Di temani oleh ombak yang membawa alunan harmoni pantai dan hembusan angin laut yang melambaikan rambut hitam panjang milikku. Bukan lautan yang ku lukis. Bukan pula butiran pasir pantai yang ku gambar. Bahkan aku juga sama sekali tidak melukis jajaran batu karang indah di pinggir pantai. Aku sama sekali tidak tertarik melukis pantai. Aku hanya sedang ingin melukiskan cintaku yang tidak terbalas. Rasa cinta yang hingga kini tidak dapat ku ungkapkan lewat kata-kata.
“Naomi !!”, panggil seseorang dari kejauhan.
                Tanpa di lihat pun Aku sudah tahu kalau yang memanggilku tadi Mitsuru, teman satu kelasku. Dengan cepat aku membereskan perlengkapan melukisku(lagi pula lukisannya sudah jadi) dan berjalan cepat menuju Mitsuru.
“Loh kok lukisannya di beresin sih?”, Tanya Mitsuru akrab.
“ahh gak apa-apa, udah selesai kok”, tiba-tiba aku merasa wajahku memerah, ahh mungkin efek musim panas.
Aku mengikutinya jalan menuju salah satu batu karang. Kita memang sudah ada janji tuk bermain di pantai sore ini. Di pundak kananku ada tas selendang berisi peralatan melukis sedangkan tangan kananku memegang kanvas. Aku berjalan satu langkah di belakang Misturu. Ya… aku memang selalu memperhatikannya dari belakang, setiap hari. Tak dapat ku pungkiri kalau aku sangat sangat sangat menyukainya. Ia duduk di karang dan aku mengikutinya duduk di sebelahnya. Mitsuru menatap lurus pantai. Pantai di sore hari memang sangatlah indah. Tapi tak akan seindah hatiku bila aku bisa memiliki pria yang duduk di sebelahku ini.
“ahh indah sekali ya!”, kata Mitsuru tanpa memperhatikan wajah penuh harap yang ku berikan padanya.
“umm”, aku terus memperhatikannya.
                Dalam hatiku, aku ingin sekali menyentuh wajahnya lembut. Mengusap keringat yang ada di wajahnya dengan penuh kasih sayang. Sayangnya aku terlalu malu tuk melakukannya. Aku hanya membayangkan hal itu terjadi di dalam mimpiku. Memang, aku telah menjadi gila karenanya.
“Naomi, kau tahu ‘kan gadis yang sering ku ceritakan?”, Mitsuru melirik ke arahku, dan tentu saja aku memalingkan pandanganku ke arah pantai.
“ya, memangnya kenapa dengan gadis itu? kau masih mencintai gadis itu?”, aku mencoba bersikap ‘biasa aja’ bila mitsuru sedang membicarakan gadis yang ia suka.
“ya tentu saja”, kita berdua kembali diam. Terus memperhatikan ombak yang sedikit demi sedikit telah menyapu pantai.
Dalam diam, aku terus memperhatikan wajahnya dari pinggir. Rasanya aku ingin menangis. Menyesal karena aku hanya menjadi teman Mitsuru, padahal aku menginginkan lebih. Yang sejak pertama kali kita bertemu, aku sudah diam-diam menyukainya. Aku selalu mengincarnya. Memperhatikan wajahnya sudah menjadi kebiasaanku sehari-hari. Tak henti aku menjadi teman berbagi yang selalu menemaninya. Sayangnya ia hanya menganggapku temannya. Mitsuru… sampai kapan aku harus begini?
“aku akan membuat gadis itu menjadi milikku hari ini”, lanjut mitsuru pelan.
                Aku tidak menjawabnya, aku takut suaraku terdengar bergetar karna menahan tangis. Walau hanya teman terasa sangat sedih. Ku paksakan melukis sebuah senyuman agar Mitsuru senang. Ia melihat kearahku. Kenapa tiba-tiba jantungku berdegup hebat? Oh tidak! Aku harus tenang. Aku memberanikan diri tuk membalas tatapannya.
“kamu kenapa Naomi?”, Tanya Mitsuru.
“ng—nggak apa-apa k—kok”, aku  gugup.
Tapi Mitsuru terus memandangku, dan aku tidak dapat menolak tatapannya. Aku menatap Mitsuru sayu. Di balik mataku ada cinta yang tersembunyi. Di balik senyumku ada hati yang terus mengharapkan cinta darinya. Setiap hari aku selalu mencoba mendekati hatinya. Sayangnya Mitsuru menyukai gadis lain. Dan sekali lagi tidak dapat kupungkiri kalau aku selalu menunggunya. Menunggu Mitsuru menyadari apa yang selama ini kurasa.
“jangan bohong!”, Mitsuru mengkerutkan keningnya.
“apa aku keliatan bohong?!”, aku mengkerucutkan bibirku.
                Mitsuru tersenyum geli melihatku. Dan aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Setelah ia menjadikan gadis itu miliknya, aku hanya akan berada semakin jauh dari Mitsuru. Jauh sekali hingga akhirnya tak terlihat dan lalu Mitsuru akan melupakan aku. Tidak, aku tidak boleh seperti ini. Aku harus kuat!
“hanya saja…”, aku menggantung kata-kataku.
“hanya saja apa?”, Mitsuru penasaran.
“hanya saja hari ini kau Nampak jelek! Jelek banget!”, aku mengejeknya dan tertawa.
“hah?! Apa kau bilang?!”, aku melepas sepatuku dan pergi berlari dan tertawa dan tetap menyembunyikan perasaanku dan mencoba bersikap seperti biasanya.
Mitsuru mengejarku dan berusaha menangkapku. Dan aku terus berlari menghindarinya sambil tertawa. Ku mohon, aku ingin tetap selamanya seperti ini. Aku sangat nyaman. Namun tiba-tiba dadaku kembali terasa sakit. Ya menahan perasaan cinta itu kaya nahan kentut. Kalau di tahan terus bakal jadi penyakit, tapi kalau di keluarin malu. Serba salah jadinya. Aku mengencangkan langkah kakiku hingga akhirnya Mitsuru tertinggal jauh di belakangku. Aku tetap berlari sekuat tenaga.
