halooo,, thena balik dengan cerpen terbaru aku. mohon maaf bila banyak kesalahan dalam pengetikan, soalnya aku buat ini cerpen cuma 3 jam. cerpen ini terinspirasi dari derasnya hujan di kota bandung akhir-akhir ini...
ok !! MET BACA ^^
7 jam terakhir
Derasnya hujan di penghujung
bulan itu seperti mewakli setiap tetesan air mata yang tertahan di balik mata
indah Kaori. Kalau bisa, sebenarnya ia tidak mau menjumpai hari yang
menyebalkan ini. Hari terakhir dimana ia dan sahabatnya Kimura takkan bertemu
lagi, mungkin selamanya. Kaori melangkahkan kakinya lemas menuju sebuah café
dan terus berharap bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk yang akan segera
berakhir setelah dirinya terbangun dari tidur. Sayangnya ini semua bukanlah
mimpi, ini kenyataan pahit yang harus di telan setelah sekian lama ia dan Kimura
bersahabat.
“kau
lama sekali sih Kaori”, kata seorang pria yang duduk di pojok dekat jendela
café.
“sudah
menunggu lama ya, Kimura?”, Tanya Kaori basa-basi sambil duduk di kursi
bersebrangan dengan tempat duduk Kimura.
“ini
‘kan hari terakhirku berada di kota ini, bisa-bisanya kau datang terlambat”,
kata Kimura bercanda.
“di
luar hujannya sangat deras, masa aku harus hujan-hujanan, gitu?!”, jawab Kaori.
Sejak
bertemu Kimura, Kaori sama sekali tidak ingin menatap mata Kimura secara
langsung. ia terlalu lemah sehingga menatap mata sahabatnya pun tak bisa. Kaori
hanya tidak ingin menangis dihadapan sahabatnya itu.
“Kaori”,
panggil Kimura pelan.
“apa?”,
jawab Kaori mencoba bersikap seperti biasanya.
“kalau
aku tidak ada, kau mau bagaimana?”
“apa
itu pertanyaan yang harus aku jawab?”, Tanya balik Kaori.
Kimura tersenyum melihat sahabat
perempuannya itu. ia hafal betul bagaimana sifat dari Kaori. Jelas saja, mereka
sudah bersahabat sejak kecil. Kimura menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan
sedikit mengacak-acak rambut jabriknya. Di perhatikannya gadis yang duduk
santai di hadapannya itu. sejujurnya ia tak sanggup menghadapi kenyataan bahwa
ini adalah hari terakhir mereka bertemu.
“sebenarnya
pertanyaan itu tidak penting untuk kau jawab. Aku hanya khawatir kau akan
menangis setiap malam karena sudah tak ada lagi orang yang membantumu
mengerjakan PR”, kata Kimura menggoda sambil tertawa kecil.
“hah?!
Enak saja, yang ada kau yang menangis setiap malam karena sudah tidak ada orang
yang menemanimu curhat di setiap harinya”, jawab Kaori tidak mau kalah.
“kata
siapa? Aku bisa mencari penggantimu di kota baruku nanti”
“tetap
saja kau tidak akan menemukan orang yang sama sepertiku”
“memangnya
ada orang yang egoisnya melebihi kamu ?”, Kimura semakin menggoda Kaori.
“apa
kau bilang!!”, kata Kaori sambil memukul-mukul Kimura.
Kimura
tidak menghindar, ia hanya menerima pukulan kecil dari Kaori dengan pasrah.
Mungkin ia akan sangat merindukan hal seperti ini. Kaori menghentikan
serangannya dan tertuntuduk. Kini ia merasa sudah tak bisa menahannya lagi. Air
mata yang sudah coba ia tahan sejak keberangkatannya dari rumah, kini mengalir
begitu saja. Kimura menatap Kaori lirih, jujur saja ia juga ingin ikut
menangis.
“tidak
bisakah kau tinggal di kota ini lebih lama lagi?”, pinta Kaori di sela-sela
tangisannya.
“kurasa
itu tidak mungkin”, jawab Kimura lemas.
“lalu
bila kau tidak ada lagi disisiku, aku harus bagaimana?”, Tanya Kaori, kini Kimura
tidak menjawabnya. “ini kan hari ulang tahunku, mengapa kau pergi di saat
seperti ini? Tidak bisakah kau mengambil waktu yang lain? Apa ini hadiah yang
pantas dihari ulang tahun sahabatmu?”. Tanya Kaori berturut-turut.
Air
mata Kaori tidak bisa berhenti mengalir. Padahal Kaori sudah benar-benar ingin
berhenti menangis. Kimura tidak tahu
harus melakukan apa pada sahabatnya itu. Kimura menghapus air mata Kaori lembut
dengan saputangannya dan menepuk-nepuk pundak Kaori. Ia hanya berharap dengan
sikapnya itu Kaori akan menjadi semakin tenang dan berhenti mengeluarkan air
mata. Rasanya setiap tetes air mata yang Kaori keluarkan membuat hatinya
semakin sakit. Kimura melihat jarum yang ada pada jam tangannya, pukul 1 siang.
Itu artinya ia hanya memiliki 7 jam terakhir bersama sahabatnya ini.
