Selasa, 25 November 2014

cerpen remaja- Chocolova

haloo semuaaa.. setelah sekian lama tak membuat cerpen Thena baru bikin lagii.. haha.. menghabiskan waktu 4 jam buat bikin cerpen ini. lama bgt yah. yaa soalnya Thena udah lama gak buat cerpen, jadi kaku lagi deh. kata temen-temen sih ini cerpen seru, jadi aku upload deh. kritiknya ditunggu yaaa
Chocolova
Aku jatuh cinta pada matahari yang jahat
                Namaku Bulan, lengkapnya Rembulan. Nama yang sederhana cukup untuk wanita yang sederhana sepertiku. Aku tidak menonjol di sekolah maupun di ekskul. Tak ada yang special dari diriku. Tapi bukan berarti aku tidak punya seseorang yang special.
“Lan, mau ke kantin nggak?”, Bintang temanku memanggil. Aku hanya jalan mengikutinya tanpa mengatakan sepatah katapun.
Dan aku melihatnya lagi… matahariku selalu tampak bersinar setiap hari. Pria yang sama-sama tak menonjol. Entah kenapa aku sangat tertarik padanya. Terlebih lagi saat aku tahu namanya Surya. Saat temanku sedang sibuk memilih makanan, aku berjalan mendekati Surya.
“hai Surya” sapaku ramah. Dia hanya menoleh dan tak menjawab. “sendirian aja nih?” dia tidak menjawab lagi. Memang pada dasarnya Surya itu terlalu pendiam, susah tuk didekati.  Senyum yang tadi kuberikan padanya kini telah memudar. Aku memutuskan pergi dan membeli makanan kecil.
“Lan, kamu berusaha ngedeketin Surya lagi yaa?” Tanya Bintang sambil sibuk melahap bakso yang tadi ia pesan.
“Gak tau kenapa, kok aku tertarik banget sama dia”
“jangan-jangan kamu suka lagi Lan sama Surya, Please Lan… kalau mau suka sama cowok, jangan yang super garing kayak gitu”
Aku hanya tertawa kecil, yaa… mungkin aku memang suka sama Surya. Coklat pagi ini dipadu oleh kismis. Agak asam tapi tertutupi oleh manisnya coklat. Pandanganku tak terlepas pada Surya yang selalu memakai headset dan membaca buku.
Kalau aku suka dia kenapa memang?
Ketertarikanku tak tertahankan. Banyak pertanyaan yang ingin sekali kutanyakan padanya. Surya mengapa sendiri? Surya mengapa tak menjawab sapaanku? Surya mengapa mengacuhkanku?
                Sore di daerah rumahku dihiasi oleh dedaunan basah bekas hujan tadi siang. Memandang keluar jendela tanpa tahu harus melakukan apa di sore yang membosankan ini. Coklat dengan kacang mede sepertinya pas. Tapi aku tahu, coklatnya sudah habis. Kuputuskan tuk pergi ke mini market, membeli beberapa kotak coklat. Angin dingin menerpa tubuhku berbuah getaran di setiap langkah. Sesekali ku berfikir tuk kembali kerumah dan minum kopi susu. Tapi semua berubah ketika aku melihat matahariku masuk ke minimarket. Dengan cepat aku ikut masuk ke minimarket. Mataku menjelajah ke seluruh sudut minimarket itu. Sinar dari matahariku selalu bisa kutemukan, aku bertemu dengan Surya.
“eh Surya… kebetulan banget ya kita ketemu” aku memamerkan semua gigiku.
“kamu… Rembulan ya? Dari kelas IPA3” kata-kata pertama yang matahariku ucapkan. Senyumku semakin lebar.
“iya, Surya lagi apa? Ko aku baru liat kamu ada di minimarket ini?”
“beli cemilan, iya aku baru pindah kedaerah sini” aku rasa Surya lebih ramah dari pada disekolah.
“wah deket dong sama rumah aku, aku bisa main kan?”
“gak boleh” jawaban yang sangat jahat.
