Selasa, 20 November 2012

cerpen -katakan sesuatu padaku chapter 1


 Bila ada senyum yang dapat ku ukir
Mungkin itu hanya akan terukir di depanmu
Bila ada kata yang harus terucap
Percayalah, itu hanya akan terucap di depanmu

Itulah kata-kata yang ia tulis di salah satu lembaran buku diarynya. Gadis berambut hitam panjang yang akrab di panggil Rin ini sibuk mempersiapkan peralatan sekolahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ya… sejak hari yang menyeramkan itu, ia memutuskan untuk berhenti bicara. Orang tuanya mengira kecelakaan menimpa gadis ini sehingga ia tidak bisa lagi bicara. Namun saat di periksa di dokter, tidak terjadi apa-apa padanya. Rin hanya tidak ingin bicara pada siapapun bukan berarti ia tidak bisa bicara.
            Setelah semua peralatan sekolahnya dan tidak lupa buku diarynya yang tak pernah ia tinggalkan tertata rapi di dalam tas gendong hitamnya. Rin segera memasuki mobil yang didalamnya sudah ada orang tua Rin. Hari ini Rin akan bersekolah di sekolah barunya SMA Sorairo, di kota tempat tinggal barunya, Tokyo.
“Rin, bagaimana perasaanmu? Kau taukan, hari ini kau akan mendapatkan banyak teman baru”, kata Masashi Hikaru, ayah Rin.
Rin hanya menjawabnya dengan tatapan dingin dan sedikit menganggukan kepala tak jelas apa jawabannya. Namun Masashi sudah tahu kebiasaan anak satu-satunya ini yang tidak mau bicara. Ia hanya mengira-ngira bahwa jawaban Rin “iya aku senang akan mendapatkan banyak teman baru”. Setelah itu Masashi tersenyum tipis dan kembali memfokuskan pandangannya pada jalan.

