cerpenku kali ini terindpirasi dari mimpi aku, OK met baca :)
jangan lupa kritik kalau ada kesalahan
..My First Kiss with Ghost?..
Sekali
lagi… dengan bosan ku memutar bola mataku. Tentu saja, siapa juga yang tidak
bosan mendengarkan kisah cerita cinta yang bahagia seharian non stop. Ya non
stop !. di hari pertama liburan, aku bersama Katerin, saudaraku, akan pergi ke
Negara bagian tuk berlibur di rumah bibi Joe. Karena kondisi uang yang sangat
minim, aku dan Katerin memutuskan tuk pergi menggunakan kereta api. Dan selama
di perjalanan Katerin tidak bosan-bosannya menceritakan kisah cintanya bersama
pacar barunya.
“Cam,
tau ga sih. Setelah dia berkenalan dengan orang tua aku dan—”, oceh Katerin.
“Kat,
bisakah kau berhenti mencerikan kisah membosankan-mu itu?!!”, potongku judes
yang mulai tidak tahan karena telingaku sakit mendengarkan cerita konyolnya.
“haah
kau ini Cam”, jawab Katerin menyerah, sepertinya ia tidak tahan dengan tatapan
sinisku.
Akhirnya
setelah seharian telingaku panas karena cerita menjijikan dari Katerin, gadis
berkulit putih plus cerewet yang duduk di kursi sebelahku ini berhenti mengoceh
juga. Dan aku tidak berhenti-berhentinya bersyukur karena Tuhan telah
mendengarkan doaku yang berharap Katerin berhenti mengoceh. Ternyata Tuhan
memang benar-benar mengabulkan doa orang yang teraniaya.
Kereta apinya berhenti di stasion
dekat rumah bibi Joe. Tidak ada yang menjemput kami. Itu karena kami sama
sekali tidak memberitahukan kepada bibi Joe soal kedatangan kami. Selain takut
membuat repot bibi Joe, kami juga ingin membuat sedikit kejutan untuk bibi Joe.
Ohh ya, aku lupa memperkenalkan diriku. Namaku Camelia Bridle, umur 15 tahun,
aku biasa di panggil Cammy atau Cam (lebih singkat) seperti cara Katerin memanggilku
tadi. Saat ini kami sedang berjalan menuju bukit kecil tempat rumah bibi Joe
berdiri.
“apa
kau tidak salah rumah Cam?”, Tanya Katerin setelah beberapa saat langkah kami
terhenti di salah satu rumah di bukit itu.
“ku
rasa tidak, aku yakin betul ini rumahnya !”, jawabku yakin. Walau aku sudah
bertahun-tahun lamanya tidak datang kemari. Tapi aku masih hafal betul bentuk
rumah bibi Joe yang kuno dan klasik.
Aku membuka pintu gerbang rumah bibi Joe
yang sudah berkarat itu dan perlahan masuk. Katerin membuntut di belakangku.
Kalian tahu rasanya menginjakkan kaki di depan rumah hantu? Itulah yang
kurasakan setelah menginjakan kaki di teras rumah tua bibi Joe. Ting Tong, aku menekan bel rumah itu.
lama sekali… tidak ada yang membukakan pintu rumahnya. Aku menekannya lagi
beberapa kali, dan kurasa itu berhasil. Aku mendengar suara langkah kaki kecil
dari dalam rumah, dan aku yakin sekali kalau itu adalah bibi Joe. Krieeett perlahan pintu itu terbuka.
Terlihat seorang wanita paruh baya berdiri dan menatap kami dari balik pintu.
“BIBI
JOE !!”, pekik kami berdua(aku dan Katerin) setengah berteriak.
“Cammy,
Katerin?!! Apa itu benar kalian?”, Tanya bibi Joe tak kalah kerasnya dengan
pekikan kami.
Setelah beberapa saat kami berbasa
basi bersama bibi Joe di teras rumah, bibi Joe mempersilahkan kami masuk. Ya…
rasanya aku sudah tidak sabar merebahkan bahuku yang pegal di sandaran sofa empuk
karena membawa perlengkapan menginap selama beberapa hari di dalam tas gendong
hitam berpolet pink kesayanganku. Setelah bertemu dengan sofa di ruang tamu
rasanya aku tidak sabar lagi tuk duduk. Kukira hanya aku yang berfikiran
seperti itu, ternyata Katerin juga. Dengan cepat kami berdua menyambar sofa itu
dan duduk. Menyimpan tas di lantai dan merasakan kenyamanan yang tidak kami
rasakan di kereta api tadi. Bibi Joe ikut duduk di salah satu sofa dan
membawakan kami kue jahe dan teh hangat. Hidangan jamuan yang pas di saat
matahari sudah tenggelam dan udara mulai terasa dingin.
“kenapa
kalian tiba-tiba berkunjung kemari?”, Tanya bibi Joe pada aku dan Katerin
dengan lembut.
“karena
kami kangen sama bibi Joe”, jawab Katerin dengan ceria. Aku tidak menjawab
karena sibuk meneguk teh hangat milikku.
“ohaha”,
tawa bibi Joe yang khas dengan suara beratnya. “aku ingat terakhir kali kalian
datang kemari, saat itu kalian kelas 2 SD. Kalian masih terlihat manis dan
imut, kalian selalu berebut potongan terakhir kue jahe buatan ku. Dan sekarang
coba apa yang kulihat? Dua gadis cantik yang mulai beranjak dewasa. Apa kalian
sudah memiliki pacar?”, lanjut bibi Joe.
“tentu
saja aku sudah punya, tapi Cammy belum. Bibi tau kan kalau dia itu manusia anti
cowok?”, cerocos Katerin. Aku tidak menanggapinya, aku hanya melirik saudaraku
yang cerewet ini tajam dan lalu tersenyum pada bibi Joe. Aku terlalu capek tuk
bertengkar dengan Katerin hari ini.
“oiya?
Bisakah kau menceritakan hal itu pada bibi?”, Tanya bibi Joe pada Katerin yang
langsung di sambut dengan anggukan semangat dari Katerin.
Ohh tidak, Katerin mulai lagi dengan cerita cinta bahagianya.
Aku memutar bola mataku bosan untuk yang kesekian kalinya. Ayolah, aku harus
mendengarkan cerita memuakan itu lagi?.
“emh,
bibi Joe. Bolehkah aku pergi kekamarku duluan, aku sudah merasa sangat capek
hari ini”, kataku memotong cerita super duper panjang Katerin.
“tentu
saja Cammy, kamarmu ada di lantai dua. Kau bisa langsung kesana”, kata bibi Joe
pengertian.
“terimakasih
bibi Joe”, ucapku sambil berdiri dan meraih tas gendongku yang tergeletak di
lantai.
“oiya,
tapi kau harus membereskan kamar itu sendiri, karena kalian tidak memberitahuku
soal kedatangan kalian, aku jadi tidak bisa menyiapkan kamar untuk kalian” kata
bibi Joe setelah aku melangkahkan kakiku keluar dari ruang tamu.
Katerin tidak membuntut di belakangku.
Ia masih tenggelam bersama cerita cinta bodohnya. Dan aku hanya berjalan sambil
menggandeng tas yang beratnya gak ketulungan. Mungkin karena capek, aku merasa
membawa setumpuk batu sungai dan mengiringnya menuju kamar di lantai dua. Ada
banyak kamar di lantai dua, tapi sejak dulu aku selalu memilih kamar paling
ujung. Namun aku merasa ada hawa aneh setelah langkahku sampai di depan kamar
itu. dan hawa itu kini telah berhasil membuat bulu kudukku berdiri. Rumah ini
sudah cukup tua, tidak heran kalau penghuninya bukan bibi Joe saja. Namun pikiran
itu segera aku usir sebelum aku jatuh pingsan karena ketakutan. Mana ada hantu
!. perlahan ku buka pintu kamar itu. Krieeetttt…..
suara decitan pintu itu terdengar seperti suara pintu rumah dalam
kisah-kisah misteri. Haah… ini hanya hayalanku saja…
“Haloo”,
kataku sambil melangkah masuk. Tuh ‘kan tidak ada siapapun di sini.
Kini aku mulai merasa tenang. Tidak
ada yang aneh dengan kamar ini. Setelah menaruh tasku di atas meja rias, aku
segera mendudukkan diri di kasur. Kamar ini tidak terlalu berantakan, selain
itu semua barang-barang yang ada disini terlihat sangat bersih. Sepertinya bibi
Joe membersihkan kamar ini setiap hari. Lalu kenapa bibi Joe menyuruhku
membereskan kamar?