                Aku segera mengambil coklat dan membayarnya d kassa. Kulirik Surya yang masih memilih-milih makanan yang akan dia beli. Berat rasanya keluar dari minimarket itu. Meninggalkan matahariku dan kehilangan cahayanya. Aku menunggu di depan minimarket. Lama sekali sampai aku bosan.  Memandang langit keemasan di padu dengan coklat kacang mede yang manis. Menunggu matahariku keluar dari minimarket dan entah apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Dan Surya keluar dari minimarket.
“Surya!” panggilku.
“eh? Kamu?” dia tampak kaget.
“aku nunggu kamu tau”
“mau apa?” tanyanya
“eh? Itu… aku gak tau hahaha. Aku Cuma mau temenan sama kamu aja kok. Di sekolah kamu selalu menghindar dari aku, aku kayak orang bodoh tau ngomong sendiri” keluhku pada sikap dia di sekolah.
“eh… maaf ya, jadi aku harus gimana?” dia menatapku bingung. Ahh… matahariku terlalu bersinar, terkena sinar matahari membuat pipi merah. Itu wajarkan?
“aku bantu bawain belanjaan kamu ya” aku merebut salah satu kantung plastic yang Surya pegang.
                Dia tidak berkomentar, dan sepertinya dia tidak keberatan. Matahariku terlalu baik. Disaat semua orang menjauhiku karna sikapku yang seenaknya, Surya membiarkanku tetap berada disisinya. Aku senang… mungkin coklat dengan kacang mede takkan habis sore ini.
Aku ikut masuk kerumah sederhana milik Surya. Aku tak melihat siapapun dirumahnya. Beberapa barang masih rapi dalam dus besar, mereka benar-benar baru pindah.
“ke kamarku saja ya, disini masih berantakan” kata Surya tanpa melirikku.
Aku menjawabnya dengan anggukan semangat.
                Aku masuk ke kamar pria yang lebih rapi dari kamarku. Matahariku sangat sempurna, selain baik dia juga apik. Aku bisa tambah suka padanya. Surya membawakanku cemilan yang sepertinya ia beli tadi dan teh hangat dalam cangkir putih.
“Rembulan” panggilnya.
“panggil aja Bulan” kataku.
“oiya Bulan, kamu gak apa-apa kalau jam segini belum pulang?” dia khawatir ya? Senangnya.
“mama sama papaku belum pulang kerja, daripada dirumah sendirian, mending main hehe” aku tak menghilangkan keceriaanku pada matahariku. Semoga dia suka padaku.
“oh gitu” jawabnya dingin
                Seharusnya matahari itu hangat, itu yang aku tahu. Tapi Surya malah bersikap dingin pada Rembulan yang ingin berteman dengan mataharinya. Aku tak tahu harus berkata apa sekarang, semakin ku memikirkan Surya, dadaku semakin sesak. seperti menahan sesuatu yang besar dan rasanya ingin menangis. Matahariku kapan kau sadar bahwa Rembulan ini sangat menyukaimu.
“lucu ya” kataku tanpa memandang matahariku.
“apanya?” dia bingung.
“nama kita, Surya dan Rembulan hahaha”
“oh itu, kebetulan aja”
“mungkin kita jodoh.” Surya hanya memandangku tanpa menjawab. Wajah tampannya ia palingkan pada jendela. Sudut bibirnya menaik, matahariku tersenyum. Manis sekali.
“sudah sana pulang, sudah terlalu sore. Aku gak akan nganter kamu pulang, aku masih harus beres-beres” dia mengusirku, tapi aku senang. Dibalik kata-katanya terselip perhatian padaku. Sedikit sih, tapi rasanya aku pengen lompat-lompat gak bisa menahan rasa senang dengan hanya duduk.  Aku mengerucutkan bibirku, berpura-pura marah padanya.
“wah Surya ngusir nih.. hehe iya deh aku pulang. Dah Surya” aku berjalan sendiri keluar dari rumah Surya. Matahariku benar-benar tak mengantar Rembulannya pulang. Padahal sebentar lagi Rembulan akan menggantikannya bersinar dilangit.

Matahariku… aku sangat bahagia bertemu denganmu hari ini. Semoga hari-hari selanjutnya kita bisa seperti tadi yaa..
guys… Rembulan ini jatuh cinta pada mataharinya…
                keesokan harinya waktu istirahat adalah waktu yang paling kutunggu-tunggu. Karna hanya pada saat itu aku bisa bertemu dengan matahariku. Aku tak menunggu Bintang tuk pergi ke kantin, aku berjalan sendiri menuju kantin. Seperti biasa, aku melihat Surya matahariku sedang duduk sendiri sambil membaca buku.
“Surya!” sapaku ramah seperti biasanya. Dia hanya menoleh tanpa menjawab sapaanku, seperti biasa. “kenapa Surya gak pernah jawab kalau aku sapa?” tanyaku kesal, padahal kemarin dia ramah padaku.
“iya apa Bulan?” nadanya sangat datar.
“hehe nah gitu dong! Kenapa Surya sendirian?” tanyaku
“biar gak ada yang ganggu aku pas aku lagi baca buku” eh? Berarti aku ganggu dia dong. Jahatnya.
Aku duduk di sebelahnya, dia tidak mengusirku. Matahariku membiarkan Rembulannya tetap disisinya. Aku memandang setiap ukiran yang Tuhan berikan di wajah Surya. Begitu bersih dan tampan. Sayang matahariku terlalu tertutup.
“Surya” panggilku.
“apa?” dia menjawab tanpa memalingkan wajahnya dari buku.
“kalau aku suka sama Surya gimana?” dan semuanya menjadi hening.
Surya memandangku kaget. Wajahnya tergurat garis merah, mungkin sama sepertiku. Matahariku ayo jawab. Rembulan ini menunggumu.
“belajarlah” Cuma itu yang dia katakan?
“belajar apa? Gak mau, aku sudah cukup belajar di kelas” aku mengerucutkan bibirku, aku kesal.
                Surya berdiri dan mengusap ujung kepalaku lembut. Dia tersenyum tapi tak menjawab apa-apa. Lalu pria itu melangkah pergi. Meninggalkanku sendiri. Jadi aku di tolak ya? Ternyata sangat sakit ya. Aku berjalan lemas masuk ke kelas. Bintang pasti sudah pergi dengan orang lain. Aku tak terlalu peduli. Aku ingin mengambil coklat. Mungkin coklat dengan kacang mede sisa kemarin sore bisa mengembalikan moodku yang sudah terlanjur jelek. Tapi ternyata aku tak membawa coklat itu, ah sial! Aku membungkukkan tubuhku ke meja. Menenggelamkan wajah di lipatan tanganku dan menitikkan air mata. Ini terlalu sakit… matahariku sungguh jahat.
Guys… Rembulan ini jatuh cinta pada matahari yang jahat. Matahari telah menghancurkan hatinya dan membuat Rembulan ini menangis.
Guys… Rembulan ini bisa apa sekarang?
                Hujan yang tidak deras ini kembali menghiasi siang yang seharusnya cerah. Musim penghujan ini menyebalkan! Langit mendung ini menyebalkan! Genangan airnya juga menyebalkan. Aku benci… aku berjalan menerobos hujan dengan airmata yang entah sudah berhenti mengalir atau tidak.
“Bulan!” samar-samar aku mendengar ada yang memanggil namaku. Tapi aku menghiraukannya, mengapa semua tidak mengerti bahwa Rembulan ini sedang sedih. “Rembulan!”. Tunggu… sepertinya aku kenal suara itu.
“Surya?!” aku kaget, Surya berlari kearahku dengan payung biru tuanya.
“kamu ngapain hujan-hujanan? Bisa sakit tau” Surya membagi payungnya bersamaku.
                Aku tak menjawab Surya, hanya memandangnya sebentar sambil mengikutinya berjalan. Tubuhnya yang tinggi kini berada sangat dekat denganku. Matahariku yang jahat menyelamatkan Bulannya dari serangan air hujan. Matahariku itu jahat sekaligus baik disaat yang bersamaan. Matahariku… kamu bikin aku bingung. Surya mengantarku sampai depan rumah.
“Surya, makasih ya” kataku dengan senyum yang di buat semanis mungkin.
“iya”
“kalau Surya terus-terusan baik padaku, bisa-bisa aku semakin suka sama Surya” aku menunggu jawaban Surya. Dadaku berdebar-debar. Tolong lah Surya… jawab aku. Kamu menolakku atau menerimaku. Sekali lagi Surya mengusap ujung kepalaku sambil tersenyum.
“kalau gitu buat aku tertarik sama kamu” kata-katanya sangat jahat. Surya berjalan hendak pulang ke rumah.
“Surya!” panggilku.
“apa?”
“aku boleh minta nomor handphone kamu?” ku kira dia akan menolak memberikannya, tapi matahariku memang selalu baik. Dia memberikan nomor handphone nya.
                Semalaman aku terus mengirimnya pesan singkat. Matahariku yang jahat tidak selalu menjawab pesan singkatku, sekalinya menjawab hanya dengan kata-kata yang singkat. Tapi aku senang. Aku bertanya banyak hal padanya, dan dia selalu menjawabnya. Matahariku sudah menolak cinta dari Rembulannya, tapi Rembulan itu tak ingin jauh dari mataharinya. Coklat dengan paduan mocca turut tersenyum menemani malam yang terasa hangat di musim penghujan.
Guys… Rembulan ini jatuh cinta pada matahari yang jahat. Meski sudah di tolak, Rembulan ini tetap ingin bersama mataharinya.
Guys… Rembulan ini bisa apa tuk menarik perhatian mataharinya?
                Sejak saat itu aku selalu ingin bisa jadi apa yang Surya suka. Surya suka membaca, aku berlatih membuat beberapa cerpen tuk menarik perhatiannya. Surya suka idol grup asal jepang, aku ikut ekskul dance yang sering dance dengan lagu dari idol grup kesukaan Surya. Surya sangat suka lukisan, aku berlatih melukis hingga akhirnya aku bisa. Surya suka wanita yang manis, kuubah penampilanku menjadi semanis mungkin. Kini aku bukan Bulan yang dulu. Kini semua orang melirik kearahku. Menjadi hal yang Surya suka membuatku menonjol di sekolah. Kini aku terkenal sebagai wanita yang serba bisa. Surya… ketika aku sudah menjadi apa yang kamu suka… ketika semua orang melirik kearahku… kapan kau tertarik padaku Surya… matahariku, kamu memang jahat.
“Surya!” aku menemuinya di kantin seperti biasanya.
“apa?” jawabnya dingin seperti biasanya.
“apa kamu sudah tertarik padaku?”
“maksudnya?” Surya pura-pura tidak mengerti. Ayolah Surya… aku tidak suka main-main.
“aku sudah melakukan semua yang kamu suka, aku sudah berjuang hingga aku bisa melakukan semua yang kamu suka. Dan kamu masih gak tertarik padaku?”
“aku gak nyuruh kamu melakukannya kan?”
“tapi kamu suruh aku buat menarik perhatian kamu kan?”
“Bulanku” Surya mengusap ujung kepalaku, sungguh nyaman namun menyesakkan dada. “kamu tau kan alam takkan membiarkan matahari dan Bulan bersama. Sampai kapanpun, Bulan dan matahari tidak akan pernah bisa bersatu” Surya tersenyum manis, sungguh manis hingga aku menitikkan air mata.
“saat gerhana?”
“dan semua gelap”
“Bulan hanya bisa bersinar karna pantulan dari sinar matahari, tanpa matahari Bulan tak ada apa-apanya. Kamu gak pernah bilang suka padaku, tapi kamu selalu membiarkanku ada disisimu. Kalau memang tidak suka jangan beri aku harapan!”
                Aku berlari meninggalkan Surya, masuk ke dalam WC dan menangis sejadi-jadinya. Matahariku sungguh jahat, kalau memang tak bisa bersatu, kenapa ia membiarkan Bulannya terus ada disisinya. Kalau memang tidak suka, kenapa tidak bilang dari awal. Matahari yang ku dambakan terlalu silau. Ternyata memang sudah berakhir. Matahariku… aku tak sanggup lagi berjalan.
Guys… sekali lagi matahariku menghancurkan hatiku. Rembulan ini seperti tak bisa bernafas.