“tenanglah
Kaori, kita masih memiliki 7 jam terakhir sebelum akhirnya aku benar-benar
pergi”, hibur Kimura.
“7
jam apalah artinya”, jawab Kaori pelan.
“ayo
kita buat 7 jam itu menjadi sangat berarti”, Kimura memaksakan dirinya tuk
melukis sebuah senyuman.
“diluar
hujan sangat deras, menurutmu apa yang bisa kita lakukan?”, Tanya Kaori seakan
sudah tak ada lagi harapan. Kimura tersenyum pada Kaori.
“bukannya
kita sudah biasa hujan-hujanan pada saat pulang sekolah?”, Kimura berdiri. “aku
ingat bahwa aku masih punya beberapa tiket menonton film, ayo kita lomba lari
sampai ke rumahku!”, lanjut Kimura.
Untuk
pertama kalinya di hari yang gelap ini, Kaori tersenyum. Ia sangat senang pergi
menonton film. Ia langsung berdiri dari posisi duduknya dan mengangguk setuju.
Dengan cepat Kimura dan Kaori pergi meninggalkan café dan berlari menuju rumah Kimura
yang berada tak terlalu jauh dari café tersebut. Derasnya hujan seolah tak
mereka hiraukan. Mereka terlihat asik menikmati menit-menit terakhir
kebersamaan mereka. Kaori dan Kimura telah sampai didepan rumah Kimura. Seperti
biasanya mereka langsung masuk ke dalam. Pintunya tak terkunci dan sebagian
besar barang-barang milik Kimura telah tertata rapih dalam dus-dus besar.
“kita
langsung ke kamarku saja”, kata Kimura seraya menaiki tangga menuju lantai 2.
Kaori hanya mengangguk dan
berjalan mengikuti Kimura. Sebenarnya ini bukan kali pertama Kaori menginjakan
kaki di rumah ini. Ia sudah sangat sering bermain di rumah tipe minialis milik
keluarga Kimura. Hanya saja kali ini rasanya sangat berbeda, berbeda karena ini
adalah kali terakhir Kaori bermain di rumah ini bersama Kimura.
Di
bandingkan ruangan lain, hanya kamar ini saja yang masih utuh seperti biasanya.
Maksudnya barang-barang yang ada di ruangan ini masih belum di pak kedalam dus.
Padahal beberapa jam lagi Kimura akan pindah rumah ke kota besar Tokyo.
“kau
tidak mau membawa barang-barangmu ini pergi bersamamu?”, Tanya Kaori dingin
sambil mendudukan dirinya di pinggir ranjang tidur milik Kimura.
“nanti
saja, orang-orang jasa pindahan akan mengurusnya”, jawab Kimura santai sambil
mengorek-ngorek isi laci meja belajarnya. Kaori mengangguk mengerti. “ahh ini
dia tiketnya !”, seru Kimura sambil memperlihatkan beberapa tiket menonton
film.
Kaori berlari kecil menghampiri Kimura.
Pria berambut jabrik itu langsung memberikan tiket-tiket itu pada Kaori. Kaori
menerimanya dengan sangat senang.
“dimana
kau mendapatkan semua tiket-tiket ini?”, Tanya Kaori sambil memperhatikan satu
per satu judul film yang tertulis di tiket itu.
“kau
tau kan, ayahku producer film. Dan ini tiket beberapa film yang ayahku
produseri”, jawab Kimura santai.
“tapi…”,
kata Kaori lemas.
“tapi
apa? Kau tidak suka?”, Tanya Kimura bingung.
“tidak,
aku suka. Hanya saja semua tiket ini untuk besok”
“eh?
Benarkah?”, Kimura terkejut. Ia sama sekali tidak memperhatikan tanggal yang
tertera pada tiket tersebut.
Kimura
mengambil semua tiket yang ada di tangan Kaori, di periksanya sekali lagi
tanggal yang ada pada tiket tersebut. Ternyata benar, semua film yang tertera
di tiket itu di tayangkan besok. Betapa kecewanya hati Kimura saat ini, bahkan
disaat terakhir ia bersama sahabatnya, Kimura sama sekali tidak bisa memberikan
hal yang menyenangkan untuk Kaori. Kaori menghembuskan nafas lemas dan kembali
mendudukan diri di ranjang tidur milik Kimura. Kimura mengikuti Kaori dan duduk
di sebelah gadis cantik itu. kini keduanya bingung harus melakukan apa. Mereka
hanya mengobrol ringan dan bercanda yang kini mulai sedikit membosan. Waktu
sudah menunjukan pukul 3 sore.
“sudah
jam 3, ini artinya kita hanya tinggal punya waktu 5 jam lagi tuk bersama”, kata
Kaori.
“5
jam lagi ya”, ulang Kimura pelan.
“sekarang
kita mau melakukan apa?”, Tanya Kaori yang kini mulai kehilangan semangatnya. Kimura
menunduk dan Nampak berfikir.
“oiya,
aku baru ingat kalau hari ini ada pertunjukan teater di lapangan dekat balai
kota. Kita menonton kesana saja yuk, kita harus buat menit-menit terakhir kita
menjadi sangat menyenangkan”, ajak Kimura.
bersambung....
mau lihat kelanjutannya? klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar