ini demi kamu
kini kau pergi...
meninggalkanku dengan sejuta tanda tanya
menggoreskan rasa sakit yang tak ada tandingannya
aku tak mengerti
kenapa?
persoalan yang masih ada di antara kita belum pula selesai
bukan dendam atau semacamnya
aku tak membencimu
hanya ingin bertanya, "kenapa kau meninggalkan aku di saat aku paling membutuhkanmu?"
aku kecewa tapi aku tidak membencimu
perasaanku tetap tidak berubah sejak aku mengenalmu
yang berubah adalah kau
kau tak lagi manis
kau tak lagi ada di sampingku
kau tak lagi mendengar tawaku
kau tak lagi membendung keluhan akan dunia yang tak adil
ini membuatku ingin menangis
tapi saat ku ingat kau pernah berkata "kamu kuat"
aku kembali menahan airmataku
hingga akhirnya kita tak bersama, aku tetap berjuang untukmu
apa kau ingat, dulu ketika kita bersama
aku berjuang untuk hubungan kita
aku membelamu di depan teman-temanku
apa kau lupa akan hal itu?
kini ketika kita melangkah di jalan yang berbeda
aku tetap berjuang untukmu
tak hanya untuk merebut kembali hatimu
juga berjuang agar aku kuat ketika kau lebih memilih wanita itu di bandingkan aku
dan ketika kau bilang "semoga kamu baik-baik saja"
saat itu pula aku akan baik-baik saja
ini demi kamu...
by :camelia athena kharin
Kamis, 12 September 2013
Kamis, 05 September 2013
Naruto dan Hinata fanfic - time machine
Naruto dan Hinata fanfic.. OK met baca !!
...................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................
“aku tidak apa-apa, Hinata”, kata pria itu disela-sela nafas
lemasnya.
“na-Naruto… kenapa kau lakukan ini?!”, Hinata tak dapat
menahan tangisnya. Semakin lama teriakannya semakin keras. Ini salahnya… andai
saja Naruto tidak datang untuk melindunginya. Mungkin… mungkin Naruto…
“Hinata… Hinata aku…”, darah segar keluar dari mulut Naruto
diselingi dengan batuk yang terdengar menyakitkan. “…mencintaimu”, Naruto
menutup matanya perlahan dan tertidur di pelukan Hinata untuk selamanya.
“NARUTOO !!!”
TIME MACHINE
Hinata and Naruto
Fanfiction
Created by : Camelia.Athena.Kharin
Angin kencang di pesisir pantai telah berhasil
melambaikan rambut panjang Hinata. Gadis itu tak dapat menutupi kesedihannya.
Setelah pulang dari misi yang merengut nyawa pria yang paling di kasihi, semangat
hidupnya seakan habis di telan ombak.
Mata sayu gadis itu menatap lurus laut di depannya. Perlahan air matanya
keluar. Mengapa? Mengapa harus Naruto yang pergi? Mengapa tidak ia saja… Hinata
menangis sekencang-kencangnya. Berteriak agar semua beban dalam hatinya keluar.
Berharap rasa sakit dalam hatinya pergi bersama dengan ombak. Namun ternyata
itu tidak berhasil, air matanya masih saja mengalir dan dadanya masih terasa
sakit. Kenapa?
“Hinata!” panggil seseorang
“Kiba?”, Hinata berusaha tersenyum sambil menyeka air
matannya.
“lagi apa sendirian disini? Gak takut di culik?”, Kiba
mendekati Hinata lengkap dengan akamaru di sampingnya.
“ti-tidak akan ada yang menculikku disini”, jawab Hinata
pelan.
“hahaha aku hanya bercanda. Eh? Botol itu untuk apa?”,
“ah ini…” Hinata menatap botol yang sejak tadi ia genggam.
“ada tradisi lama… tulis harapanmu di secarik kertas dan masukan kedalam botol
kecil. Bila kau membiarkannya mengalir bersama dengan ombak di laut. Suatu hari
harapanmu akan terkabul”, Hinata tersenyum kecil.
“itu kan cerita untuk anak kecil”
“aku tahu…”, Hinata mengangkat kepalanya dan menatap wajah
temannya itu. “tapi aku tetap berharap ini benar-benar terjadi”, Hinata
tersenyum. Kiba menatap Hinata bingung.
“melihat kau seperti ini aku jadi merasa bersalah, ayo aku
bantu melempar botolnya ke laut!”, Kiba menggulung celananya selutut. Hinata
tersenyum senang, Kiba mau membantunya.
Mereka
berjalan menghampiri perbatasan antara
daratan dan lautan. Masuk kedalam air hingga lutut dan dress pendek yang gadis
itu kenakan basah terkena air laut. Perlahan Hinata melepaskan botol yang ada
di genggamannya dan membiarkan harapan kecilnya mengalir jauh bersama dengan
ombak. Berharap tradisi lama itu benar-benar ada dan harapannya bisa terkabul.
Sepercik harapan untuk pria yang ia cintai. Harapan untuk Naruto…
‘mengalir lah jauh
botol kecil’
‘bersama dengan surat
berisikan harapan’
‘di sisi lain
cakrawala’
Air mata gadis itu kembali mengalir untuk Naruto.
Malam
cerah tak berawan menghiasi langit kala itu. Angin hangat menyentuh siapa saja
yang ia lewati. Termasuk pada gadis berambut indigo yang kali ini sedang damai
dalam tidurnya. Hinata tertidur dengan mimpi
yang di penuhi oleh bayangan Naruto. Mimpi bahagia sekaligus menyesakkan
dada mengingat Naruto sudah tidak ada.
“Hinata…”
“engh” Hinata membuka matanya
“Hinata…”, Hinata membuka matanya lebar-lebar mengetahui
siapa yang memanggil namanya.
“Naruto !”, Hinata segera beranjak dari tempat tidurnya dan
menghampiri sosok itu sambil sesekali mengucek matanya, ini bukan mimpi ‘kan?!
Sosok penuh cahaya itu tersenyum penuh arti pada Hinata dan
melangkah pergi. Hinata tidak hanya diam, ia berjalan mengikuti sosok yang ia
yakini bahwa itu Naruto. Semakin lama langkahnya semakin cepat hingga akhirnya
ia berlari menembus malam. Langkah itu berhenti di pinggir pantai.
“na-Naruto?”, panggil Hinata pelan.