Rembulan ini kesal pada alam semesta yang tak pernah menyatukan Bulan dan matahari.
Rembulan ini benci kenyataan…
Mungkin Rembulan ini ingin mati saja.
                Keesokan harinya aku sampai disekolah dengan mata sembab dan merah. Lingkar hitam di sekeliling mata tak menyembunyikan kenyataan bahwa aku tak bisa tidur tadi malam. Sungguh matahariku telah mengguncangkan jiwaku. Membuatku tidak tenang. Apalah artinya hidup tanpa matahari. Matahariku… aku berharap kau datang dan minta maaf padaku. Bilang kamu suka padaku. Walau akhirnya Rembulan ini tetap tak bisa bersama matahari, setidaknya Rembulan masih bisa menikmati pantulan cahayanya kan?
“Lan, Surya nitip sesuatu buat kamu tuh” Bintang membangunkanku dari lamunan tak berujung.
“nitip apa?” aku hanya melirik Bintang.
“nih, katanya dia minta maaf. Kalian kenapa sih?” Tanya Bintang sambil memberikan gantungan berbentuk coklat padaku. Gantungan coklat sederhana pemberian Surya. Matahariku, bahkan disaat aku tak melihatmu kau tetap saja baik. Aku menggenggam gantungan itu sambil tersenyum.
“Suryanya sekarang mana?”
“gak tau, dia nitipnya kemarin.”
                Aku berjalan pelan munuju kantin tempat aku dan Surya biasa bertemu. Berharap matahariku memberikan sinarnya dan senyum pagi yang manis. Tapi aku tak melihat keberadaannya. Aku berkeliling kantin yang tidak luas itu, tapi Surya tak ada. Aku mencarinya ke kelasnya Surya, dan Surya juga tak ada. Mungkin matahariku terlambat. Aku kembali ke kelas tapi pikiranku masih terus mencari sosok matahari yang biasanya menyinari hari-hariku. Saat jam istirahat, aku segera berlari ke kantin. Sekali lagi… aku tak menemukan sosok matahariku. Aku menunggu lama disana, tapi matahariku tak kunjung terbit. Aku berjalan menuju kelasnya, dan mereka bilang Surya tidak masuk sekolah. Aku kembali ke kelas sambil menggenggam gantungan berbentuk coklat pemberian Surya. Matahariku Rembulan ini ingin mengucapkan terimakasih.
Guys… Rembulan ini kehilangan mataharinya. Kini bagaimana bisa Rembulan bersinar tanpa matahari.
Matahariku… kamu dimana sekarang? Rembulan ini rindu kamu.
                Aku berjalan menuju rumah Surya. Namun rumah itu tampak sepi seperti tak berpenghuni. Sepertinya tak ada orang di rumah itu sekarang. Keesokan harinya aku tetap tak bisa menemukan Surya. Aku tak pernah bertemu dengan Surya lagi. Di sekolah maupun di rumahnya. Matahariku yang tenggelam tak pernah terbit lagi.
                Aku memandang sendu gantungan coklat itu dan menangis sejadi-jadinya. Rembulan ini hanya bisa mengurung diri di kamar dan menyesal mengapa hari itu ia pergi meninggalkan mataharinya. Aku kesal ! aku melempar gantungan itu ketembok hingga gantungan berbentuk coklat itu terbelah menjadi 2. Hei… gantungan ini bukan hancur, tapi memang bisa di bagi 2. Aku memungutnya kembali dan menemukan secarik surat di dalam gantungan itu. Matahariku… ini darimu kan? Aku membacanya
Bulanku… saat kamu baca ini pasti kamu sedang mencariku ya?
Bulanku, sejujurnya aku sudah menyukaimu bahkan sejak kamu menyapaku tuk pertama kalinya.
Bulanku, mataharimu kini sedang sakit. Mana bisa aku bilang kalau aku juga menyukaimu.
Bulanku, kau bisa mencari cahaya dari Bintang lain selain pada mataharimu ini.
Surya…
Matahariku… kamu sakit?