            Disisi lain suasana SMA sorairo masih ramai seperti biasanya. Terlebih lagi kelas 2-A IPA yang lebih rebut dari biasanya karena sedang tidak ada guru. Terlihat ada seorang pria yang sibuk menetralisir keadaan yang semakin lama semakin ribut dan gaduh. Tapi yang ada, pria yang merupakan ketua kelas itu dilempari kertas bekas karena diangggap mengganggu kesenangan yang jarang didapat ini. Akhirnya pria itu duduk kembali di bangkunya dan melanjutkan aktivitas yang tadi sempat tertunda, mendengarkan music melalui earphone.
“Akiyoshi-kun, katanya akan ada murid baru ya di kelas kita?”, Tanya seorang wanita yang duduk di depan Akiyoshi. Namun tak ada jawaban yang keluar dari mulut pria yang asik mendengarkan music itu.
“HEI~ ketua kelas~ dengarkan akuuuu !!”, teriak wanita imut itu sambil menggoyang-goyangkan tubuh Akiyoshi.
“EEhhggrr, ada apa Michi-san”, jawab Akiyoshi malas sambil membuka earphone yang tadi terpasang di telinganya.
“Katanya akan ada murid baru di kelas kita, apa itu benar?”, Tanya Michi antusias.
“Mungkin”
“Jadi kau tidak tau?”, Tanya Michi
“memangnya ada ya?”, Akiyoshi balik bertanya
“tadi aku dengar di ruang kepala sekolah”
“cewek atau cowok?”, Tanya singkat Akiyoshi
“cewek, dia cantik banget. Wajahnya mirip boneka, tapi sayangnya dia tidak bisa bicara”
“ohh, jadi dia bisu”
“bukan~, yang aku dengar, dia bisa bicara tapi tidak mau bicara. Tadi orang tuanya menjelaskan itu di ruang kepala sekolah”
“aku jadi penasaran…”, kata Akiyoshi pelan mengakhiri perbincangan saat itu juga.
            Beberapa saat kemudian, guru yang merupakan walikelas kelas 2-A IPA itu masuk kelas. Serentak semua murid menghentikan aktivitasya dan memusatkan perhatian pada walikelasnya itu. namun perhatian tak seutuhnya menjadi milik walikelas saat itu. ada gadis asing yang mengikuti tepat di belakang guru itu yang kini menjadi pusat perhatian semua murid. Eugh ini yang paling aku tidak suka, menjadi pusat perhatian. Gerutu Rin dalam hati.
“perhatian semuanya”, guru itu mulai bicara “ini ada murid baru di kelas kita, namanya Rin Hikaru ia pindahan dari Osaka, tolong ketua kelas ajak dia keliling sekolah saat istirahat agar dia tahu semua tentang sekolah kita”, lanjutnya sambil melirik Akiyoshi.
“iya bu” jawab Akiyoshi tanpa memalingkan pandangannya pada Rin yang menatap semua orang dingin.
“nah Rin silahkan duduk di sebelah Michi-san”, kata guru itu dan lalu mempersilahkan Rin untuk duduk. Rin mengangguk setuju. Dan Michi menyambut Rin senang. Rin duduk perlahan di sebelah Michi, Michi hanya senyum-senyum sendiri tidak jelas  melihat Rin.
            Dilihat sedetail-detailnya gadis yang masih asing di matanya itu yang kini duduk tepat didepannya. Ternyata benar kata Michi, gadis itu sangat cantik. Rambutnya hitam panjang, poniya terpotong dan di tata sangat rapi sehingga menutupi jidat tanpa menutupi mata bulat nan indah milik gadis itu. gadis itu benar-benar tidak mengatakan apapun, Rin hanya mendengarkan semua ocehan panjang lebar dari mulut Michi.
Tuhan… demi apalah, aku sungguh capek mendengar seluruh ocehan orang ini. Tapi coba sabar Rin… sabar… ini baru hari  pertama. Omel Rin dalam hati sambil tetap mendengarkan cerita panjang dan lebar dari Michi, teman barunya.
“… nanti kau akan ditemani Akiyoshi-kun keliling sekolah…”, mata Rin langsung membelalak setelah mendengar kata Akiyoshi.
Akiyoshi? Bukankah orang itu yang akan mengantarkan aku keliling sekolah ini? Kenapa namanya harus Akiyoshi sih?... menyebalkan. Gerutu Rin dalam hati sambil meremas rok pendek miliknya. Michi memandang Rin aneh, dilihatnya wajah gadis cantik ini. Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu.
“emh… Rin-san, kalau kau ingin mengatakan sesuatu sms saja?”, kata Michi pelan, Rin tidak menjawab. Gadis itu hanya menunduk hingga rambut panjangnya menutupi separuh wajahnya. “ah.. ini nomor handphone ku”, Michi menuliskan nomernya di belakang buku matematika Rin.
Rin memandang Michi sebentar dan lalu mengambil buku matematikanya. Di rogoknya saku rok pendeknya itu dan di ambil handphone touchscreen berwarna pink miliknya. Setelah menyimpan nomor hanphone Michi, Rin segera mengetik sms dan mengirimnya langsung pada Michi.
Arigatou, Michi-san
singkat sms yang Rin kirim untuk Michi.
“ahaha… tak usah sungkan begitu padaku, Rin-san”, jawab Michi ramah. Rin tetap enggan tuk bicara, ia hanya menatap Michi datar­­­­—seperti biasanya ­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­dan mengangguk sedikit. Beberapa menit setelah keduanya sama-sama diam, bel istirahat berbunyi indah di telinga Rin.
Ok aku lapar dan aku tidak tahu dimana letak kantin. Sedangkan saat ini juga aku bersama pria asing yang bernama Akiyoshi harus pergi menyusuri setiap sudut sekolah. Kira-kira apa yang akan terjadi padaku? Batin Rn mengoceh tak jelas.
            Ini saatnya bagi Akiyoshi tuk mendekati Rin. Euhh aku tegang, rasanya sekarang perutku mual. Kata Akiyoshi dalam hati sambil beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju bangku Rin yang hanya berjarak 1 langkah. Di lihatnya gadis yang masih asing di matanya itu. tatapan gadis itu dingin dan wajahnya tak melukiskan sedikitpun ekspresi. Dengan canggung, Akiyoshi mencoba berbicara pada Rin.