                Aku berusaha melarikan diri darinya. Aku takut kalau tiba-tiba aku menangis di hadapannya. Aku berhenti berlari tepat di tepi pantai. Bersama habisnya nafas, debaran ini semakin terasa menyakitkan. Ku pandangi birunya air laut yang menyerupai kasih sayang. Menghabiskan waktu sore dengan menghitung banyaknya deburan ombak yang menghampiri kakiku. Menghitung deburan ombak memang tak akan ada habisnya. Sama seperti perasaanku, walau apapun yang akan terjadi. Perasaan ini akan terus berlanjut. Aku berjalan sendirian. Selagi Mitsuru belum sampai disini, aku terus merenung. Memikirkan hal apa yang aku lakukan bila Mitsuru sudah bersama gadis itu. apa yang harus aku lakukan ?!. ini semua karna aku terlalu lemah. Aku tak mampu tuk bilang suka padanya. Aku berhenti menapakan kakiku. Kulihat butiran pasir pantai yang putih. Memaksaku tuk minta maaf pada diriku sendiri. Dan pada rasa sayang yang terlalu dalam.
                Ku pandang langit keemasan. Sudah tidak ada lagi harapan untuk ku dan Mitsuru. Juga soal perasaanku.tidak apa-apa, mulai sekarang aku akan merelakannya. Aku akan tetap mencintai Mitsuru walau dia mengalihkan hatinya untuk orang lain dan melupakan aku. Aku tak menyesal ataupun dendam. Tetap ku jaga perasaan ini sebab aku pernah menjalani hidup bahagia bersamanya, ya seperti tadi. Walau tak terbalas sampai seperti saat ini, aku akan tetap mecintainya. Takkan ada yang dapat menghentikannya. Aku takkan lagi menuntut Mitsuru agar berbalik menyukaiku. Aku takkan mengharapkan apapun lagi… Mitsuru sampai disini, disampingku.
“haah… larimu cepat sekali sih!”, kata Mitsuru.
“itu pujian ‘kan?”, jawabku santai.
“haha, kau ini!”, Mitsuru merangkulku. Deg perasaan itu muncul lagi.
“oiya, aku penasaran. Siapa sih nama gadis yang kau suka?”
“yang ku suka yang mana?”, Mitsuru pura-pura pikun.
“yang sering kau ceritakan padaku!”
“benar kau ingin tahu?”, dia semakin menggodaku.
“cepat kasih tahuuu~”, dan aku mulai gemas sama tingkahnya.
“gadis yang ku suka itu….”, Mitsuru menggantung kata-katanya.
                Ayo cepat katakan Mitsuru!, walau sebenarnya hatiku akan hancur bila mendengarnya. Tapi karna sudah terlanjur sakit, ya sudah… biar sakit saja sekalian. Dengan begitu seiring berjalannya waktu hati ini akan sembuh dan aku akan mendukung Mitsuru bersama gadis itu. aku memandang Mitsuru geregetan. Kenapa harus pakai lama-lama sih!
“gadis yang ku suka itu namanya Naomi”, Mitsuru memandang ke arahku.
“eh?”
“dan aku mengharapkannya lebih dari teman”, lanjutnya lagi.
Dan aku tidak bisa berkata apa-apa…

…TAMAT…
BY : CAMELIA ATHENA KHARIN

Rabu, 09 Januari 2013

cerpen - my first kiss with ghost chapter 1


cerpenku kali ini terindpirasi dari mimpi aku, OK met baca :)
jangan lupa kritik kalau ada kesalahan

..My First Kiss with Ghost?..

          Sekali lagi… dengan bosan ku memutar bola mataku. Tentu saja, siapa juga yang tidak bosan mendengarkan kisah cerita cinta yang bahagia seharian non stop. Ya non stop !. di hari pertama liburan, aku bersama Katerin, saudaraku, akan pergi ke Negara bagian tuk berlibur di rumah bibi Joe. Karena kondisi uang yang sangat minim, aku dan Katerin memutuskan tuk pergi menggunakan kereta api. Dan selama di perjalanan Katerin tidak bosan-bosannya menceritakan kisah cintanya bersama pacar barunya.
“Cam, tau ga sih. Setelah dia berkenalan dengan orang tua aku dan—”, oceh Katerin.
“Kat, bisakah kau berhenti mencerikan kisah membosankan-mu itu?!!”, potongku judes yang mulai tidak tahan karena telingaku sakit mendengarkan cerita konyolnya.
“haah kau ini Cam”, jawab Katerin menyerah, sepertinya ia tidak tahan dengan tatapan sinisku.
Akhirnya setelah seharian telingaku panas karena cerita menjijikan dari Katerin, gadis berkulit putih plus cerewet yang duduk di kursi sebelahku ini berhenti mengoceh juga. Dan aku tidak berhenti-berhentinya bersyukur karena Tuhan telah mendengarkan doaku yang berharap Katerin berhenti mengoceh. Ternyata Tuhan memang benar-benar mengabulkan doa orang yang teraniaya.
          Kereta apinya berhenti di stasion dekat rumah bibi Joe. Tidak ada yang menjemput kami. Itu karena kami sama sekali tidak memberitahukan kepada bibi Joe soal kedatangan kami. Selain takut membuat repot bibi Joe, kami juga ingin membuat sedikit kejutan untuk bibi Joe. Ohh ya, aku lupa memperkenalkan diriku. Namaku Camelia Bridle, umur 15 tahun, aku biasa di panggil Cammy atau Cam (lebih singkat) seperti cara Katerin memanggilku tadi. Saat ini kami sedang berjalan menuju bukit kecil tempat rumah bibi Joe berdiri.
“apa kau tidak salah rumah Cam?”, Tanya Katerin setelah beberapa saat langkah kami terhenti di salah satu rumah di bukit itu.