“sini… temani aku sebentar”, kata Naruto yang berdiri
sedikit jauh dari Hinata.
Hinata
berjalan pelan menghampiri Naruto. Pandangannya tak berpaling dari Naruto yang
seluruh tubuhnya bermandikan cahaya bulan. Gadis itu menelan sedikit ludahnya
dan mencubit pipinya, sakit! Ini bukan mimpi. Naruto berdiri di pantai tanpa
menggunakan alas kaki dan membiarkan kakinya sedikit basah terkena air laut.
Rambut jabriknya tertiup angin dan mata shappire nya menatap lurus kearah laut.
Badan Hinata bergetar hebat menahan tangis. Dengan cepat Hinata berlari dan
memeluk Naruto. Rindu dalam hatinya sudah tak terbendung lagi. Ia sudah tak
peduli ini nyata atau tidak. Ini mimpi atau kenyataan sudah bukan masalah lagi
untuknya. Ia hanya ingin merasakan hangat tubuh Naruto sekali lagi. Sebentar
saja…
“na-Naruto… aku merindukanmu”, kata Hinata diselingi tangis.
Naruto tak menjawab apapun, pria itu memeluk Hinata hangat
dengan senyum yang tak dapat di artikan dengan kata-kata. Hinata melepaskan
pelukannya dan menyeka air matanya. Menatap pria itu lembut seraya tangan halusnya
mengusap pipi Naruto.
Tiba-tiba
muncul cahaya terang dari laut, membentuk sebuah lingkaran besar yang semakin
lama semakin mendekat pada Hinata. Mata Hinata seperti terhipnotis dan secara
perlahan masuk ke dalam lingkaran itu. Sesekali Hinata menatap Naruto yang ikut
masuk ke dalamnya.
Hinata tak berani mengucapkan apapun. Pandangannya kini
berubah menjadi cahaya putih. Semakin lama semaki terang dan terus terang. Hinata
menutup matanya, ia tak tahan dengan silau dari cahaya tersebut. Dan ketika ia
membuka matanya… cahaya bulan berganti dengan terik matahari. Sosok Naruto yang
menemani Hinata semakin lama semakin memudar dan secara perlahan menghilang.
Ini hari sebelum Naruto dan Hinata pergi untuk misi itu…
.
Hinata’s POV
.
Aku benar-benar kembali ke masa lalu. Aku ingat betul hari
ini… ini hari sebelum kami pergi untuk misi itu. Kalau bisa aku tidak ingin
pergi untuk misi itu, tapi Naruto ia pasti akan tetap pergi. Apa yang harus
kulakukan?
“Hinata!”, suara yang memanggil namaku itu sudah tak asing
lagi di telingaku. Aku menoleh kebelakang
“Kiba? A-ada apa?”
“Aku mencari mu kemana-mana, kau dan Naruto di panggil ke
ruang Hokage”
“ba-baik”
Aku tahu hal ini pasti
akan terjadi. Kami berdua di panggil ke ruang Hokage dan lalu pergi
meninggalkan konoha untuk menjalankan misi. Dan setelah misi itu selesai, hanya
tinggal aku sendiri yang kembali ke konoha. Aku berjalan pelan menuju ruang
Hokage. Pakaianku masih belum berganti sejak kedatanganku kembali ke masalalu.
Aku masih memakai dress selutut yang sedikit kusam karna sebelumnya basah
terkena air laut. Ketika ku buka pintu ruangan orang paling hebat di konoha,
sosok itu kembali memenuhi pandanganku. Naruto sudah ada disana.
“a-anda memanggil saya?”, tanyaku sebelum masuk ke ruangan.
“iya, masuk lah Hinata”,
Mataku
menatap Hokage kelima itu dengan serius tapi ujung mataku sesekali melirik pria
yang ada di sampingku ini. Pria yang sebentar lagi kehilangan nyawanya karnaku.
Aku tak tahan ingin menangis, aku ingin sekali memeluk Naruto sebelum ia pergi
untuk selama-lamanya. Namun apa yang bisa kulakukan? Aku tidak dapat focus
mendengar penjelasan Hokage kelima ini. Aku juga tak perlu juga
mendengarkannya, aku masih ingat apa saja yang dikatakan nona Tsunade.
Setelah keluar dari ruangan Hokage aku dan Naruto berjalan
pelan menyusuri jalan di desa konoha ini. Bodoh…
kenapa aku hanya diam? Katakan sesuatu Hinata!! Teriakku dalam hati. Aku
tahu seberapa kuat aku berteriak dalam hati, tak sedikitpun terdengar oleh Naruto.
“hei Hinata!”, panggil pria itu.
“i-iya?”, aku gugup
“kita ke ichiraku dulu ya sebelum pergi untuk misi!
Tiba-tiba perutku lapar. Hehe”, cengir Naruto.
“umm”, aku mengangguk seraya memberikan sedikit senyuman.
Aku ingat, saat itu Naruto
mengajakku untuk pergi makan ramen di ichiraku. Tapi aku menolak, aku terlalu
gugup untuk makan bersama Naruto. Tapi kali ini, aku tidak akan
menyia-nyiakan waktukku. Aku hanya ingin terus bersama Naruto. Aku berharap
hari ini berlangsung sangat pelan. Tuhan
biarkan aku menikmati saat-saat terakhirku bersama Naruto..
“eh? Aku kira kau akan menok ajakkanku”
“ah itu.. umm..”, aku yakin pipiku memerah. “a-aku ju-ga
lapar, Naruto”
“baiklah kalau begitu! Ayo cepat ke ichiraku!!”, Naruto
meraih tanganku. Dengan cepat ia membawaku berlari menuju tempat makan ramen
kesukaannya.
Aku
menatapnya dari belakang, selalu dari belakang. Aku selalu mengikuti kemanapun
ia melangkah, sejak dulu aku selalu memperhatikannya. Membantunya dari
belakang, meski ia tak pernah tahu itu. Aku begitu menyayanginya. Waktuku tersita
hanya dengan angan tentangnya. Setelah sampai di ichiraku, kami berdua makan
bersama. Sesuatu yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Makan bersama Naruto? Ini mimpi kan?
“ah Hinata, tentang misi kali ini…”, Naruto memulai
pembicaraan.
“a-ada apa dengan misinya?”
“sebaiknya kau tidak usah ikut”, Naruto menatapku sendu. Glek… aku menelan ludahku.
“kenapa?”
“misi kali ini, kita harus membuntuti akatsuki. Mungkin
terdengar mudah, tapi ini berbahaya. Aku tak mau kehilanganmu dalam misi ini”
“naru—to?”, kenapa ia mengatakan itu, seharusnya aku yang
berkata seperti itu. Harusnya aku yang mencegah Naruto untuk ikut dalam misi
ini. Dalam misi ini… Naruto yang akan pergi bukan aku. Kenapa Naruto… aku menahan airmataku agar tidak keluar.
“ahh tidak apa-apa” aku tersenyum . “ bukankah ini berbahaya
Naruto? Seharusnya kau yang tidak ikut dalam misi ini”, jangan ikut dalam misi
ini Naruto!
Ia
tidak menjawab kata-kataku. Sisa makan siang kali ini kami habiskan dalam diam.
Aku ingin menangis mengingat beberapa jam lagi kami akan berangkat untuk misi.
Aku pulang menuju rumahku dan bersiap-siap untuk berangkat. Aku yakin sekali
kalau Naruto pasti sudah menungguku. Saat
itu aku datang terlambat, tapi Naruto tetap tersenyum padaku dan memaafkanku.
Kali ini, aku tidak mau datang terlambat. Aku yang akan menunggu Naruto.
Aku melewati mesin waktu, sebuah cahaya yang memberikanku
kesempatan untuk bertemu dengan Naruto sekali lagi. Bertemu dengan pria yang
selalu aku cintai, aku harus melindunginya. Aku sudah berdiri di gerbang desa
konoha, lengkap dengan tas berisikan peralatan ninjaku. Beberapa menit kemudian
Naruto datang. Rambut kuning jabriknya melambai searah dengan angin yang
bertiup kearahnya. Mata safirnya membuatku tak bisa berpaling darinya. Ia
berlari kearahku.
“ooi Hinata! Sudah
menunggu lama ya!”, ia melambaikan tangannya.
“ahh ti-tidak naru-to”, aku gugup.
“misi kali ini hanya kita berdua, yang lainnya sedang sibuk,
tidak masalah kan?”, Naruto tersenyum
“ti-tidak”, pipiku memanas.
Kami
berangkat meninggalkan konoha untuk misi. Naruto yang langkahnya lebih cepat
dariku membuatku akan selalu berlari di belakangnya. Kami berlari menyusuri dahan demi dahan di
dalam hutan. Sesuai kata Nona Hokage, kami menemukan akatsuki di tempat yang
sudah di perkirakan sebelumnya. Kami bersembunyi dibalik semak-semak. Sebentar
lagi Naruto akan…
“Naruto…”, kataku pelan.
“ada apa Hinata?”
“masih ada waktu, pulanglah!”, aku mencoba menghentikan Naruto
agar ia segera pulang, pulanglah Naruto! Kalau tidak kau akan…
“kenapa?”, pria itu bingung.
“kau akan mati”, air mataku keluar begitu saja. Ohh tidak!
Kenapa aku menangis?
“Hinata? Kau kenapa?”, Naruto semakin bingung melihatku
seperti ini.
“aku tahu kau tidak akan percaya… tapi kau akan mati dalam
misi ini karna melindungiku. Aku datang menggunakan mesin waktu agar aku bisa
memberitahumu soal ini. Aku mohon… Naruto… pulanglah, aku tidak ingin kau
mati!”, suaraku meninggi, aku menangis sejadi-jadinya. Naruto merangkulku.
“Hinata… bila aku mati untukmu, aku akan tetap senang”, bisik Naruto.
Tubuhku
bergetar hebat ketika kami menyadari ada seseorang yang berdiri di belakang
kami. Ohh tidak… kami ketahuan. Ini
salahku!. Dengan epat Naruto
mengeluarkan jurus andalannya. Begitupun aku. Kami kalah jumlah, tapi aku tidak
akan menyerah. Waktu terasa begitu cepat hingga aku menyadari sesuatu yang
besar datang kearahku. Pedang mlik salah satu anggota akatsuki siap menusuk
dadaku sebelum akhirnya…
“HINATA!!”,
Jleb… crat…
Naruto melindungiku… lagi…
.
Normal POV
.
Hinata berlari kearah Naruto.
Selagi akatsuki berhasil kabur, Hinata aman tuk memeluk tubuh Naruto. Tubuh
kekar yang kini tak berdaya lagi. Kenapa? Seharusnya Hinata yang melindungi Naruto.
Butir-butir air mata kini mulai menghiasi wajah cantiknya.
“Hinata…”, ucap pria itu pelan. Hinata tidak menjawab. Bibir
tipisnya sibuk menahan teriakan yang siap tuk keluar.
“meskipun kau menggunakan mesin waktu dan mencegahku tuk
melindungimu, itu tak ada gunanya. Karna apapun yang akan terjadi, kau tidak
bsa menghentikanku untuk melindungimu. Kau tidak bisa mencegahku untuk mati
karnamu. Karna aku..” suara Naruto semakin melemah, Hinata tahu waktu Naruto
tidak lama lagi. Hinata menangis sejadi-jadinya. Mengapa ia tidak bisa merubah
sesuatu?! Tuhan… tolong aku, teriak Hinata dalam hati.
“aku tidak apa-apa, Hinata”, kata pria itu disela-sela nafas
lemasnya.
“na-Naruto… kenapa kau lakukan ini?!”, Hinata tak dapat
menahan tangisnya. Semakin lama teriakannya semakin keras. Ini salahnya… andai
saja Naruto tidak datang untuk melindunginya. Mungkin… mungkin Naruto…
“Hinata… Hinata aku…”, darah segar keluar dari mulut Naruto
diselingi dengan batuk yang terdengar menyakitkan. “…mencintaimu”, Naruto
menutup matanya perlahan dan tertidur di pelukan Hinata untuk selamanya.
“NARUTOO !!!”
Tiba-tiba
cahaya yang sama datang menghampirinya. Cahaya mesin waktu yang menariknya
masuk kedalam sinar putih. Ia menutup matanya dalam tangis yang mendalam. Tidak
dapat di percaya, ketika ia di beri kesempatan untuk memperbaiki kesalahnnya di
masa lalu, Naruto tetap pergi meninggalkannya. Saat Hinata membuka matanya. Ia
sedang terbaring di pinggir pantai sambil menggenggam botol berisikan
harapannya. Botol yang seharusnya sudah pergi terbawa ombak.
Hinata bagun dan duduk sambil tangannya membuka dan
mengeluarkan isi botol itu. Di bacanya kembali isi harapan yang ia tulis di
secarik kertas yang ia sobek dari buku hariannya.
Tuhan… kenapa kau ambil pria yang paling aku sayang di dunia ini?
Mengapa kau tidak izinkan kami tuk tetap bersama…
Ini salahku!
Naruto bila kau membaca surat ini, aku hanya ingin kau tahu..
Aku nencintaimu.. demi hari-hari yang kulewati selama ini, aku
mencintaimu..
Aku minta maaf! Naruto… aku minta maaf, ini salahku!
Aku berharap aku punya mesin waktu, dengan mesin itu aku akan kembali
kemasa lalu dan bertemu denganmu sekali
lagi.
Tuhan… bila kita berdua terlahir kembali, aku berharap suatu saat kau izinkan kami tuk tetap bersama.
Hinata Hyuuga
.
.
END
Naruto dan Hinata FanFic - Jika Saja…
Naruto dan Hinata FanFic - Jika Saja…
Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto
Jika Saja…. © Camelia Athena Kharin
Summary :
Jika saja pagi itu hujan berhenti. Jika saja bus saat itu tiba lebih
awal. Jika saja Ia tak bertemu Naruto bulan kemarin. Mungkin ia takkan mengenal
pria itu. Mungkin ia takkan pernah merasa jatuh cinta pada Naruto. Mungkin ia
kini takkan pernah merasa sakit hati. Jika saja…
Haloo
semua, sekarang thena mau coba bikin FF NaruHina nih. FF ini terinspirasi dari
beberapa komik dan lagu. Banyak flashbacknya sih, dan alurnya agak
membingungkan. Jadi mohon kritiknya ya… OK met Baca^^
Jika saja…
Hari ini
masih seperti biasanya. Hujan deras mengguyur pagi itu. Seperti hari-hari
sebelumnya, walau hujan Hinata masih semangat berangkat sekolah. Langkah kaki
gadis berambut indigo itu tidak cepat, juga tidak terlalu pelan. Tetap santai
walau angin dingin dan percikan hujan bisa saja membuatnya sakit. Sebenarnya Hinata
menggunakan payung. Tapi tetesan ringan hujan yang tertiup angin masih saja menyentuh
tubuhnya. Hinata menghentikan langkahnya di halte bus. Sekali lagi… karena
hujan bus terlambat datang dipagi itu.
“Hinata !”, panggil pria berambut kuning jabrik tepat di
sebelah Hinata.
“Naru… to?”, kata Hinata pelan.
Hinata
menatap Naruto tidak percaya. Tangan kanan Hinata yang memegang gagang payung
kini mulai melonggarkan genggamannya. Payung berwarna lavender itu jatuh
bersama dengan Hinata yang berlari ke arah lain,mencoba menghindari Naruto.
Sesekali mata lavendernya menitikan air mata kepedihan yang selama ini ia tahan
dalam dada. Ia sadar, sebenarnya ini bukan salah Naruto. Tapi tetap saja…
rasanya sakit.
<<FLASHBACK>>
“kau duluan, Hinata”, kata Naruto setelah mereka sampai di
tempat itu. Wajah Hinata yang sejak tadi sudah merah, kini semakin memerah.
“Ti-Tidak mau, K-Kau duluan saja, Naruto”, kata Hinata gugup.
“Wanita duluan”
“ka-kalau begitu, kita katakan secara bersamaan!”
Untuk beberapa detik Naruto terdiam. Memandang Hinata lalu
tersenyum tipis. “baiklah!”, jawab Naruto setuju.
“satu… dua…”, Hinata mulai berhitung
“tiga!! Sekarang !!”, lanjut Naruto semangat.
“Aku menyukai mu Naruto”, kata Hinata lantang
“Aku menyukai Sakura—“, kata Naruto berbarengan dengan Hinata
Mereka berdua terdiam, kaku, dan saling menatap tak percaya…
<<FLASHBACK END>>
“Hinata tunggu !!”, Naruto mencoba mengejar gadis berambut indigo itu
Namun Hinata
tetap tidak peduli dengan panggilan itu. Ia tetap berlari menembus hujan. Gadis
itu sudah tidak peduli lagi dengan pakaiannya yang basah. Ataupun tubuhnya yang
mulai kedinginan. Ia tak peduli lagi dengan orang-orang yang memandangnya aneh.
Ataupun pada Naruto, ia tak mau peduli lagi. Saat ini yang Hinata inginkan
hanya menjauh dari Naruto. Jika saja pagi itu hujan berhenti. Jika saja bus
saat itu tiba lebih awal. Jika saja Ia tak bertemu Naruto bulan kemarin.
Mungkin ia takkan mengenal pria itu. Mungkin ia takkan pernah merasa jatuh
cinta pada Naruto. Mungkin ia kini takkan pernah merasa sakit hati. Jika saja… Hinata
menangis sejadi-jadinya.
Dari
belakang Naruto melihat bahu Hinata yang bergetar hebat. ia langsung tahu kalau
Hinata sedang menangis. Jika saja saat itu ia bisa meneruskan kata-katanya. Naruto
berani bersumpah bahwa ini hanya kesalah pahaman.
<<FLASHBACK>>
Hari masih
saja hujan dipagi itu. Rasanya sangat malas melakukan aktivitas dan lebih baik
tidur kembali. Namun sebagai pelajar yang baik Hinata tetap harus berangkat
sekolah. Setelah menunggu hujan sedikit reda, Hinata segera melangkahkan
kakinya menuju sekolah. Dengan payung berwarna lavender yang melindunginya dari
rintik-rintik hujan. Hinata menunggu bus yang biasa membawanya menuju sekolah
di halte yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Hinata. Tidak seperti
halte bus pada umumnya, halte ini tidak di fasilitasi atap. Jadi para calon
penumpang bus termasuk Hinata tetap harus menggunakan payung pada saat menunggu
bus.
“ano… maaf”, kata seorang pria seraya menepuk pundak Hinata.
“i-iya?”, jawab Hinata
“boleh berbagi payung tidak? Aku lupa membawa payung”, kata
pria itu sambil nyengir dan berharap Hinata mau berbagi payung dengannya.
“eh i-iya…”, Hinata bergeser sedikit agar pria itu bisa
sepayung dengannya.
Hinata tahu
kalau ini adalah kesalahan yang fatal. Membiarkan pria yang tidak ia kenals epayung
dengannya dan orang-orang akan memandang mereka seperti sepasang kekasih.
Pertama minta sepayung, lalu entar minta apalagi? Check in di hotel? Huaaa
>o<”” (imajinasi terlalu tinggi). Tentu saja pria itu takkan melakukan
hal serendah itu. Ia hanya ingin minta sepayung, itu saja.
“namaku uzumaki Naruto !”,kata pria itu sambil tersenyum
ramah dan sedikit mengibaskan rambut kuning jabriknya yang basah. Hinata
sedikit menelan ludah, tampan… “kau?” lanjut Naruto.
“a-aku h-hyuuga Hinata”, Hinata malah gugup
“ah ! itu busnya sudah datang ! ayo Hinata”, ajak Naruto
sambil meraih tangan Hinata.
Hinata
merasa pipinya memanas saat itu juga. Ia yakin, pasti rona merah menghiasi
pipinya bak kepiting rebus. Apa-apaan pria ini? Seenaknya meraih tangan Hinata.
Tapi bukan Hinata namanya kalau gadis itu berani menegur Naruto secara
langsung. Mereka berdua memasuki bus. dan Naruto belum juga melepaskan tangan Hinata.
Entah sengaja atau lupa. Tapi Naruto sepertinya tidak sadar kalau ia masih
menggenggam tangan Hinata.
“ekhem…” singung Hinata
“eh? Ada apa?”, Naruto menoleh pada Hinata.
“a-ano… ta-tanganmu—“. Kata Hinata menunduk dan melihat tangan mereka yang masih bergandengan.
“a-ano… ta-tanganmu—“. Kata Hinata menunduk dan melihat tangan mereka yang masih bergandengan.
“Hoaa… ma-maaf, aku lupa!”, Naruto melepaskan genggamannya.
Keadaan bus
saat itu sangat penuh. Hinata duduk di salah satu kursi yang di pilihkan Naruto,
sedangkan Naruto berdiri di depan Hinata. Sedikit-sedikit Hinata mencuri-curi
pandang pada pria yang berdiri dihadapannya itu. Mata biru sapphire milik Naruto
telah berhasil mencuri perhatian Hinata. Sulit untuk mengakuinya, tapi Naruto
memang cukup tampan. Tubuhnya tinggi dengan dada yang bidang di lapisi kulit
berwarna tan. Naruto juga ramah dan kelihatannya mudah bergaul. Hinata
memperhatikan pakaian yang dikenakan Naruto. Itu kan seragam sekolahnya !.
artinya ia dan Naruto satu sekolah. Mengapa Hinata tidak pernah melihat Naruto?
“ada apa?”, tanya Naruto tiba-tiba, pria itu telah berhasil membuat Hinata kaget
sekaligus blushing hebat.
“ti-tidak”, jawab Hinata lalu menunduk.
“kamu sekolah di Konoha High School juga ya?” tanya Naruto
so’akrab.
“i-iya, kau juga kan?”
“aku baru pindah”
“ohh, masuk kelas apa?”
“kalau jodoh, pasti kita bertemu lagi di kelas yang sama.
Maka dari itu aku tidak akan memberitahumu”, jawab Naruto santai.
“jodoh?” tanya Hinata pelan, perlahan Hinata mulai blushing
kembali. Naruto hanya tersenyum sambil memandang gadis yang duduk di hadapannya
itu. Jujur saja… sejak awal Naruto sudah tertarik pada Hinata.
Selama
perjalanan menuju sekolah tak pernah setegang ini bagi Hinata. Bersama Naruto ia
merasa dadanya berdebar-debar, terlebih lagi saat Naruto membicarakan soal
‘jodoh’. Ini bukan obrolan yang biasa bagi Hinata. Bukannya Hinata polos soal
cinta, tapi haruskah di saat yang seperti ini? Bus menghentikan lajunya di
halte depan sekolah Hinata, ini waktu yang tepat untuk lepas dari Naruto.
kebetulan saat itu hujan sudah berhenti, Hinata jadi bisa langsung lari menuju
sekolah. Meninggalkan Naruto yang menatapnya bingung. Ah tapi ya sudahlah
Hinata
sampai di kelas dengan nafas yang terengah-engah. Berlari bukan bagian dari
aktivitas sehari-harinya. Badannya tidak biasa diajak berlari dan sekarang Hinata
merasa sangat lemas. Sambil berjalan pelan menuju bangkunya, Hinata masih
bertanya dalam hati. mengapa ia harus berlari sih? Mengapa ia menghindar dari Naruto?
Banyak sekali hal yang terjadi pagi ini.
“hei Hinata, kau kenal pria itu? Sepertinya pria itu terus
memandang ke arahmu”, Tanya Sakura, teman sebangku Hinata.
“pria apa?”, Tanya Hinata balik, gadis itu belum connect
“murid baru itu!”
“ada murid baru ya? Dimana?”, Tanya Hinata sambil celingukan
mencari pria yang Sakura maksud.
“yang masih berdiri di depan bersama Shikamaru”, jawab Sakura.
Hinata memusatkan pandangannya ke depan. Memandang pria yang berdiri disana
bersama ketua murid. Mata lavendernya membesar tatkala ia tahu siapa pria itu.
Wajahnya memucat sekaligus memerah. “kau kenal Hinata?” Tanya Sakura lagi.
“Naru…to?”, kata Hinata pelan.
.
“kalau
jodoh, pasti kita bertemu lagi di kelas yang sama. Maka dari itu aku tidak akan
memberitahumu”, jawab Naruto santai.
“jodoh?”
tanya Hinata pelan…
.
.
Hinata merasa badannya kini semakin melemas. Ia tidak percaya
kalau Naruto sekelas dengannya. Dari lima belas kelas di konoha high school,
kenapa harus kelas Hinata yang Naruto pilih? Jodoh? Apa artinya Hinata berjodoh
dengan Naruto? Ahh mustahil, mungkin Naruto tadi hanya menggodanya.
“Hinata? Kau kenapa?”, Tanya Sakura khawatir.
“ahh… ti-tidak apa-apa”, jawab Hinata.
Hinata tetap
bersikap biasa saja, seolah tak pernah terjadi apa-apa. Mencoba untuk sebentar
saja melupakan kehadiran Naruto, walau sebenarnnya itu percuma. Naruto duduk di
kursi tepat di depannya sebelah Shikamaru si ketua kelas. Bagaimana mungkin Hinata
melupakan keberadaan seseorang yang duduk tepat di depannya. Untuk kesekian kalinya,
Hinata menghela nafas. Benar-benar hari yang melelahkan. Setelah sekian lama di
tunggu. Akhirnya bel istirahat pun berbunyi. Hinata merasa ia butuh asupan dan
tak ada alasan untuk tidak ke kantin dan makan disana. Hinata membereskan
buku-buku pelajarannya agar bisa segera pergi ke kantin. Tanpa Hinata sadari, Naruto
sudah membalikan kursi tempat duduknya hingga kini mereka berhadapan.
“hey”, kata Naruto. Untuk ke sekian kalinya di hari ini, Hinata
di buat tegang oleh Naruto.
“i-iya?”, kata Hinata.
“tak perlu setegang itu”, Naruto tersenyum, bukannya menjadi
santai. Hinata malah semakin tegang.
“a-apa maumu?”
“aku hanya mau bilang, ternyata kita benar-benar berjodoh
ya”, senyum Naruto semakin melebar.
“ha-hanya kebetulan saja!”, kata Hinata agak keras dan
langsung pergi menyusul Sakura ke kantin.
Naruto tidak membalas kata-kata gadis itu. Namun mata
sapphirenya tetap tidak bisa melepaskan pandangannya dari Hinata. Gadis yang
dianggapnya lucu itu memang baru ia kenal, tapi rasa ketertarikannya sudah sangat
besar. Naruto segera berjalan keluar kelas, bukan Hinata saja yang butuh asupan
makanan tapi ia juga.
Hinata duduk
di salah satu kursi di kantin bersama Sakura. Sup kentang dan dagingnya sama
sekali belum Hinata makan. Gadis itu hanya mengaduk-ngaduk sup itu sambil
melamun. Mata lavendernya menatap lurus supnya. Ia masih memikirkan Naruto. Ia
sendiri tidak tahu mengapa ia bisa memikirkan pria itu setiap waktu. Apa itu
artinya Hinata mulai ada rasa pada Naruto? Tapi mereka baru saja kenal. Tadi Hinata
sudah menceritakan semuanya kepada Sakura. Dan Sakura sekarang hanya menatap Hinata
maklum, ia paham betul perasaan sahabatnya itu.
“makan Hinata”, suruh Sakura
“i-iya”, jawab Hinata. Hinata mulai memakan supnya.
“supnya enak tidak?”
“lumayan enak bagi perut yang lapar”, jawab Hinata
“ahh kalau begitu seharusnya tadi aku beli juga supnya”,
sesal Sakura. Hinata tersenyum.
“ano… boleh aku duduk bersama kalian?”, seseorang tiba-tiba
datang dan menyela obrolan mereka.
“Naruto?”, kata Hinata sambil menatap Naruto tidak percaya. Kenapa harus kesini sih?
“ohh Naruto ya? Mari silahkan duduk bersama kami”, kata Sakura
ramah.
“ahh arigatou”, Naruto tersenyum lebar pada Sakura dan Hinata.
Sakura membalasnya dengan senyuman ramah sedangkan Hinata memalingkan
pandangannya. Naruto mengambil tempat di sebelah Hinata.
“hoa! Menu makanan kalian sama!!”, kata Sakura kaget.
“eh?” Hinata memandang menu makanannya dan menu makanan milik
Naruto. Dari sekian banyak menu di kantin, kenapa menu makanannya harus sama
dengan milik Naruto sih?
“wah benar, menu makananku sama dengan milik Hinata-chan.
Benar-benar berjodoh ya?”, kata Naruto riang dan tanpa beban.
“ke-kebetulan saja”, jawab Hinata sedikit gugup.
Sakura hanya
cekikikan, sedangkan Naruto tersenyum lebar. Hinata? Ya gadis itu hanya diam dengan hati yang
berdebar-debar. Tidak seperti Sakura dan Naruto, diantara mereka Hinata lah
yang paling tegang. Tapi Hinata tetap bersikap biasa saja seolah hatinya tenang
padahal keadaannya saat ini sangat tidak karuan. Tidak lama kemudian, bel
pertanda masuk sudah berbunyi kembali. Akhirnya Hinata bisa terbebas dari
ketegangan ini.
Hinata
kembali masuk ke kelas, dan langsung duduk di bangkunya. Tapi ia tidak melihat Naruto
di bangku depannya. Kata Sakura Naruto di panggil wali kelas untuk mengurus
administrasi. Ya… setidaknya Hinata kini bisa belajar dengan focus. Awalnya sih begitu, sebelum
akhirnya Hinata merasa kehilangan sosok Naruto. Padahal hari-hari sebelumnya Naruto
juga tidak ada di bangku depannya. Mengapa ia harus merasa kehilangan? Setelah
lama berfikir dan merenung akhirnya Hinata sadar. Ia sangat tertarik pada Naruto.
Hey tunggu… tertarik bukan berarti suka’kan?
Bel pertanda
pulang sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Sakura ada kegiatan ekskul dan
mengharuskan gadis berambut pink itu pulang agak telat. Untuk hari ini Hinata
harus pulang sendirian. Gadis berambut indigo itu berjalan pelan menuju gerbang
sekolah. Langit kehilangan cahayanya. Bukannya hari sudah sore, tapi sepertinya
hujan sebentar lagi akan turun. Pikiran Hinata masih dipenuhi oleh Naruto.
Kehadiran pria berambut jabrik itu sangat mengusik otaknya. Pria yang sifatnya
sangat bertolak belakang dengan Hinata, benar-benar telah berhasil membuat Hinata
melamun di sepanjang jalan. Perlahan Hinata menyebrangi jalan menuju halte bus.
“Hinata awas !!”, pekik seseorang di belakang Hinata. Spontan
Hinata menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.
“Naruto?”, Tanya Hinata pelan.
Disaat yang bersamaan sebuah mobil melaju kencang dan hendak
menabrak Hinata. Dengan cepat Naruto mengejar Hinata dan menarik tangan Hinata
ke pinggir. Pria itu langsung merengkuh badan kecil nan langsing milik Hinata
agar dapat memastikan gadis itu baik-baik saja. Hinata hanya memandang Naruto
terpesona sekaligus shock, kejadiannya sangat cepat. Naruto melepaskan
rengkuhan perlahan dan tersenyum pada Hinata.