“Hai”, kata Akiyoshi mencoba sangat ramah di hadapan Rin walau terlihat sangat jelas bahwa wajahnya sangat canggung. Rin tidak menjawab sapaan Akiyoshi, ia hanya menatapnya dingin. Pasti pria ini yang akan mengajakku keliling sekolah. Batin Rin mengeluh.
“aku… eh maksudku namaku Akiyoshi Harada, aku biasa di panggil Akiyoshi. Salam kenal ya!”, lanjut Akiyoshi dengan nada lebih santai dari sebelumnya. Rin kini hanya  menganggukan kepalanya sedikit. “aku akan mengantarkan kau keliling sekolah”,lanjutnya lagi. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Rin langsung berdiri dari tempat duduknya semula lalu merapihkan rok pendeknya. Akiyoshi mundur beberapa langkah dan mempersilahkan Rin untuk berjalan keluar duluan dari ruang kelas.
            Di perhatikannya gadis yang kini berjalan santai disampingnya itu. badannya kecil dan langsing, seimbang dengan tinggi badannya yang beda beberapa centi lebih pendek darinya. Akiyoshi terus memperhatikan Rin, rasanya ia sangat tertarik pada gadis itu. benar kata Michi, Rin benar-benar tidak mau bicara padanya. Jangankan untuk bicara, tersenyumpun tidak pernah. Padahal Rin cantik wajahnya seperti boneka Barbie yang biasa di mainkan adik perempuannya. Sepanjang jalan, semua mata tertuju pada mereka berdua yang lebih tepatnya pada Rin. Sambil menjelaskan setiap ruangan dan tempat di sekolah, dilihatnya laki-laki dari kelas lain yang sejak tadi tidak henti-hentinya menggoda Rin. Tapi Rin seperti biasanya hanya menatap semua orang cuek seakan tidak peduli dan hanya fokus pada apa yang Akiyoshi katakan.
“Rin? Kau mendengarkan aku kan?”, Tanya Akiyoshi curiga. Rin menjawabnya dengan anggukan mewakili kata “ya”. “ada yang ingin kau katakan?” lanjutnya lagi. Rin menunduk, sepertinya gadis itu ingin mengatakan sesuatu. Dilihatnya Rin mengeluarkan handphone dan mengetik sesuatu. Tiba-tiba handphone Akiyoshi yang berada di saku celana panjangnya bergetar. Ada sms masuk…
From: 08xxxx…
Akiyoshi-san, aku lapar
Bisa kita ke kantin?
-Rin-
Akiyoshi bengong memandangi layar handphonenya, apa ini benar-benar Rin yang mengirim sms? Dipandangi secara bergantian antara Rin dan layar handphone fliptop-nya. Deg… Rin memandang kearahnya, mengapa jantungku berdegup kencang tiap kali dia melihat kearahku?  Tanya Akiyoshi dalam hati.
“kau mengim sms padaku, Rin?”, Tanya Akiyoshi pada Rin yang masih menggenggam handphone touchscreen sambil memain-mainkannya. Rin lucu saat dia memain-mainkan handphonenya seperti saat ini. Benak Akiyoshi. Rin menjawab pertanyaan Akiyoshi dengan anggukan­­—seperti biasanya—mewakili kata “ya”
“darimana kau dapat nomor handphoneku?”, Tanya Akiyoshi lagi sambil memperhatikan Rin yang sedang mengetik sms yang sepertinya akan dikirim untuknya.
From : 08xxxx…
Michi-san
Singkat sms dari Rin yang ia baca. Akiyoshi bisa langsung membayangkan kapan dan bagaimana cara Michi memberikan nomor handphonenya. “baiklah kalau begitu, ayo kita ke kantin !”, seru Akiyoshi penuh semangat.
            Ia duduk di depannya, pria yang benar-benar mirip dengan seseorang yang telah mengubah hidupnya. Akiyoshi-kun… aku merindukanmu setelah aku melihat pria ini. Batin Rin lirih. Setelah melihat Akiyoshi, ia seakan teringat kembali pada masa lalunya bersama seorang pria yang bernama Akiyoshi. Sambil menyantap sandwich isi sayuran yang tadi ia beli bersama Akiyoshi, di perhatikannya pria yang duduk di depannya itu. wajahnya memang tidak mirip dengan Akiyoshi-nya, tapi mengapa namanya harus sama? Dan sekilas sikap Akiyoshi padanya memang sedikit mirip dengan Akiyoshi-nya, apalagi saat dia bertanya padanya dengan canggung.
“emh… Rin –san?”, Tanya Akiyoshi tiba-tiba membuyarkan semua lamunan Rin. Rin menatapnya seakan bertanya “ada apa?” pada Akiyoshi.
“tersenyumlah, aku ngin melihatmu tersenyum. Sekali saja!”, rujuk Akiyoshi dengan nada sedikit manja. Rin mengeluarkan handphonenya, dan Akiyoshi tahu bahwa Rin akan mengirimkan sms untuknya. Benar… beberapa saat kemudian handphone Akiyoshi bergetar.
From : Rin-chan
Aku tidak mau
“eh? Mengapa?”, Tanya Akiyoshi bingung. Lalu handphonenya kembali bergetar.
From : Rin-chan
Aku tidak bisa senyum
“tidak masuk akal, mana mungkin kau tidak bisa senyum?”,Rin memalingkan pandangannya pada orang-orang yang sama-sama sedang makan disatu-satunya kantin di sekolah ini. Handphone Akiyoshi tidak lagi bergetar dan ia tahu bahwa Rin tidak ingin meneruskan topik pembicaraan ini. Rin meneguk susu kotaknya, menandakan bahwa ia sudah selesai makan. Sambil tersenyum nakal, Akiyoshi diam-diam sejak tadi mengambil beberapa foto Rin, saat Rin sedang melahap sandwich, saat Rin sedang mengetik sms, saat Rin sedang bengong liatin orang-orang disekelilingnya, dan yang terakhir saat Rin sedang minum susu kotak. Entah apa yang ada dalam pikiran Akiyoshi sehingga melakukan hal jahil seperti itu, tapi ia benar-benar sangat tertarik pada Rin.

            Pelajaran terakhir telah selesai, guru fisika—pelajaran terakhir—juga sudah meninggalkan kelas. Dengan teruru-buru Rin memasukan buku-buku dan segala peralatannya kedalam tas sambil mengangkat telefon walau ia tidak bicara sedikitpun. Setelah bel tanda pulang sudah benar-benar berbunyi Rin langsung berlari keluar kelas dengan terburu-buru, ia sudah ditunggu jemputannya. Pluk sebuah buku terjatuh dari tas Rin di dekat pintu kelas. Akiyoshi yang melihatnya langsung memungut buku itu. buku yang ukurannya lebih kecil beberapa centi dari buku tulis biasa itu bersampul pink dengan corak kelinci putih yang lucu. Sepertinya ini benda penting milik Rin, aku harus mengembalikannya. Kata Akiyoshi dalam hati sambil menggenggam erat buku itu dan berjalan keluar kelas. Namun sepertinya ia tidak akan segera mengembalikan buku itu karna wujud Rin sudah tak terlihat lagi di sekolah ini.
            Hari sudah mulai gelap, dan ini tandanya Akiyoshi harus segera pulang kerumahnya. Tangan kanannya masih menggengam buku kecil milik Rin. Dan ia sekarang benar-benar tergoda untuk melihat isi buku itu. sambil berjalan santai, Akiyoshi membuka lembaran pertama buku itu. ada foto Rin disitu, rambut lurusnya diikat menjadi dua dengan pita berwarna pink. Yang paling berbeda di foto itu adalah Rin tersenyum bahagia. Benar-benar berbeda dengan Rin yang baru saja ia lihat di kelas tadi siang. “manis sekali”, tidak sadar Akiyoshi mengucapkan kata-kata itu setelah beberapa saat memandangi foto Rin. Kemudian ia membuka lembaran berikutnya. Disana tertulis :
Aku senang sekali mendapat hadiah buku ini dari Akiyoshi-kun, dan aku sudah berjanji padanya akan menuliskan semua hal yang aku lakukan bersama Akiyoshi-kun didalam buku ini. Sampai lembaran dibuku ini habis dan Akiyoshi-kun akan membelikan lagi yang baru.
Aku senang… rasanya aku ingin teriak…