“ku rasa tidak, aku yakin betul ini rumahnya !”, jawabku yakin. Walau aku sudah bertahun-tahun lamanya tidak datang kemari. Tapi aku masih hafal betul bentuk rumah bibi Joe yang kuno dan klasik.
          Aku membuka pintu gerbang rumah bibi Joe yang sudah berkarat itu dan perlahan masuk. Katerin membuntut di belakangku. Kalian tahu rasanya menginjakkan kaki di depan rumah hantu? Itulah yang kurasakan setelah menginjakan kaki di teras rumah tua bibi Joe. Ting Tong, aku menekan bel rumah itu. lama sekali… tidak ada yang membukakan pintu rumahnya. Aku menekannya lagi beberapa kali, dan kurasa itu berhasil. Aku mendengar suara langkah kaki kecil dari dalam rumah, dan aku yakin sekali kalau itu adalah bibi Joe. Krieeett perlahan pintu itu terbuka. Terlihat seorang wanita paruh baya berdiri dan menatap kami dari balik pintu.
“BIBI JOE !!”, pekik kami berdua(aku dan Katerin) setengah berteriak.
“Cammy, Katerin?!! Apa itu benar kalian?”, Tanya bibi Joe tak kalah kerasnya dengan pekikan kami.
          Setelah beberapa saat kami berbasa basi bersama bibi Joe di teras rumah, bibi Joe mempersilahkan kami masuk. Ya… rasanya aku sudah tidak sabar merebahkan bahuku yang pegal di sandaran sofa empuk karena membawa perlengkapan menginap selama beberapa hari di dalam tas gendong hitam berpolet pink kesayanganku. Setelah bertemu dengan sofa di ruang tamu rasanya aku tidak sabar lagi tuk duduk. Kukira hanya aku yang berfikiran seperti itu, ternyata Katerin juga. Dengan cepat kami berdua menyambar sofa itu dan duduk. Menyimpan tas di lantai dan merasakan kenyamanan yang tidak kami rasakan di kereta api tadi. Bibi Joe ikut duduk di salah satu sofa dan membawakan kami kue jahe dan teh hangat. Hidangan jamuan yang pas di saat matahari sudah tenggelam dan udara mulai terasa dingin.
“kenapa kalian tiba-tiba berkunjung kemari?”, Tanya bibi Joe pada aku dan Katerin dengan lembut.
“karena kami kangen sama bibi Joe”, jawab Katerin dengan ceria. Aku tidak menjawab karena sibuk meneguk teh hangat milikku.
“ohaha”, tawa bibi Joe yang khas dengan suara beratnya. “aku ingat terakhir kali kalian datang kemari, saat itu kalian kelas 2 SD. Kalian masih terlihat manis dan imut, kalian selalu berebut potongan terakhir kue jahe buatan ku. Dan sekarang coba apa yang kulihat? Dua gadis cantik yang mulai beranjak dewasa. Apa kalian sudah memiliki pacar?”, lanjut bibi Joe.
“tentu saja aku sudah punya, tapi Cammy belum. Bibi tau kan kalau dia itu manusia anti cowok?”, cerocos Katerin. Aku tidak menanggapinya, aku hanya melirik saudaraku yang cerewet ini tajam dan lalu tersenyum pada bibi Joe. Aku terlalu capek tuk bertengkar dengan Katerin hari ini.
“oiya? Bisakah kau menceritakan hal itu pada bibi?”, Tanya bibi Joe pada Katerin yang langsung di sambut dengan anggukan semangat dari Katerin.
Ohh tidak, Katerin mulai lagi dengan cerita cinta bahagianya. Aku memutar bola mataku bosan untuk yang kesekian kalinya. Ayolah, aku harus mendengarkan cerita memuakan itu lagi?.
“emh, bibi Joe. Bolehkah aku pergi kekamarku duluan, aku sudah merasa sangat capek hari ini”, kataku memotong cerita super duper panjang Katerin.
“tentu saja Cammy, kamarmu ada di lantai dua. Kau bisa langsung kesana”, kata bibi Joe pengertian.
“terimakasih bibi Joe”, ucapku sambil berdiri dan meraih tas gendongku yang tergeletak di lantai.
“oiya, tapi kau harus membereskan kamar itu sendiri, karena kalian tidak memberitahuku soal kedatangan kalian, aku jadi tidak bisa menyiapkan kamar untuk kalian” kata bibi Joe setelah aku melangkahkan kakiku keluar dari ruang tamu.
          Katerin tidak membuntut di belakangku. Ia masih tenggelam bersama cerita cinta bodohnya. Dan aku hanya berjalan sambil menggandeng tas yang beratnya gak ketulungan. Mungkin karena capek, aku merasa membawa setumpuk batu sungai dan mengiringnya menuju kamar di lantai dua. Ada banyak kamar di lantai dua, tapi sejak dulu aku selalu memilih kamar paling ujung. Namun aku merasa ada hawa aneh setelah langkahku sampai di depan kamar itu. dan hawa itu kini telah berhasil membuat bulu kudukku berdiri. Rumah ini sudah cukup tua, tidak heran kalau penghuninya bukan bibi Joe saja. Namun pikiran itu segera aku usir sebelum aku jatuh pingsan karena ketakutan. Mana ada hantu !. perlahan ku buka pintu kamar itu. Krieeetttt….. suara decitan pintu itu terdengar seperti suara pintu rumah dalam kisah-kisah misteri. Haah… ini hanya hayalanku saja…
“Haloo”, kataku sambil melangkah masuk. Tuh ‘kan tidak ada siapapun di sini.
          Kini aku mulai merasa tenang. Tidak ada yang aneh dengan kamar ini. Setelah menaruh tasku di atas meja rias, aku segera mendudukkan diri di kasur. Kamar ini tidak terlalu berantakan, selain itu semua barang-barang yang ada disini terlihat sangat bersih. Sepertinya bibi Joe membersihkan kamar ini setiap hari. Lalu kenapa bibi Joe menyuruhku membereskan kamar?