“apanya
yang harus di beresin coba? Orang kamar ini sudah rapih dan bersih”, tanyaku
pada diriku sendiri.
“itu
karena aku selalu membereskannya setiap hari !”, tiba-tiba ada yang menjawab
pertanyaanku. Suara mengerikan yang ada tepat di belakangku.
Aku
menoleh ragu kebelakang, pergerakannya terasa sangat lambat seperti adegan slow motion dalam film-film. Namun aku
tetap memberanikan diri menoleh kebelakang. Eh? Tidak ada apa-apa. Aku kembali
meluruskan pandanganku dan tiba-tiba…
“Boo”
“kyaaa~”,
jeritku kaget.
“tidak
tidak… ku mohon jangan teriak !”, kata sosok yang mengagetkanku tadi sambil
membungkam mulutku dan merengkuh tubuhku.
Ku
perhatikan sosok itu, dia seorang pria yang sedikit tembus pandang! Ohh tidak
sosok apa ini? Apa pria ini hantu? Seseorang tolang aku! Aku menggerak-gerakan
seluruh badanku mencoba memberontak, tapi itu tak berhasil. Kekuatan hantu pria
itu terlalu besar. Akhirnya setelah lama ku lakukan usaha yang sia-sia, aku
berhenti memberontak. Capeeekkk.
“nah
begitu diam”, kata sosok itu lagi dan mulai melonggarkan rengkuhannya. Dia
melepaskanku.
“ka…kau
si—apa?”, tanyaku takut. Aku masih sedikit shock dengan kejadian ini.
“aku?
Kau Tanya aku siapa? Apa kau tidak lihat aku ini apa?”, sosok itu berbalik
bertanya padaku.
“kau
hantu?”, tanyaku lagi.
“ohh
tidak-tidak, aku bukan hantu. Tapi roh!”, jawab sosok itu sambil mendekatiku.
Tentu saja aku segera menjauh.
“gak
ada bedanya kan”, kataku sambil menatap sosok itu malas dan berjalan
menghampiri pintu lalu membukanya. “OK ! kau bisa pergi sekarang !” lanjutku
mengusir sosok itu dengan halus.
“hah?
Pergi? Maksudmu kau mengusirku?”
“menurutmu?”
“aku
tinggal di kamar ini selama bertahun-tahun bersama bibi Joe. Mana bisa kau
mengusirku begitu saja! Lebih baik kau saja yang keluar!”, kata hantu
menyebalkan itu tidak mau mengalah padaku.
“tunggu…
aku kenal bibi Joe? Apa bibi Joe bisa melihatmu juga?”
“tentu
saja”
“bagus,
kalau begitu akan ku adukan kau pada bibi Joe!”, kataku sambil berjalan cepat
keluar kamar menuju ruang tamu.
Aku melihat hantu menyebalkan itu melayang
mengikutiku dari belakang dan aku sama sekali tidak peduli. Aku cepat-cepat
menuruni tangga dan berlari kecil menuju ruang tamu. Aku takut hantu sialan itu
mendahuluiku. Aku melihat bibi Joe masih duduk setia mendengarkan cerita bodoh
dari Katerin. Dan Katerin… ohh jangan tanyakan dia, aku malas menceritakannya.
“BIBI
JOE!!” teriakku.
“owh
ada apa Cammy?”, bibi Joe tampak kaget.
“bibi
Joe, ada hantu menyebalkan yang tinggal di kamarku dan dia tidak mau pergi!”,
kataku.
“hantu?
Haha jangan bodoh Cam. Kita semua tahu kalau disini tidak ada hantu!”, kata Katerin
menyela pembicaraan ku dengan bibi Joe dengan nada mengejek. Aku geram melihat
wajah Katerin seperti itu.
“kata
siapa tidak ada?”, kata hantu menyebalkan itu pada Katerin tiba-tiba. Katerin terlihat
sangat shock melihat hantu itu.
“HANTUU!!”,
teriak Katerin dan lalu pingsan.
“dasar
penakut”, kata hantu itu dan lalu terbang menghampiri aku dan bibi Joe.