Akiyoshi mengangkat alisnya heran. Akiyoshi? Itu namaku. Tapi mungkin Akiyoshi yang lain, karna sebelumnya aku sama sekali belum pernah bertemu dengan Rin. Apalagi membelikan buku ini untuknya. Kata Akiyoshi dalam hati sambil membuka lembaran berikutnya. Disana ada foto Rin bersama seorang pria sedang bermain kembang api. Di foto itu, jelas sekali Rin sedang tertawa lepas bersama pria itu. di bawah foto tersebut tertulis :
Malam tahun baruku bersama Akiyoshi-kun. Menghabiskan malam dengan bermain kembang api. Rasanya aku tidak ingin pulang, aku ingin tetap bersama Akiyoshi-kun. Aku sayang dia…

Deg ada sesuatu dalam dada Akiyoshi yang terasa sakit saat membaca tulisan “aku sayang dia…” dalam buku harian milik Rin. Langkahnya sempat terhenti, ia memandangi sejenak buku itu lalu kembali melangkahkan kakinya pelan menuju rumahnya. Dibuka lagi halaman-halaman berikutnya, dan isinya sama seperti halaman-halaman yang lain. Isinya biasanya menceritakan tentang apa saja yang ia lakukan bersama Akiyoshi-kun dan beberapa foto bersama. Akiyoshi sampai didepan rumahnya, ia menutup buku itu dan memasukannya dalam tas.
“aku pulang”, katanya seraya membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
“kakak sudah pulang?”, cicit gadis kecil berumur 5 tahun sambil memeluk Akiyoshi.
“iya Hikari”, jawab Akiyoshi sambil menggendong adik kecilnya menuju ruang keluarga. Di dengarnya tawa gadis kecil itu. di ruangan itu ada orang tuanya yang sama-sama menyambut kepulangannya. Setelah turun dari gendongan Akiyoshi, Hikari langsung berlari menuju pangkuan ibunya sambil membawa boneka Barbie. Boneka Barbie? Kata Akiyoshi dalam hati sambil melihat boneka Barbie itu dengan teliti. Boneka Barbie langsung mengingatkannya pada Rin dan buku kecil milik gadis itu. ia tidak sabar membaca apa lagi yang ada di dalam buku itu. dengan cepat ia langsung berjalan menuju kamarnya.
“Aki… kau tidak mau makan dulu?”, Tanya ibunya.
“Tidak bu, aku sedang banyak tugas. Aku akan makan setelah aku selesai mengerjakan tugasku”, kata Akiyoshi sambil menaiki tangga menuju kamarnya.
            Sesampainya dikamar tipe minialis itu Akiyoshi langsung menaruh tasnya di atas meja serta mengambil buku kecil milik Rin. Sambil duduk santai di sofa yang terletak di ujung sebelah kiri kamarnya ia membuka secara acak buku harian Rin. Sudah 30 menit Akiyoshi membaca buku itu sambil tersenyum geli. Ia menemukan beberapa tingkah konyol Rin dalam buku itu. matanya menyipit setelah membuka salah satu lembaran kusut dan seperti telah terkena tetesan air karena ada beberapa tintanya yang sedikit luntur. Dibacanya tulisan di lembaran itu…
Malam itu aku terus memanggil namamu, tapi kau tergeletak dijalan itu bersama cairan merah menakutkan dan terus diam. Aku mulai menangis karena melihatmu seperti ini .ku peluk tubuh lemasmu, dan kau bisikan bahwa kau sangat mencintaiku. Dan apa kau tahu? Tangisku semakin deras saat kau benar-benar menutup matamu. Ku goyang-goyangkan badanmu, tapi kau takkunjung terbangun. Kau bilang disela-sela kesakitanmu “tetaplah tersenyum Rin, jangan karna aku pergi kau jadi murung”, mana bisa aku tersenyum tanpamu Akiyoshi-kun.”mungkin Tuhan tak izinkan sekarang untuk kita bersama”, katamu lagi dan lalu pergi selamanya. Seharusnya kau dengar tangis kehilanganku Akiyoshi ! seharusnya kau lihat betapa aku sangat kehilanganmu…
Aku akan mengutuk pengendara mobil itu karna telah membawa Akiyoshi-kun pergi selamanya.mengapa Tuhan mengambilmu Akiyoshi? Mengapa Tuhan tak mengambilku juga? Aku ingin sekali menyusulmu, tapi aku takut mati Akiyoshi… yang bisa kulakukan hanyalah menangis setiap malam dan memandangi foto kita bersama. Dan asalkau tahu, mulai saat itu aku berhenti bicara pada siapapun yang ada disekitarku. Aku tidak mau lagi tersenyum pada siapapun.aku hanya akan bicara atau tersenyum bila ada kau di dekatku… Akiyoshi-kun…
Tanpa sadar Akiyoshi ikut menitikan air mata saat membaca tulisan Rin. Ia kini tahu bahwa Rin diam bukan berarti dia tidak peduli, Rin diam karena sedang menahan sakit dalam dirinya. Kehilangan seseorang yang di sayangi tentu akan membuat batinnya terguncang hebat. Kini ia tahu mengapa Rin tidak mau bicara dan tidak mau terenyum. Ini semua karena masa lalunya. Di bukanya kembali lembaran berikutnya, di sana tertulis :
Aku menangis bukan hanya karena kau pergi
Tapi aku menangis karena aku tidak tahu apa yang harus aku tulis di lembaran buku ini selanjutnya
Ya… setelah kau pergi…
Setelah kupikir-pikir… bukankah ini mudah?
Aku hanya perlu mengambil pena dan ku tulis segala hal yang terjadi
Namun sejak kau pergi
Semuanya terasa berbeda
Memang… semuanya telah berubah…

Dan akupun kembali menangis…

Terlihat sangat jelas bahwa Rin sangat putus asa saat kehilangan Akiyoshi—pacarnya. Akiyoshi menatap buku itu lirih, “kasihan Rin… dia sampai seperti ini karena di tinggal pacarnya”, kata Akiyoshi pelan seraya membuka halaman berikutnya. Disana tertulis :
Bila ada senyum yang dapat ku ukir
Mungkin itu hanya akan terukir di depanmu
Bila ada kata yang harus terucap
Percayalah, itu hanya akan terucap di depanmu

Di buka lagi halaman berikutnya, ternyata kosong. Rin sepertinya belum menuliskan sesuatu lagi di buku tersebut. Dengan lesu Akiyoshi berdiri, menyimpan buku itu di sofa dan berjalan menuju ruang makan. Setelah membaca buku harian Rin, ia merasa energinya terkuras dan kini ia lapar.
Ya… sekarang aku yakin, mulai sekarang aku akan mencoba meluluhkan hatinya dan aku harus menjadi orang pertama yang membuatnya kembali tersenyum.
Dan saat itu juga Akiyoshi memutuskan untuk membuat Rin tersenyum kembali dan membuat gadis itu menjadi miliknya. Karena Akiyoshi sadar, bahwa kini ia merasa jatuh cinta pada gadis itu.

Dimana?  
            Resah gadis itu sambil mengobrak-abrik isi tasnya. Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam dan sampai saat ini ia belum menemukan buku kesayangannya. Buku penuh memori bersampul pink dengan corak kelincinya itu hilang. Padahal buku itu sangat berharga baginya. Capek yang ia rasakan kini semakin bertumpuk setelah ia sadar bahwa bukunya tak ada dalam tas atau di dalam kamarnya. Rin merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil mengendus kesal. Di tutupnya mata secara perlahan sambil mengingat-ingat kapan terakhir kali ia melihat dan memegang buku itu.
Disekolah… terakhir kulihat disekolah…
Apa jangan-jangan buku itu terjatuh di sekolah? Aku harus datang pagi-pagi sebelum ada orang yang menemukannya.
Setelah menemukan titik terang persoalannya, tanpa sadar matanya semakin berat dan langsung tertidur.

            Malam itu langit sangat cerah,bintang-bintang bersinar terang. Rin bersama Akiyoshi berjalan menyusuri jalanan kota yang saat itu benar-benar ramai. Rin memegang tangan Akiyoshi erat sambil ngegelayot manja. Akiyoshi tersenyum manis, ia tahu betul kebiasaan manja dari pacarnya itu—terlebih lagi dihari ulangtahunnya.
“Akiyoshi-kun”, kata Rin manja
“iya, ada apa Rin-chan?”, jawab Akiyoshi dengan santai dan penuh senyuman
“aku mau itu”, kata Rin sambil menunjuk sebuah toko boneka di seberang jalan.
“jangan minta yang aneh-aneh”
“ayolaah… ini kan hari ulang tahunku Akiyoshi-kun~” , rengek Rin
“heuh ya sudah, kau mau yang mana?”
“yang bentuknya kelinci”, Rin tersenyum senang, ternyata pacarnya itu  mau membelikannya juga.
“apa kau tidak bosan pada kelinci? Setiap kau meminta sesuatu padaku, kau pasti ingin sesuatu yang bernuansa kelinci”
“aku kan sukanya kelinci”, kata Rin sambil cemberut
“ya sudah… tunggu sebentar ya sayang”, kata Akiyoshi sambil mengecup kening Rin hangat.
“umm”, Rin mengangguk semangat.
            Diperhatikannya pria itu semakin menjauh darinya. Pria itu menyebrangi jalan dengan tenang dan memasuki toko boneka yang tadi ia tunjuk. Rin merasa sangat senang, pria itu menyempatkan waktunya hanya untuk merayakan ulang tahunnya berdua saja. Setelah 20 menit berlalu, akhirnya Akiyoshi keluar sambil membawa boneka kelinci berwarna pink yang cukup besar. Rin berdiri senang sambil tersenyum lebar. Akiyoshi melambai-lambaikan tangan boneka itu pada Rin yang ada di seberang jalan. Rin melompat-lompat kecil sangking senangnya.
“Akiyoshi-kun, cepat kesini!”, teriak Rin diujung jalan.
“iya”, kata Akiyoshi sambil membawa boneka dengan penuh bahagia.
Akiyoshi berjalan menyebrangi jalan sambil memandangi Rin—pacarnya yang menunggu dirinya dengan penuh harap. Namun tiba-tiba…
CKIIITTT… BRUUKK
sebuah mobil menabrak Akiyoshi hingga tubuhnya terlempar sejauh beberapa meter. Boneka yang ia bawa terlempar kesisi yang satunya. Rin membeku melihat kekasihnya terjatuh bersimbah darah. Air  matanya jatuh tak tertahan. Dengan cepat ia berlari menuju kekasihnya.
“AKIYOSHI-KUN !! AKIYOSHI-KUUUNN” teriak Rin histeris sambil memeluk erat kekasihnya tersebut. Namun tak ada jawaban dari Akiyoshi, ia tetap menutup matanya. Di goyang-goyangkan tubuh Akiyoshi dan itu membuat Akiyoshi membuka matanya, Rin mulai terlihat frustasi.
“Akiyoshi-kun..” kata Rin disela-sela tangisannya.”jangan pergi… ini kan hari ulang tahunku”, lanjutnya.
“aku tidak akan pergi Rin sayang, bukankah aku akan selalu ada di hatimu?” kata Akiyoshi lemas.
“tidak, kau tidak boleh pergi,seseorang tolong aku!!” teriak Rin frustasi.
“Rin…”. “Aku sangat mencintaimu”, bisik Akiyoshi yang mulai menutup matanya secara perlahan. Rin langsung menatap Akiyoshi dengan mata yang berkaca-kaca dan penuh dengan air mata.
“jika aku pergi… te.. taplah te.. tersenyum Ri.. Rin, jangan kar.. na aku pergi kau ja.. jadi murung”, katanya pelan dan terbata-bata. Rin tidak menjawab Akiyoshi, ia hanya terus menangis menatap kekasihnya yang kini sudah tak berdaya lagi. “jangan menangis lagi Rin, Mungkin Tuhan tak izinkan sekarang untuk kita bersama”, lalu Secara perlahan Akiyoshi menghembuskan nafas terakhirnya dan tidur selamanya.
            Tangisan Rin semakin kencang diselingi jeritan histeris yang tak sadar ia keluarkan. “AKIYOSHI-KUN !! AKIYOSHI-KUN!!”, ia terus menteriakan nama pacarnya itu sambil tetap memeluk Akiyoshi erat. orang-orang disekitarnya memandang Rin prihatin. Gadis malang itu tetap menangis menatap Akiyoshi terdiam dan mulai memucat.

KRIIIINNNNGGGG
suara jam waker memecahkan suasana pagi yang tenang. Rin terbangun dari tidurnya, ternyata kejadian itu hanyalah mimpi—atau  bisa dibilang sebagai kejadian yang ikut terbawa sampai mimpi. Di pipinya masih tergenang air mata,ia sampai benar-benar menangis karena mimpi itu.
Akiyoshi-kun… kejadian mengerikan itu masih saja terputar sangat jelas di pikiranku. Aku harus bagaimana? Oceh batinnnya sambil meneguk segelas air putih agar ia bisa lebih tenang.
Di tatapnya lirih boneka kelinci yang lumayan besar itu. boneka itu adalah benda yang Akiyoshi berikan untuk Rin di hari ulang tahunnya tepat sebelum Akiyoshi pergi selamanya. Di ambilnya boneka itu dan perlahan Rin memeluknya. Tak sadar air matanya keluar begitu saja tanpa di beri komando…
Akiyoshi-kun, aku merindukanmu… katanya dalam hati

Waktu sudah menunjukan pukul 6.30, dan saat itu Akiyoshi sudah sampai di depan kelasnya. Saat itu di kelasnya masih sepi, tak seperti biasanya. Perlahan ia masuk ke dalam kelas. Dilihatnya dua orang gadis yang sudah tak asing lagi—Michi dan Rin. Mereka terlihat seperti mencari sesuatu.
“ohayou Akiyoshi-kun”, sapa Michi ramah.
“Ohayou Michi-san”, balas Akiyoshi.
Diperhatikannya Rin yang sama sekali tidak melirik ke arahnya. Wanita itu berjongkok di dekat bangkunya.
“kau sedang mencari apa Rin?”, Tanya Akiyoshi lembut kepada Rin. Rin hanya memandang Akiyoshi sebentar lalu melanjutkan pencariannya.
“Rin memintaku tuk membantu mencarikan buku hariannya, sepertinya kemarin terjatuh di kelas ini”, kata Michi menerangkan. “Rin aku tidak menemukan bukumu, kau sudah menemukannya?”, lanjut Michi sambil berjalan lelah kearah Rin. Dan Rin hanya menjawab dengan gelengan lemah.
Buku?, apa yang dimaksud adalah buku yang kemarin? Bagaimana ini aku lupa membawanya. batin Akiyoshi resah. Tiba-tiba handphonenya bergetar pertanda sms masuk.
From : Rin-chan
Lihat buku kecilku? Sampulnya pink ada gambar kelincinya
Sms Rin singkat namun dapat menggetarkan hatinya. Aku menemukannya tapi aku lupa membawanya,Rin pasti akan sangat marah padaku. mungkin ini saatnya aku berbohong..
“tidak Rin , aku tidak menemukannya”, jawab Akiyoshi mencoba santai sambil berlalu menuju bangkunya dan terduduk bersalah.
            Rin menatap Akiyoshi sayu sambil berjalan lemas menuju bangkunya, Michi mengikuti. Dilihatnya gadis yang kini duduk di bangku depannya. Rambut hitam panjangnya berhiaskan jepit berbentuk kelinci berwarna pink. Rin tertunduk sambil meremas kesal rok pendeknya. Bagaimana bisa buku itu tidak ada? Tanyanya frustasi dalam hati. Murid-murid satu per satu mulai datang memasuki kelas, Michi yang diminta Rin untuk membantunya mencari buku kecil penuh memori langsung menanyai satu persatu murid yang datang. Michi-san memang benar-benar teman yang baik. Kata Rin sambil memperhatikan tingkah Michi penuh makna. Beberapa saat kemudian bel pertanda masuk sudah berbunyi nyaring seperti hari-hari sebelumnya. Dan itu tandanya pencarian buku itu harus segera di hentikan atau setidaknya ditunda beberapa jam.
            Akiyoshi memandang dari belakang dengan rasa bersalah. Mungkin saja saat ini Rin merasa sangat resah dan tidak bisa tenang karenanya. Diambilnya handphone secara diam-diam lalu di buka foto Rin kemarin saat dikantin. Akiyoshi tersenyum menatap wajah Rin saat itu yang sedang melahap sandwich sayuran. Wajahnya sangat manis, tapi misterius karna sama sekali tidak menunjukan ekspresi. Tanpa sadar bel istirahat berbunyi keras di telinga Akiyoshi seraya membuyarkan semua lamunannya tentang Rin. Semua murid langsung berjalan menuju kantin termasuk Rin dan Michi. Tinggal lah ia sendiri di kelas. Rasanya ia tidak nafsu makan saat ini. Dipakainya earphone yang terputar music slow milik Yui. Sambil menutup mata, ia ikut terlarut dalam lantunan harmoni yang menenangkan pikiran itu.
“Akiyoshi-kun”, terdengar samar suara orang yang memanggilnya di tengah-tengah music yang ia dengarkan namun ia tetap menutup mata dan bersikap tidak peduli, mungkin hanya perasaanku saja. Katanya dalam hati.
“KETUA KELAS!!”, suara yang sekarang berhasil membuat Akiyoshi membuka mata dan melepaskan earphonenya. Dilihatnya bingung Michi dan Rin yang sudah ada di depannya itu.
“kami menunggumu sejak tadi di depan kelas untuk mengajakmu kekantin, kenapa kau tidak bilang kalau kau tidak akan keluar kelas?!”, kata Michi kesal.
“eh? Jadi kalian menungguku? Kenapa tidak bilang?”, kata Akiyoshi balik bertanya.
“eggrr, sudah lupakan! Mau makan bersama kami tidak?”,kata Michi sambil sedikit melirik Rin yang ada di sampingnya. Rin hanya menatap Akiyoshi dengan penuh harap. Akiyoshi yang awalnya tidak mau makan, melihat Rin yang mengajak makan bersama tiba-tiba perutnya terasa lapar.
“ok baiklah”. Jawaban pasti Akiyoshi sambil berdiri. Dan akhirnya mereka bertiga pergi ke kantin bersama.