“apanya yang harus di beresin coba? Orang kamar ini sudah rapih dan bersih”, tanyaku pada diriku sendiri.
“itu karena aku selalu membereskannya setiap hari !”, tiba-tiba ada yang menjawab pertanyaanku. Suara mengerikan yang ada tepat di belakangku.
Aku menoleh ragu kebelakang, pergerakannya terasa sangat lambat seperti adegan slow motion dalam film-film. Namun aku tetap memberanikan diri menoleh kebelakang. Eh? Tidak ada apa-apa. Aku kembali meluruskan pandanganku dan tiba-tiba…
“Boo”
“kyaaa~”, jeritku kaget.
“tidak tidak… ku mohon jangan teriak !”, kata sosok yang mengagetkanku tadi sambil membungkam mulutku dan merengkuh tubuhku.
Ku perhatikan sosok itu, dia seorang pria yang sedikit tembus pandang! Ohh tidak sosok apa ini? Apa pria ini hantu? Seseorang tolang aku! Aku menggerak-gerakan seluruh badanku mencoba memberontak, tapi itu tak berhasil. Kekuatan hantu pria itu terlalu besar. Akhirnya setelah lama ku lakukan usaha yang sia-sia, aku berhenti memberontak. Capeeekkk.
“nah begitu diam”, kata sosok itu lagi dan mulai melonggarkan rengkuhannya. Dia melepaskanku.
“ka…kau si—apa?”, tanyaku takut. Aku masih sedikit shock dengan kejadian ini.
“aku? Kau Tanya aku siapa? Apa kau tidak lihat aku ini apa?”, sosok itu berbalik bertanya padaku.
“kau hantu?”, tanyaku lagi.
“ohh tidak-tidak, aku bukan hantu. Tapi roh!”, jawab sosok itu sambil mendekatiku. Tentu saja aku segera menjauh.
“gak ada bedanya kan”, kataku sambil menatap sosok itu malas dan berjalan menghampiri pintu lalu membukanya. “OK ! kau bisa pergi sekarang !” lanjutku mengusir sosok itu dengan halus.
“hah? Pergi? Maksudmu kau mengusirku?”
“menurutmu?”
“aku tinggal di kamar ini selama bertahun-tahun bersama bibi Joe. Mana bisa kau mengusirku begitu saja! Lebih baik kau saja yang keluar!”, kata hantu menyebalkan itu tidak mau mengalah padaku.
“tunggu… aku kenal bibi Joe? Apa bibi Joe bisa melihatmu juga?”
“tentu saja”
“bagus, kalau begitu akan ku adukan kau pada bibi Joe!”, kataku sambil berjalan cepat keluar kamar menuju ruang tamu.
          Aku melihat hantu menyebalkan itu melayang mengikutiku dari belakang dan aku sama sekali tidak peduli. Aku cepat-cepat menuruni tangga dan berlari kecil menuju ruang tamu. Aku takut hantu sialan itu mendahuluiku. Aku melihat bibi Joe masih duduk setia mendengarkan cerita bodoh dari Katerin. Dan Katerin… ohh jangan tanyakan dia, aku malas menceritakannya.
“BIBI JOE!!” teriakku.
“owh ada apa Cammy?”, bibi Joe tampak kaget.
“bibi Joe, ada hantu menyebalkan yang tinggal di kamarku dan dia tidak mau pergi!”, kataku.
“hantu? Haha jangan bodoh Cam. Kita semua tahu kalau disini tidak ada hantu!”, kata Katerin menyela pembicaraan ku dengan bibi Joe dengan nada mengejek. Aku geram melihat wajah Katerin seperti itu.
“kata siapa tidak ada?”, kata hantu menyebalkan itu pada Katerin tiba-tiba. Katerin terlihat sangat shock melihat hantu itu.
“HANTUU!!”, teriak Katerin dan lalu pingsan.
“dasar penakut”, kata hantu itu dan lalu terbang menghampiri aku dan bibi Joe.
          Aku melihat  hantu itu sebal dan bibi Joe tampak tenang-tenang aja. Sebenarnya ada untungnya juga hantu itu ada. Dia bisa membuat Katerin diam untuk beberapa saat. Semoga saja saat Katerin tersadar keajaiban datang dan Katerin berubah jadi sedikit pendiam. Amiinn…
“itu dia hantunya bi. Tolong usir dia dari kamarku, dia sangat menyebalkan”, kataku mengadu.
“Ken… kau berulah lagi?!”, kata bibi Joe pada hantu itu.
“haha, habisnya gadis ini manis bi”, jawab hantu itu.
Aku memandangi mereka berdua secara bergantian. Ken? Jadi nama hantu itu Ken. Bibi Joe dan hantu menyebalkan itu nampaknya sangat akrab. Ternyata benar kata hantu itu, ia sudah tinggal bersama bibi Joe bertahun-tahun. Tapi untuk apa aku mempedulikannya.
“ekhem, bisa aku kembali ke kamar? Aku mau istirahat. Bibi kau bisa memastikan hantu ini tidak datang lagi ke kamarku kan”, kataku memelas pada bibi Joe dan lalu mulai berjalan pergi.
“ohh tidak bisa, aku yang lebih dulu tinggal di kamar itu, jadi kamar itu milikku”, cegat Ken.
“kau pikir kapan terakhir kali aku datang kemari?. Itu jauh sebelum kau ada! Dan aku sudah menginap di kamar itu, jadi kamar itu milikku”, aku tidak mau kalah.
“hei sudah-sudah!”, potong bibi Joe. “kalian bisa berbagi kamar itu kan?”, lanjutnya lagi.
“bibi Joe, itu ide yang bagus!”, kata Ken tertarik.
“oh tidak bibi. Itu ide yang sangat buruk”, dan aku menentang ide itu.
“ini sudah sangat malam, sebaiknya kalian segera selesaikan masalah kalian dan cepat tidur”, kata bibi Joe.