Aku melihat hantu itu sebal dan bibi Joe tampak
tenang-tenang aja. Sebenarnya ada untungnya juga hantu itu ada. Dia bisa
membuat Katerin diam untuk beberapa saat. Semoga saja saat Katerin tersadar
keajaiban datang dan Katerin berubah jadi sedikit pendiam. Amiinn…
“itu
dia hantunya bi. Tolong usir dia dari kamarku, dia sangat menyebalkan”, kataku
mengadu.
“Ken…
kau berulah lagi?!”, kata bibi Joe pada hantu itu.
“haha,
habisnya gadis ini manis bi”, jawab hantu itu.
Aku
memandangi mereka berdua secara bergantian. Ken? Jadi nama hantu itu Ken. Bibi Joe
dan hantu menyebalkan itu nampaknya sangat akrab. Ternyata benar kata hantu
itu, ia sudah tinggal bersama bibi Joe bertahun-tahun. Tapi untuk apa aku
mempedulikannya.
“ekhem,
bisa aku kembali ke kamar? Aku mau istirahat. Bibi kau bisa memastikan hantu
ini tidak datang lagi ke kamarku kan”, kataku memelas pada bibi Joe dan lalu
mulai berjalan pergi.
“ohh
tidak bisa, aku yang lebih dulu tinggal di kamar itu, jadi kamar itu milikku”,
cegat Ken.
“kau
pikir kapan terakhir kali aku datang kemari?. Itu jauh sebelum kau ada! Dan aku
sudah menginap di kamar itu, jadi kamar itu milikku”, aku tidak mau kalah.
“hei
sudah-sudah!”, potong bibi Joe. “kalian bisa berbagi kamar itu kan?”, lanjutnya
lagi.
“bibi
Joe, itu ide yang bagus!”, kata Ken tertarik.
“oh
tidak bibi. Itu ide yang sangat buruk”, dan aku menentang ide itu.
“ini
sudah sangat malam, sebaiknya kalian segera selesaikan masalah kalian dan cepat
tidur”, kata bibi Joe.
Kami berdua (aku dan Ken) sama-sama
terdiam. Ya… mau bagaimana lagi, mau tidak mau aku harus setuju dengan usul
bibi Joe. Tubuhku sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk lebih lama berdebat
dengan hantu menyebalkan itu. selagi bibi Joe mengurus Katerin, aku dan Ken segera
naik ke atas. Berbagi kamar dengan Ken, kurasa tidak terlalu buruk. Dia hanya
hantu yang wajahnya tidak terlalu menakutkan. Kami sama-sama diam membatu
ketika sampai di kamar. Disana hanya ada satu ranjang tidur dan satu kamar
mandi. Ini memang kamar untuk satu orang. Tapi aku tidak peduli dengan Ken. Aku
langsung merebahkan diri di atas ranjang dan menutup mataku.
“ken”,
panggilku pada hantu itu. aku masih menutup mataku.
“iya?”,
jawabnya, suaranya sangat dekat
denganku. Kurasa dia ada di sampingku.
“kau
tidak akan tidur disampingku ‘kan?”, tanyaku tanpa berani membuka mata.
“haha,
tentu saja tidak. Kami para roh tetap terjaga 24 jam”, jawab Ken ceria.
“baguslah
kalau begitu, aku bisa tidur tenang sekarang”.
Sinar matahari yang masuk melalui
jendela berhasil menarikku keluar dari alam mimpi dan terbangun. Perlahan
kubuka mataku dan kulihat sekeliling kamarku. Hantu itu tidak ada dimanapun
sejauh aku memandang. Aku turun dari tempat tidurku dan berjalan menuju balkon
kamar. Udara segar khas pedesaan langsung menyambutku. Kututup mataku, menghirup
dalam-dalam udara segar yang tak ada di kota dan kuhembuskan melalui mulut
secara perlahan. Saat ku buka mataku…
“Boo”
“Kyaaa~!!”,
jeritku kaget.
Lagi-lagi
hantu menyebalkan itu mengagetkanku. Aku melihat wajah hantu itu sebal, dan dia
hanya tersenyum jahil. Tampan , tiba-tiba batinku meloncatkan
kata-kata itu sampai otakku ikut kepeleset. memang harus ku akui, kalau saja
dia bukan hantu mungkin wajahnya akan terlihat tampan. Eh tunggu, apa yang aku
fikirkan sih?
“bwhahahaha,
kau masih saja kaget melihatku”, kata Ken sambil tertawa puas.