Aku berlari setengah menangis menuju rumah Surya. Dan saat sampai disana, rumah itu masih sepi seperti biasanya. Aku bertanya pada tetangga sekitar rumah Surya, mereka bilang sudah beberapa hari ini Surya dan keluarganya pergi kerumah sakit. Ternyata matahariku benar-benar sakit. Untunglah mereka tahu dimana Surya di rawat. Matahariku… tunggu Rembulanmu ini.
Guys… Rembulan kini tidak tenang… mataharinya sakit dan Rembulan tak tahu harus bagaimana.
Guys… bila saja Rembulan sudah tahu semua ini sejak awal, mungkinkah akhirnya akan bahagia?
                Aku sampai disalah satu kamar rawat rumah sakit. Sebelumnya aku sudah bertemu dengan keluarga Surya dan menanyakan keadaannya. Surya ternyata mengidap kanker. Matahariku… kau selallu tampak sehat, mengapa tiba-tiba kau sakit parah? Aku diizinkan masuk dan menjenguk matahariku.
“Surya” panggilku.
“eh? Bulan” dia tersenyum manis. Bahkan disaat rambutnya sudah rontok dan kulitnya memucat. Matahariku… aku sedih melihatmu seperti ini.
“kamu jahat Surya” aku menangis dan memeluk Surya. Aku sudah tak bisa menahannya. Surya… kenapa semua jadi seperti di film. Dia mengusap ujung kepalaku, ku mohon Tuhan… jangan jadikan ini yang terakhir.
“maafin aku yaa Bulanku” dia menyeka airmata yang sudah terlanjur membasahi pipiku.
“kamu gaakan pergi kan?” tanyaku di sela-sela tangisanku. “kamu kuat Surya. Kamu pasti gak akan mati”
“aku akan terus hidup di hati kamu. Bulanku jangan menangisi aku. Kamu sudah jadi orang hebat sekarang. Bulanku, tetaplah tersenyum seperti saat pertama kali kita bertemu” Surya tersenyum.
                Aku menangis sejadi-jadinya…  tak bisa menerima kenyataan. Mengapa aku harus jatuh cinta pada matahari yang jahat sih?! Matahariku setelah kau menolakku sekarang kau juga mau pergi? Matahariku kau terlalu jahat.
Beberapa saat kemudian, Surya di bawa keruang operasi. Dia harus menjalani operasi tuk menyelamatkan nyawanya.
Guys… matahariku akan terus bersinar kan? Dia takkan pergi kan?

beberapa minggu kemudian...

“Lan pulang sekolah main yuk” Bintang mengajakku pergi seperti hari-hari sebelumnya.
"nggak ah… hari ini aku mau ketemu Surya” aku senyum.
“ya udah deh, titip salam buat dia ya” Bintang pergi.
                Aku tersenyum melihat kepergian Bintang. Hari ini Rembulan akan mengunjungi mataharinya. Dengan membawa bunga yang ku beli dijalan. Aku sudah menyiapkan hatiku tuk bertemu Surya. Matahariku Surya… aku sudah sampai di sebuah makam dengan batu nisan bertuliskan nama SURYA. Matahariku kini telah tenggelam, namun tetap bersinar di hatiku. Aku tersenyum dan berlutut di makam itu. Sambil menggenggam gantungan berbentuk coklat yang pernah Surya berikan.
“hai Surya, Bintang nitip salam buat kamu hari ini” aku tersenyum namun air mataku mengalir. Surya… aku senang bisa bertemu dengan kamu…
                Karna Surya hidupku berubah. Aku bisa melakukan banyak hal. Aku jadi salah satu siswi terkenal dan menonjol disekolah. Kalau bukan karna Surya, mungkin Bulanmu ini akan tetap redup. Aku bersyukur bertemu dengannya.
Guys… matahariku sudah tenggelam. Walau sudah tiada tapi ia meninggalkan banyak hal indah dalam hidupku. Ternyata Surya bukanlah matahari… dia adalah pelangi yang hadir memberikan keindahan sesaat. Meski begitu aku bersyukur bertemu dengannya.
Terimakasih tuhan… terimalah dia disisimu…
TAMAT

Created by : Camelia Athena Kharin (Rin-Chan)
tunggu cerita kedua tentang rembulan yaa