          Kami berdua (aku dan Ken) sama-sama terdiam. Ya… mau bagaimana lagi, mau tidak mau aku harus setuju dengan usul bibi Joe. Tubuhku sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk lebih lama berdebat dengan hantu menyebalkan itu. selagi bibi Joe mengurus Katerin, aku dan Ken segera naik ke atas. Berbagi kamar dengan Ken, kurasa tidak terlalu buruk. Dia hanya hantu yang wajahnya tidak terlalu menakutkan. Kami sama-sama diam membatu ketika sampai di kamar. Disana hanya ada satu ranjang tidur dan satu kamar mandi. Ini memang kamar untuk satu orang. Tapi aku tidak peduli dengan Ken. Aku langsung merebahkan diri di atas ranjang dan menutup mataku.
“ken”, panggilku pada hantu itu. aku masih menutup mataku.
“iya?”, jawabnya, suaranya  sangat dekat denganku. Kurasa dia ada di sampingku.
“kau tidak akan tidur disampingku ‘kan?”, tanyaku tanpa berani membuka mata.
“haha, tentu saja tidak. Kami para roh tetap terjaga 24 jam”, jawab Ken ceria.
“baguslah kalau begitu, aku bisa tidur tenang sekarang”.

          Sinar matahari yang masuk melalui jendela berhasil menarikku keluar dari alam mimpi dan terbangun. Perlahan kubuka mataku dan kulihat sekeliling kamarku. Hantu itu tidak ada dimanapun sejauh aku memandang. Aku turun dari tempat tidurku dan berjalan menuju balkon kamar. Udara segar khas pedesaan langsung menyambutku. Kututup mataku, menghirup dalam-dalam udara segar yang tak ada di kota dan kuhembuskan melalui mulut secara perlahan. Saat ku buka mataku…
“Boo”
“Kyaaa~!!”, jeritku kaget.
Lagi-lagi hantu menyebalkan itu mengagetkanku. Aku melihat wajah hantu itu sebal, dan dia hanya tersenyum jahil.  Tampan , tiba-tiba batinku meloncatkan kata-kata itu sampai otakku ikut kepeleset. memang harus ku akui, kalau saja dia bukan hantu mungkin wajahnya akan terlihat tampan. Eh tunggu, apa yang aku fikirkan sih?
“bwhahahaha, kau masih saja kaget melihatku”, kata Ken sambil tertawa puas.
“mungkin aku tak akan teriak bila kau tidak muncul tiba-tiba !”, jawabku sinis dan lalu berjalan kesal keluar kamar menuju ruang makan.
          Aku tidak menemukan bibi Joe dimanapun. Di ruang makan, ruang tamu, kamar, dan di seluruh rumah tak ada manusia lain selain aku. Padahal perutku sudah berteriak-teriak minta di beri sarapan lezat. Aku duduk di kursi meja makan sambil memandang meja makan yang tak ada makanannya lemas. Tiba-tiba Ken—si hantu menyebalkan itu datang dengan santai. Apa lagi yang akan dia lakukan sekarang?. Aku tidak mengatakan apapun, hanya menatap Ken dengan tajam dan memperhatikan setiap tingkahnya. Tunggu? Apa yang akan di lakukan Ken dengan semua peralatan dapur itu?
“kau suka pan cake? Akan ku buatkan itu untukmu”, Ken berbiacara padaku dengan tangan gaibnya yang sibuk membuat adonan pan cake.
“memangnya kau bisa memasak?”, tanyaku meragukan.
“tentu saja, setiap hari aku membantu bibi Joe untuk memasak, mencuci, membereskan kamar dan pekerjaan rumah lainnya”, jawab Ken ringan.
“bibi dan Kat kemana?”
“mereka pergi ke pasar”
Ken mulai menaruh adonan itu di pan, dan harumnya sangat lezat. Aku sudah tidak sabar tuk mencicipinya. Ternyata ada juga sisi baik dalam diri ken. Ku kira dia hanya hantu menyebalkan+jail yang tidak berguna. Ternyata itu salah.
“pan cake ala Ken sudah jadi, silahkan di cicipi nona cantik”, kata Ken sambil menyodorkan pan cake yang baru di angkat dari pan berlumuri saus madu. Dengan penuh keraguan, ku coba memakan pan cake itu. rasanya WOW.
“ini sangat enak Ken. Aku tidak percaya kalau hantu ternyata bisa masak”, pujiku (walau sebenarnya aku malas tuk mengakui kehebatannya)
“terimakasih”, jawab Ken dengan gaya lebay dan membungkukan badannya.
          Aku melanjutkan lagi sarapan lezatku. Ken duduk di kursi yang bersebrangan denganku dan terus memperhatikan aku. Meskipun aku mencoba bersikap seolah aku tidak menyadarinya. Namun tetap saja aku merasa berdebar-debar bila di perhatikan terus.
“oiya, apa Kat masih ketakutan bila melihatmu?”, Tanya ku santai.
“apa maksudmu gadis penakut itu?, ya… tadi pagi dia sudah pingsan sebanyak 3 kali saat melihatku. Dan akhirnya bibi Joe menyuruhku menghilang di hadapan Kat”, jawab Ken tak kalah santainya dari aku.
“haha begitu ya”
“heh, kamu kan cewek, kenapa kamu gak bisa buat sarapanmu sendiri?!!”
“aku tidak mau mengotori tanganku!”, jawabku nge-les , aku tidak mau bilang kalau aku tidak bisa masak.
“benarkah?”, Ken mulai menggodaku lagi.
“tentu saja! Kau sendiri, aku curiga bahwa kau sebenarnya bukanlah hantu! Buktinya kau bisa menyentuhku dan semua perabotan di rumah ini”
“memang bukan hantu, tapi Roh”
“apa bedanya sih? Sama-sama makhluk gaib ‘kan?!”
“tentu saja beda! Kalau hantu, arwah manusia yang sudah mati, sedangkan roh…”, Ken tidak melanjutkan kata-katanya. “sudahlah, kita bicarakan yang lain saja!”, lanjutnya. Kini aku melihat wajah Ken yang sedikit berbeda dari biasanya. Tapi… apa peduliku sih?