“kau tidak apa-apa kan?”, Tanya Naruto sambil tersenyum
sekaligus khawatir.
“ti-tidak”, jawab Hinata gugup.
“syukurlah”, kata Naruto lega.
“ke-kenapa kau tadi bisa ada da-dan menolongku??”, kini
giliran Hinata yang bertanya.
“kebetulan saja ko”, jawab Naruto dengan senyuman manis dan
langsung pergi meninggalkan Hinata.
“kebetulan?”
Hinata masih
terpaku di tepatnya berdiri. Memandang Naruto hingga sosoknya menghilang di
perempatan di ujung jalan itu. Kebetulan
katanya? Kebetulan? Dia membalikkan kata-kata ku ya? Tanya Hinata dalam
hati. Bingung sekaligus tersipu. Naruto adalah penyelamat jiwanya hari ini.
Setidaknya ia harus mengucapkan terima kasih. Hinata segera berlari menuju
perempatan di ujung jalan dan berusaha mencari sosok Naruto. Untunglah, Hinata
bisa menemukan Naruto. Pria itu sedang duduk di kursi taman kota dan memejamkan
matanya. Hinata tersenyum tipis dan melangkah pelan menuju keberadaan Naruto. Naruto
yang merasakan kehadiran Hinata segera membuka matanya dan menyunggingkan
sebuah senyuman.
“Naruto?”, kata Hinata
“aku tau kau pasti akan menyusulku, maka dari itu aku sengaja
menunggumu disini”, jawab Naruto, masih dengan senyuman.
“a-arigatou g-gozaimasu”, pipi Hinata melukiskan guratan
merah di pipinya, a-ada apa denganku?
“ahh tak perlu seperti itu, oiya! Kau mau duduk disini?”, Naruto
mengangkat halisnya. Hinata membalasnya dengan senyuman dan segera duduk di
sebelah Naruto. Gadis itu menundukan kepalanya, bingung harus melakukan apa dan
mengatakan apa. Naruto yang mengerti dengan keadaan seperti ini segera memulai
pembicaraan.
“eh, kau tau tidak, kita sudah sering sekali kebetulan ya?”,
kata Naruto.
“maksunya?”, Hinata tidak mengerti.
“kebetulan… pertama, kita satu kelas. Bukannya menurutmu itu
kebetulan? Kebetulan yang kedua, menu makanan kita sama. Dan yang terakhir
tadi, aku menyelamatkanmu”, kata Naruto sambil menatap langit yang tidak biru
dengan mata menerawang.
“kau tau kan kalau itu hanya kebetulan”, jawab Hinata datar.
“tapi kamu gak tau satu hal”, mata sapphire milik Naruto
menatap Hinata penuh arti.
“apa itu?”
“tiga kali kebetulan itu namanya takdir lho”, Naruto
tersenyum dalam membuat jantung Hinata sekali lagi berdegup kencang.
Hinata
blushing hebat. Tadi pagi jodoh, sekarang takdir, besok apa lagi? Pernikahan?
Huaaa >.<””. Hinata tidak bisa menjawab kata-kata Naruto, meskipun ada
kata-kata dalam otaknya yang bisa di gunakan untuk menjawab kata-kata Naruto, Hinata
tidak mau mengatakannya. Pasti ia akan sangat tergugup. Kenapa? Ada apa dengan
diri Hinata? Mengapa ia merasakan hal yang sulit di mengerti ini? Jika saja
pagi itu Hinata berangkat lebih awal, mungkin ia takkan bertemu dengan Naruto.
Jika saja ia bisa mengulang kembali waktu…
Sejak hari
itu Hinata berteman akrab dengan Naruto. Dimana ada Naruto, disitu ada Hinata.
Selalu bersama layaknya sepasang kekasih. Mengirim pesan secara bersamaan.
Memikirkan hal yang sama. Dan sejak saat itu pula Hinata menyadari bahwa ia
menyukai Naruto. Cinta pada pandangan pertama. Tapi Hinata tidak berani
mengungkapkannya, ia fikir menahannya dalam hati akan jauh lebih baik. Gadis
berambut indigo itu sudah cukup merasa nyaman dengan keadaan seperti ini.
“kau dan Sakura sudah berteman lama ya?”, tanya Naruto di
perjalanan pulang kepada Hinata yang jalan di sampingnya.
“mengapa kau tiba-tiba menanyakan soal Sakura?”, jawab Hinata
datar tanpa sedikitpun mau melirik pria di sampingnya itu. Ada sedikit rasa
cemburu dalam hatinya.
“ah tidak apa-apa, sebenarnya aku dan Sakura satu SD lho!”, Naruto
tersenyum tipis.
“masa sih?”
“tapi sepertinya dia tidak mengingatku, dulu kami tidak
begitu akrab”
“ohh begitu ya”
“dan dia adalah cinta pertamaku”, kata-kata Naruto mengakhiri
pembicaraan mereka siang itu. Kala matahari tidak bersinar terlalu terang, Hinata
menangis dalam hatinya. Mengapa harus Sakura
yang menjadi cinta pertamamu, Naruto… ku kira aku yang…
<<FLASHBACK END>>
Kenapa?
Kenapa aku harus bertemu dengan Naruto disini? Jika saja bus datang lebih cepat
!
Keluh Hinata
dalam hati. Langkah kakinya masih melangkah cepat tanpa tujuan. Nafasnya kini
mulai kehilangan kesetabilan. Bruuk… Hinata
terjatuh di pinggir jalan. Lututnya sobek dan kakinya sangat sulit tuk di
gerakan. Hinata yang belum berhenti dengan air matanya tadi, kini mengeluarkan
kembali butiran air mata itu. Jalanan yang sepi membuat Hinata terbebas dari
pasang mata yang akan memperhatikannya terduduk di pinggir jalan dan menangis. Hinata
menangis sejadi-jadinya tanpa dapat berdiri dan kembali berjalan. Hujan masih
saja deras membuat kulit gadis berambut indigo itu mulai memucat dan bibirnya
membiru.
“Hinata~ tidak bisakah kau dengarkan aku, sebentar saja!”.
Kakinya yang terluka menyebabkan gadis itu tidak bisa berlari
menghindari Naruto. Jika saja bukan Sakura. Mungkin Hinata tak akan sesakit
ini.