“mungkin
aku tak akan teriak bila kau tidak muncul tiba-tiba !”, jawabku sinis dan lalu
berjalan kesal keluar kamar menuju ruang makan.
Aku tidak menemukan bibi Joe
dimanapun. Di ruang makan, ruang tamu, kamar, dan di seluruh rumah tak ada
manusia lain selain aku. Padahal perutku sudah berteriak-teriak minta di beri
sarapan lezat. Aku duduk di kursi meja makan sambil memandang meja makan yang
tak ada makanannya lemas. Tiba-tiba Ken—si hantu menyebalkan itu datang dengan
santai. Apa lagi yang akan dia lakukan sekarang?. Aku tidak mengatakan apapun,
hanya menatap Ken dengan tajam dan memperhatikan setiap tingkahnya. Tunggu? Apa
yang akan di lakukan Ken dengan semua peralatan dapur itu?
“kau
suka pan cake? Akan ku buatkan itu untukmu”, Ken berbiacara padaku dengan
tangan gaibnya yang sibuk membuat adonan pan cake.
“memangnya
kau bisa memasak?”, tanyaku meragukan.
“tentu
saja, setiap hari aku membantu bibi Joe untuk memasak, mencuci, membereskan
kamar dan pekerjaan rumah lainnya”, jawab Ken ringan.
“bibi
dan Kat kemana?”
“mereka
pergi ke pasar”
Ken
mulai menaruh adonan itu di pan, dan harumnya sangat lezat. Aku sudah tidak sabar
tuk mencicipinya. Ternyata ada juga sisi baik dalam diri ken. Ku kira dia hanya
hantu menyebalkan+jail yang tidak berguna. Ternyata itu salah.
“pan
cake ala Ken sudah jadi, silahkan di cicipi nona cantik”, kata Ken sambil
menyodorkan pan cake yang baru di angkat dari pan berlumuri saus madu. Dengan
penuh keraguan, ku coba memakan pan cake itu. rasanya WOW.
“ini
sangat enak Ken. Aku tidak percaya kalau hantu ternyata bisa masak”, pujiku
(walau sebenarnya aku malas tuk mengakui kehebatannya)
“terimakasih”,
jawab Ken dengan gaya lebay dan
membungkukan badannya.
Aku melanjutkan lagi sarapan lezatku. Ken
duduk di kursi yang bersebrangan denganku dan terus memperhatikan aku. Meskipun
aku mencoba bersikap seolah aku tidak menyadarinya. Namun tetap saja aku merasa
berdebar-debar bila di perhatikan terus.
“oiya,
apa Kat masih ketakutan bila melihatmu?”, Tanya ku santai.
“apa
maksudmu gadis penakut itu?, ya… tadi pagi dia sudah pingsan sebanyak 3 kali
saat melihatku. Dan akhirnya bibi Joe menyuruhku menghilang di hadapan Kat”,
jawab Ken tak kalah santainya dari aku.
“haha
begitu ya”
“heh,
kamu kan cewek, kenapa kamu gak bisa buat sarapanmu sendiri?!!”
“aku
tidak mau mengotori tanganku!”, jawabku nge-les
, aku tidak mau bilang kalau aku tidak bisa masak.
“benarkah?”,
Ken mulai menggodaku lagi.
“tentu
saja! Kau sendiri, aku curiga bahwa kau sebenarnya bukanlah hantu! Buktinya kau
bisa menyentuhku dan semua perabotan di rumah ini”
“memang
bukan hantu, tapi Roh”
“apa
bedanya sih? Sama-sama makhluk gaib ‘kan?!”
“tentu
saja beda! Kalau hantu, arwah manusia yang sudah mati, sedangkan roh…”, Ken tidak
melanjutkan kata-katanya. “sudahlah, kita bicarakan yang lain saja!”,
lanjutnya. Kini aku melihat wajah Ken yang sedikit berbeda dari biasanya. Tapi…
apa peduliku sih?
“aHa
! kau kalah !”, godaku sambil cekikikan.
Beberapa saat kemudian aku mendengar
ada seseorang yang masuk rumah. Aku langsung berlari menuju ruang depan.
Ternyata itu bibi Joe dan Katerin. Mereka membawa banyak sekali belanjaan.
Tentu saja… mereka kan baru pulang dari pasar. Aku melihat sekelilingku, Ken menghilang.
“Cam,
kau pasti tidak percaya!”,kata Katerin dengan mata berbinar-binar.
“memangnya
apa?”, tanyaku singkat.
“aku
dibilang cantik oleh teman bibi Joe tadi di pasar”
“dan
sekarang aku benar-benar tidak percaya”, tembalku dingin dan lalu membantu bibi
Joe membawa belanjaan ke dapur.
“oiya,
apa kau tidak melihat hantu? Kau dari tadi sendirian di rumah ini?”, Tanya Kat,
aku sungguh kasihan padanya. Pingsan 3 kali bukan hal yang bagus dan aku tidak
mau membuatnya pingsan untuk yang ke-4 kali karna aku menceritakan semua
tentang ken.
“jangan
bodoh Kat, hantu itu tidak ada”, jawabku. Dan Kat menjawabnya dengan kerucutan
bibir pertanda dia tidak suka dengan jawaban yang ku beri.
“Cammy,
kau sudah sarapan?”, Tanya bibi Joe menyela pembicaraanku dengan Kat.
“ahh
sudah, tadi Ken yang membuatkannya”, jawabku santai. Oops, aku keceplosan soal Ken
di hadapan Katerin. Ohh tidak.
Bibi Joe mengerutkan keningnya sambil
menatapku dalam. Dan aku mengerti maksudnya untuk tidak menceritakan tentang Ken
pada Katerin. Haduh, aku harus mencari alasan untuk menjelaskannya pada Katerin.
Katerin ikut-ikutan memandangi aku, tatapannya tatapan curiga.
“Ken
itu siapa Cam?”, Tanya Kat polos.
“ahh
dia tetangga sebelah”, kata bibi Joe membantuku.
“engh
iya, itu benar Kat. Dia baik sekali kan mau membantu membuatkan sarapan
untukku?”, kataku.
“emh
iya, sangat baik. Aku curiga kalau dia menyukaimu. Maksudku, seorang cowok mau
membatu cewek yang lagi sendirian. Romantis ‘kan?”, oceh Katerin.
“hentikan
omong kosongmu itu!”, perintahku kesal.
“dan
sejak kapan kau mau dekat-dekat dengan cowok?”, Tanya Kat menggodaku.
“emh…
itu…”, aku tidak bisa menjawabnya.
“umm,
Cammy jatuh cinta, Cammy jatuh cinta” goda Kat sambil melagukan sedikit kata-katanya.
“eungghh,
bibi Joe bantu aku!”, rengekku minta tolong pada bibi Joe.
“ya…
bibi kira Cammy sudah benar-benar jatuh cinta”, bibi Joe malah ikut-ikutan
menggodaku.
“BIBI
JOE!!”
Malam yang cerah. Aku baru saja satu
langkah keluar dari kamar mandi dan aku melihat pemandangan yang sungguh tidak
enak. Ken sedang tidur-tiduran di kasurku dan memandangku dengan tatapan
eunghh… tidak menyenangkan bagi seorang wanita yang tubuhnya hanya terbalut
dengan sehelai handuk.
“tenang
saja, aku tidak tertarik dengan tubuh flat-mu
itu”, goda Ken
“errgh,
kalau kau tidak tertarik kenapa kau tidak keluar sekarang?!”, kataku seraya
menarik-narik Ken untuk Keluar.
“kau
mau pakai baju ya?”
“kau
pikir aku mau ngapain, Ha?!!”, jawabku sinis sambil terus mendorong Ken keluar
kamar.
“mau
ku bantu?”, nada bicara Ken semakin menggodaku.
“apa
kau bilang?!”, pekikku. Aku mengangkat kedua tanganku dan memukul-mukul Ken.
“dasar otak mesum !”, teriakku seraya meluncurkan pukulan yang paling keras.
“heh
Cammy Cammy, hentikan!”, Ken mengaduh kesakitan. Aku baru saja 1 detik
menghentikan pukulanku dan kami berdua sama-sama terdiam. Wajah Ken berubah
menjadi sangat merah, hantu menyebalkan itu kenapa?. dan kini aku tahu
penyebabnya. Aku baru tersadar bahwa kain handuk yang melilit tubuhku
melepaskan lilitannya.
“Kyaaaaaa~!!!”
dan
Ken pun menghilang… dasar hantu menyebalkan!!
bersambung