“aHa ! kau kalah !”, godaku sambil cekikikan.
          Beberapa saat kemudian aku mendengar ada seseorang yang masuk rumah. Aku langsung berlari menuju ruang depan. Ternyata itu bibi Joe dan Katerin. Mereka membawa banyak sekali belanjaan. Tentu saja… mereka kan baru pulang dari pasar. Aku melihat sekelilingku, Ken menghilang.
“Cam, kau pasti tidak percaya!”,kata Katerin dengan mata berbinar-binar.
“memangnya apa?”, tanyaku singkat.
“aku dibilang cantik oleh teman bibi Joe tadi di pasar”
“dan sekarang aku benar-benar tidak percaya”, tembalku dingin dan lalu membantu bibi Joe membawa belanjaan ke dapur.
“oiya, apa kau tidak melihat hantu? Kau dari tadi sendirian di rumah ini?”, Tanya Kat, aku sungguh kasihan padanya. Pingsan 3 kali bukan hal yang bagus dan aku tidak mau membuatnya pingsan untuk yang ke-4 kali karna aku menceritakan semua tentang ken.
“jangan bodoh Kat, hantu itu tidak ada”, jawabku. Dan Kat menjawabnya dengan kerucutan bibir pertanda dia tidak suka dengan jawaban yang ku beri.
“Cammy, kau sudah sarapan?”, Tanya bibi Joe menyela pembicaraanku dengan Kat.
“ahh sudah, tadi Ken yang membuatkannya”, jawabku santai. Oops, aku keceplosan soal Ken di hadapan Katerin. Ohh tidak.
          Bibi Joe mengerutkan keningnya sambil menatapku dalam. Dan aku mengerti maksudnya untuk tidak menceritakan tentang Ken pada Katerin. Haduh, aku harus mencari alasan untuk menjelaskannya pada Katerin. Katerin ikut-ikutan memandangi aku, tatapannya tatapan curiga.
“Ken itu siapa Cam?”, Tanya Kat polos.
“ahh dia tetangga sebelah”, kata bibi Joe membantuku.
“engh iya, itu benar Kat. Dia baik sekali kan mau membantu membuatkan sarapan untukku?”, kataku.
“emh iya, sangat baik. Aku curiga kalau dia menyukaimu. Maksudku, seorang cowok mau membatu cewek yang lagi sendirian. Romantis ‘kan?”, oceh Katerin.
“hentikan omong kosongmu itu!”, perintahku kesal.
“dan sejak kapan kau mau dekat-dekat dengan cowok?”, Tanya Kat menggodaku.
“emh… itu…”, aku tidak bisa menjawabnya.
“umm, Cammy jatuh cinta, Cammy jatuh cinta” goda Kat sambil melagukan sedikit kata-katanya.
“eungghh, bibi Joe bantu aku!”, rengekku minta tolong pada bibi Joe.
“ya… bibi kira Cammy sudah benar-benar jatuh cinta”, bibi Joe malah ikut-ikutan menggodaku.
“BIBI JOE!!”

          Malam yang cerah. Aku baru saja satu langkah keluar dari kamar mandi dan aku melihat pemandangan yang sungguh tidak enak. Ken sedang tidur-tiduran di kasurku dan memandangku dengan tatapan eunghh… tidak menyenangkan bagi seorang wanita yang tubuhnya hanya terbalut dengan sehelai handuk.
“tenang saja, aku tidak tertarik dengan tubuh flat-mu itu”, goda Ken
“errgh, kalau kau tidak tertarik kenapa kau tidak keluar sekarang?!”, kataku seraya menarik-narik Ken untuk Keluar.
“kau mau pakai baju ya?”
“kau pikir aku mau ngapain, Ha?!!”, jawabku sinis sambil terus mendorong Ken keluar kamar.
“mau ku bantu?”, nada bicara Ken semakin menggodaku.
“apa kau bilang?!”, pekikku. Aku mengangkat kedua tanganku dan memukul-mukul Ken. “dasar otak mesum !”, teriakku seraya meluncurkan pukulan yang paling keras.
“heh Cammy Cammy, hentikan!”, Ken mengaduh kesakitan. Aku baru saja 1 detik menghentikan pukulanku dan kami berdua sama-sama terdiam. Wajah Ken berubah menjadi sangat merah, hantu menyebalkan itu kenapa?. dan kini aku tahu penyebabnya. Aku baru tersadar bahwa kain handuk yang melilit tubuhku melepaskan lilitannya.
“Kyaaaaaa~!!!”
dan Ken pun menghilang… dasar hantu menyebalkan!!

bersambung

mau baca kelanjutannya? klik disini

cerpen - my first kiss with ghost chapter 2


huaaahh makasih masih baca cerpen buatan akuu...

          Aku menatap pantulan diriku di cermin. Kini aku sudah memakai pakaian tidur. Di pipiku masih tergurat garis merah pertanda bahwa rasa maluku belum hilang. Kenapa aku bisa sebodoh ini sih? Apa tadi Ken melihat tubuhku?. Apa yang kufikirkan, tentu saja hantu menyebalkan itu melihatnya.
“Ahh sudah lupakan, dia kan hanya hantu. Dia tidak hidup”, aku bicara sendiri sambil terus memandangi pantulan wajahku di cermin.
“kata siapa aku tidak hidup?”, kata seseorang di belakangku. Aku tahu itu pasti Ken.
“kenapa kau selalu muncul tiba-tiba sih?!”
Ken tidak menjawab pertanyaanku. Dia hanya memandangku tajam dan langsung menarik tanganku. Mendorongku ke atas kasur dan hantu menyebalkan itu berada di atas tubuhku dengan kedua tangannya yang memegang tanganku erat. Aku tidak bisa bergerak. Apa yang akan di lakukan Ken?. Seharusnya aku teriak memanggil bibi Joe. Tapi bibirku kaku dan jantungku berdegup kencang.
“aku belum mati”. Bisik Ken ke telinga kananku, ohh tidak jarak kami berdua  semakin dekat.
“kalau kau belum mati, kenapa kau berbentuk seperti ini!”, aku memberanikan diri tuk bicara.
          Ken tersenyum dan memandangku, manis sih tapi untuk saat ini itu terlihat sangat menakutkan. Dia melepaskan tanganku dan menghilang. Aku bangun dan mendudukan diri di atas kasur dengan perasaan lega. Akhirnya dia pergi juga. Namun tiba-tiba boffh dia balik lagi dan duduk di sebelahku. Dia memandangku dalam, dan aku tidak bisa menghindari tatapan matanya.
“emh, itu karna aku kena kutukan. Tubuhku berbentuk seperti hantu, tapi aku masih bisa menyentuh atau di sentuh”, kata Ken pelan.
“kutukan?”, tanyaku memastikan.
“ya, itu sekitar 2 tahun yang lalu. Aku tidak sengaja memasuki gua kutukan. Aku kira kutukan itu tidak ada, tapi saat aku keluar dari gua. Tubuhku sudah berubah menjadi seperti ini. Semua orang ketakutan melihatku, kecuali bibi Joe. Akhirnya hingga kini aku tinggal bersama bibi Joe”, Ken bercerita.
Aku menatap Ken lirih, ternyata dia belum mati. Kini aku merasa kasihan pada Ken. Selama ini aku selalu berlaku buruk padanya. Aku tidak tahu kalau dia ternyata sangat menderita.
“dan hari ini aku akan menghilang selamanya”, lanjut Ken.
Aku tersontak kaget mendengarnya, kenapa dia akan menghilang. Ohh tidak, mengapa ini harus terjadi? Meskipun Ken menyebalkan, harus kuakui kalau dia itu baik—juga tampan. Mengapa dia harus pergi, dia ‘kan nggak salah apa-apa.
“katakan kalau kau berbohong!”, pintaku.
“sayangnya aku tidak berbohong!”
“kenapa kau harus menghilang?”, tanyaku.
“aku di beri kesempatan untuk berubah jadi manusia lagi selama 2 tahun, tenggang waktunya sampai tahun ke dua setelah aku berwujud roh, hari jum’at tanggal 13. Bila aku tidak juga menjadi manusia. Aku akan menjadi roh selamanya”, jawabnya.
“Jum’at tanggal 13? Itu hari ini Ken!”, aku mulai panik.
“aku tau, maka dari itu, hari ini tepat pukul 12 aku akan di tarik ke dunia roh dan menghilang untuk selamanya”, kata Ken  mencoba bersikap tenang.
“aku harus beri tau bibi Joe! Kurasa dia tau apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkanmu”, kataku.
          Aku berlari keluar kamar dan menuruni tangga. Ken juga melayang mengikutiku. Di kamar bibi Joe, tidak ada. Di dapur, tidak ada. Di ruang tamu, tidak ada. Di ruang keluarga, hanya ada Katerin. Ya ampun… dimana bibi Joe?
“mencari siapa Cam?”, Tanya Katerin
“dimana bibi Joe?”, aku balik bertanya.
“ohh itu, aku lupa memberitahumu kalau bibi Joe sedang ke rumah sakit untuk menjenguk temannya”, jawab Katerin santai sambil menonton tv.
“apa kau bilang? Bibi Joe tidak ada?!”, kata Ken setengah berteriak pada Katerin sambil mengoyang-goyangkan bahu gadis itu.
“ha—hantu!”, dan Katerin pingsan lagi.
“dasar penakut!”.“kalau begitu, kita selesaikan masalah ini sendiri!”, ajak Ken padaku.
“bagaimana dengan Katerin?!”
“biarkan saja dia”, jawab Ken sambil melihat Katerin malas.
          Pukul 11.30 malam, Ken melayang di depanku bolak-balik. Sejujurnya aku juga tak ingin dia pergi. Tapi aku sulit mengatakannya pada Ken. Kami berdua sama-sama tidak mengatakan apapun. Ken sibuk berfikir bagaimana caranya agar dia tetap hidup. sedangkan aku terus berfikir bagaimana bila Ken tidak ada. Sekarang pukul 11.55 malam, dan 5 menit lagi Ken akan menghilang.
“sebenarnya aku tahu caranya menjadi manusia”, kata Ken di tengah-tengah kepanikannya.
“bagaimana? Aku janji akan membantumu”, kataku.
“menurut buku yang ku baca, kita harus berciuman”
“APA?”, tanyaku tidak percaya.
“Cammy, kau mau membantuku ‘kan?!”
“i—iya tapi kalau berciuman, aku tidak mau. Aku sama sekali belum pernah berciuman”, wajahku memerah.
“hanya dengan cara itu aku bisa kembali menjadi manusia, Cammy”
“tunggu, kau pasti berbohong! Kau memanfaatkan moment ini untuk berciuman denganku ‘kan? Dasar otak mesum!”, kataku sambil memukul-mukul Ken lagi. Takkan ku beri ampun dia.
“Cammy Cammy, tunggu!”,
          Ken menghetikan pergerakanku. Kedua tangannya menggenggam bahuku erat. Tatapannya yang tajam menatap wajahku penuh arti. Aku ikut menatapnya. Apa yang kulakukan sih?!
“aku tidak berbohong Cammy”, kata Ken. Aku tidak menjawabnya. “Kau mau aku kembali menjadi manusia ‘kan?”, lanjutnya lagi.
“tentu saja”, jawabku.
“kalau begitu tutup matamu”, perintah Ken, dan dengan bodohnya aku menuruti kata-katanya.
Aku menutup mataku. Dalam gelap, aku merasa ada sesuatu mendekati wajahku. Aku tau, ken pasti akan menciumku. Semakin lama aku semakin merasa wajah kami berdua semakin berdekatan. Hingga akhirnya aku merasa bibir Ken mulai sedikiiiiiitt menyentuh bibirku.