<<FLASH BACK>>
Setelah tadi
siang Naruto bilang bahwa Sakura adalah cinta pertamanya, Hinata tidak bisa
tidur. Ia merasa galau dan sakit sekaligus. Membuat butir-butir air matanya
keluar secara perlahan. Naruto apa kau
tidak sadar bahwa aku yang selalu mencintaimu? Tidak bisa! Hinata harus
ungkapkan perasaannya pada Naruto. Sudah tak bisa tertahan lagi!
Dering handphonenya membuyarkan pikirannya. Naruto
menelfonnya. Kenapa pria itu menelfon Hinata selarut ini? Tidak seperti
biasanya.
“Hinata.. kau sudah tidur?”, ucap pria itu dari ujung telfon
disana.
“belum? Ada apa Naruto?”, jawab Hinata dengan suara yang ia
buat se normal mungkin.
“aku ingin membicarakan sesuatu”, kebetulan!
“bi-bicara saja Naruto”, jawab Hinata gugup.
“tidak bisa disini! Keluarlah, aku sudah menunggumu di depan
rumahmu”
Eh? Depan rumah?. Cepat-cepat Hinata beranjak dari tenpat
tidurnya dan membuka gorden kamarnya. Ia terkejut ketika ia sudah melihat sosok
bermata safir itu sudah berdiri di luar gerbang rumahnya lengkap dengan sepeda
motor. Naruto terlihat begitu—ekhem—keren.
Hinata mengambil jacket berwarna
lavender miliknya dan berjalan cepat keluar rumah. Naruto yang sepertinya sudah
menunggu lama hanya tersenyum dan mempersilahkan Hinata menaiki motornya. Angin
malam di musim hujan bsa saja membuat kedua insane itu sakit. Tapi bukan itu
yang perlu di pikirkan untuk saat ini. Mereka perlu bicara, dan tidak bisa di tahan
lagi. Perasaan ini tak boleh di kubur dalam hati !
“kau duluan, Hinata”, kata Naruto setelah mereka sampai di
tempat itu. Wajah Hinata yang sejak tadi sudah merah, kini semakin memerah.
“Ti-Tidak mau, K-Kau duluan saja, Naruto”, kata Hinata gugup.
“Wanita duluan”
“ka-kalau begitu, kita katakan secara bersamaan!”
Untuk beberapa detik Naruto terdiam. Memandang Hinata lalu
tersenyum tipis. “baiklah!”, jawab Naruto setuju.
“satu… dua…”, Hinata mulai berhitung
“tiga!! Sekarang !!”, lanjut Naruto semangat.
“Aku menyukai mu Naruto”, kata Hinata lantang
“Aku menyukai Sakura—“, kata Naruto berbarengan dengan Hinata
Mereka berdua terdiam, kaku, dan saling menatap tak percaya…
Tubuh Hinata
bergetar hebat, bukan karna angin dingin yang menusuk tubuhnya. Tapi karna ia
tak bisa lagi menahan tangisan. Tak bisa lagi menahan rasa sakit yang mendalam
ketika orang yang ia cintai bilang bahwa ia mencintai sahabatnya. Butir-butir
air mata keluar dari mata cantiknya. Naruto hanya diam masih tak percaya dengan
apa yang Hinata katakan. Pria itu mencoba mendekati Hinata, tapi gadis itu
malah mundur semakin jauh dari Naruto. mata lavendernya sudah tidak bisa lagi
menatap Naruto lebih dekat. Seharusnya ia tahu bahwa ini akan terjadi… mengapa
ia jadi sebodoh ini?
Hinata berlari secepat-cepatnya. Naruto berusaha mengejar
namun usahanya tak berhasil. Naruto berani bersumpah, ini hanya salah paham!
Bukan ini yang Naruto maksud.
“ahh sial!! Seharusnya ini menjadi malam yang bahagia!!”,
gerutu Naruto pada dirinya sendiri.
Sejak saat itu… Hinata tak mau bicara lagi pada Naruto. Hinata
selalu menghindari Naruto kala pria itu berusaha menjelaskan sesuatu yang perlu
ia jelaskan. Hinata menukar posisi duduknya dengan Tenten agar bisa jauh dari Naruto.
Hinata hanya tidak ingin merasa sakit bila di dekat Naruto. saat ini ia hanya
ingin ketenangan untuk mendinginkan pikirannya.
<<FLASHBACK END>>
Jika saja Naruto…
Aruto
membantu Hinata berdiri. Di tengah hujan yang tak kunjung berhenti mereka
berdua saling menatap tanpa berucap dalam beberapa menit. Naruto bingung harus mulai dari mana. Pria itu ingin bilang
kalau ini salah paham, tapi bibinya seakan kaku bersama dengan air hujan yang
mendinginkan segala yang disentuhnya. Beberapa gerlingan air mata masih setia
di sekitar mata Hinata sedangkan yang lainnya hilang tertutupi air hujan.
“kenapa Naruto?”, ucap Hinata pelan.
“aku ngin menjelaskan sesuatu, kumohon dengarkan aku”
“kau menyukai Sakura, itu sudah jelas”
“bukan seperti itu”
“jika saja yang kau suka itu aku Naruto! aku kira kau—kau
selama ini—“, Hinata kembali menangis,
“maka dari itu dengarkan aku dulu!”
.
Naruto menatap Hinata dalam. Mata safirnya tidak bisa
dihindari tatapannya. Hinata membalas tatapan Naruto.
.
Pria itu mengelus pipi Hinata lembut
.
“yang aku suka itu Sakura…”, Naruto menggantung kata-katanya.
.
Tuh kan! Hinata
hendak pergi. Namun tangannya di pegang erat oleh Naruto.
.
“…tapi itu dulu, sekarang yang aku suka itu Hinata! Dan
sampai kapanpun yang aku suka tetap kau Hinata. Jika saja saat itu kau tidak
langsung pergi… mungkin saat ini kita sudah menjadi sepsang kekasih”, Naruto
tersenyum penuh arti.
Hinata
mengubah tangis pedihnya dengan senyum bahagia. Dengan cepat gadis itu memeluk
pria itu sebagai pengganti kata ya.
Naruto hanya tersenyum sambil membalas pelukan Hinata. Dengah hujan yang lebat
sekalipun hangat cinta mereka tetap terasa. Jika saja tak ada kesalah pahaman…
mungkin mereka akan bahagia sejak awal.
-Owari-
Langganan:
Postingan (Atom)