Tiba-tiba Teng Teng Teng… suara lonceng jam dinding. Ohh tidak, itu tandanya sudah pukul 12 tepat. Tiba-tiba semua jendela dan pintu terbuka lebar. Angin dingin menyelimuti setiap makhluk yang masih terjaga saat itu. suara tawa dan tangisan dari para hantu yang ada di desa terdengar sangat jelas di telingaku. Perlahan-lahan Ken melayang dan tersedot ke salah satu jendela di ruang keluarga layaknya lubang hitam. Dengan cepat ku pegang kedua tangan Ken.
“Ken apa yang terjadi ?!!”, tanyaku sambil berteriak.
“terlambat, waktuku sudah habis Cammy. Aku akan di tarik kedunia roh!”, jawab Ken.
“tidak ! kau tidak boleh pergi!”
“tapi sudah tidak ada yang bisa aku lakukan!!”.
          Tangan Ken semakin lama semakin memudar dan kini aku sudah tidak bisa memegangnya. Ken terhisap keluar rumah, dan entah dapat kekuatan dari mana aku bisa melompati jendela keluar rumah dan terus mengejar Ken. Kulihat Ken terus terhisap suatu lubang hitam besar di atas langit yang mirip seperti supermassive black hole di luar angkasa. Aku terus mengejar Ken sambil sesekali meneriakkan namanya.
“waktumu sudah habis Ken, Hahaha”, suara besar menyeramkan keluar dari lubang gaib itu.
“tidak… jangan! KEEENN!!”, teriakku yang berusaha meraih tangan Ken.
Aku berhasil meraih tangannya, dengan cepat aku memeluk tubuh Ken. aku tidak ingin secepat ini berpisah dengan Ken. Namun tiba-tiba tubuhku pun ikut melayang dan mulai ikut terhisap bersama Ken.
“Kyaaaa~”, teriakku ketakutan.
“Cammy ! lepaskan pelukanmu! Kau bisa ikut terhisap!”, kata Ken.
“tidak! Aku tidak mau, kalau pun aku harus terhisap, aku akan terhisap bersamamu!”, jawabku tegas.
“kau manusia, bila kau terhisap ke dunia roh, kau akan menjadi makanan mereka!”
“Apa?!!”, aku semakin takut.
“maka dari itu, cepat lepaskan!”
“aku tidak mau !”
“Cammy, cepat lepaskan aku!”
“aku tidak mau Ken!, aku tidak mau kehilanganmu!”, aku mulai menangis.
“Cammy?”, kata Ken pelan, tapi aku cukup dekat dengannya sehinnga aku bisa mendengarnya.
          Dalam detik-detik terakhir sebelum akhirnya kita terpisah, aku benar-benar tidak ingin melepaskan pelukanku pada Ken. Tubuh kami berdua melayang dan hampir terhisap masuk ke lubang hitam yang gaib itu. Ken menatapku dalam dan aku membalas tatapannya. Perlahan Ken mendekatkan wajahnya padaku. “Aku mencintaimu Cammy”, katanya pelan. Aku tidak menjawabnya, aku hanya terus menitikan air mata sambil terus berharap kalau aku takkan pernah berpisah dengan Ken. Wajah Ken semakin mendekat pada wajahku. Dan dengan sendirinya mataku tertutup. Aku merasakan hangatnya bibir Ken yang menyentuh bibirku. Aku berciuman! Dan ini adalah kali pertama aku berciuman! Tubuh Ken memeluk tubuhku hangat dan aku bisa merasa darahku mengalir semakin deras dari ujung kaki ke ujung kepala. Eh tunggu, Hangat? Ken melepaskan ciumannya.
“ohh sial! Aku mimisan. Maaf ini kebiasaanku sejak dulu kalau aku tegang”, kata Ken polos.
“Ken? Roh mana bisa mimisan”, kataku pelan sambil menatap Ken aneh.
“eh?”
Tiba-tiba tubuh kami berdua yang asalnya melayang terjatuh. ”Kyaaaa~!!!!”, teriakku ketakutan dan Bruk, kami berdua jatuh ke tanah. Beruntungnya aku, aku jatuh di atas Ken, jadi rasanya tak terlalu sakit. Sialnya Ken, udah jatuh ketanah dia harus tertimpa badanku yang beratnya 43 kg pula, pasti sakit. Ku tatap langit, lubang itu perlahan mulai menghilang dan kami berdua tidak lagi terhisap.
“Cammy, bisa kau menyingkir dari atas tubuhku?”, kata Ken.
“ohh iya maaf”, aku bangun dan berdiri, begitupun Ken yang menyusulku berdiri.
“Cammy…”, kata Ken seraya kedua tangannya berada di bahuku, kami berdua saling berhadapan.
“iya?”
“aku senang bisa bersamamu lagi!”, katanya sambil memeluk tubuhku.
“aku juga senang kau bisa kembali menjadi manusia, tapi—”, aku menggantung kata-kataku sambil membalas pelukannya.
“tapi apa?!”, Tanya Ken bingung. Dia melepaskan pelukannya.
“kau harus bertanggung jawab karna sudah mengambil ciuman pertamaku!”, kataku pura-pura marah, padahal aku senang.
“ohh jadi benar kalau ini ciuman pertamamu?”, ohh tidak, Ken mulai menggodaku lagi.
“ugh jangan menggodaku!!”, pipiku memerah.
“hahaha, oiya aku mau bilang, aku menarik kata-kataku soal tubuhmu yang flat, ternyata tubuhmu bagus juga!”, Ken semakin menggodaku. Aku menatapnya tidak percaya!, dia masih mengingat kejadian itu!.
“DASAR OTAK MESUM!!”, aku mengejar Ken yang mulai berlari memasuki rumah untuk memberinya pelajaran. Ya… kurasa liburan kali ini cukup menyenangkan. Aku menikmatinnya…

...TAMAT…
BY : CAMELIA ATHENA KHARIN (RIN-CHAN)