“Rin mana?”, Tanya Akiyoshi pada Michi yang duduk di depannya di bangku tempat makan kantin.
“Sedang mengambil susu kotak untuk kita”, jawab Michi santai dan langsung di jawab dengan anggukan mengerti dari Akiyoshi. “ehhmm, Akiyoshi-kun”, kata Michi pelan
“iya Michi-san”
“kau menyukai Rin-chan ya?”, fonis Michi sambil menunjuk wajah Akiyoshi dengan sumpit mie-nya.
“ti…tidak, kata siapa?”, jawab Akiyoshi kaget sambil memalingkan pandangannya pada yang lain sehingga wajahnya yang mulai merah tak Nampak jelas di mata Michi.
“Bohong banget! Aku tau kalau kau suka pada Rin, ayolah Akiyoshi-kun… aku sudah berteman denganmu sejak lama mana mungkin aku masih salah menilai perasaanmu. Sekarang kau mengaku saja padaku”, tuntut Michi
“oke aku mengaku, aku menyukai Rin bahkan sejak pandangan pertama”. Aku Akiyoshi.
“hehe.. begitu donk”, cengir Michi “mau kubantu?”, lanjut Michi dengan tatapan penuh keyakinan pada Akiyoshi yang pipinya dipenuhi garis-garis merah.
“kau? Yang benar saja. Memangnya kau bisa apa?”,kata Akiyoshi meremehkan. Michi mengerucutkan bibirnya.
“hei !! jangan meremehkan aku ! aku kan hanya ingin membantumu. Hari ini sepulang sekolah aku dan Rin akan pergi ke festival musim panas”, jelas Michi.
“jadi kalian sering pergi bersama?!”. Tanya Akyoshi tak percaya. Ia tak menyangka bahwa Michi dan Rin sudah sangat dekat. Padahal baru satu hari kenal.
“Yup ! kalau kau mau, aku punya rencana agar kalian berdua bisa dekat, sini!”, kata Michi seraya tangannya menarik Akiyoshi dan membisikan sesuatu. Tergurat langsung senyuman lebar dibibir Akiyoshi. Sepertinya ia setuju dengan rencana Michi.
            Diperhatikannya Michi dan Akiyoshi yang sedang bergurau. Michi tertawa lepas dan Akiyoshi tersenyum senang. Tiba-tiba Rin merasa tubuhnya jatuh dalam lubang hitam yang membawa dirinya dalam gelap masa lalu. Ia seakan melihat bayangan dirinya duduk disebuah kursi café di Osaka dengan seporsi cake chocolate yang sangat lezat kesukaannya. Tiba-tiba dari belakang datang seorang pria yang langsung memeluk Rin dan mencubit pipinya yang kemerahan. Lalu pria itu duduk bersebrangan dengan Rin dan mulai bergurau seperti biasanya. Membicarakan tentang apa saja yang akan mereka lakukan hari itu sambil terus tersenyum senang. Ia melihat bayangan dirinya yang tertawa lepas dan pria itu tersenyum senang. Akiyoshi-kun katanya dalam hati. Seketika matanya mulai berkaca-kaca namun air mata nya tetap tertahan. Akiyoshi-kun… kenapa aku masih saja memikirkanmu? Tanyanya dalam hati seraya tangannya yang semakin erat memegang nampan berisi tiga kotak susu dan satu porsi sandwich isi sayuran.
“Rin-chan ! sedang apa kau disitu? Ayo sepat kesini!”, ajakan Michi membuyarkan semua lamunan Rin. Dengan cepat Rin kembali berjalan dan duduk disebelah Michi. Setelah memberikan susu kotak pada Michi dan Akiyoshi, tanpa basa-basi Rin langsung menyantap sandwichnya.
“Rin-chan, hari ini kita jadi ‘kan pergi ke pameran musim panas?”, Tanya Michi santai. Rin hanya menjawab dengan sedikit anggukan.
“katanya Akiyoshi ingin ikut bersama kita nanti, bolehkan?”, lanjut Michi.
            Rin menghentikan aktivitas makannya. Dia mencoba mencerna makanannya dalam perut sekaligus mencerna kata-kata Michi dalam otak secara perlahan.
Akiyoshi mau ikut? Tanyanya dalam hati seraya memandang Akiyoshi dan Michi secara bergantian. Diambilnya segera handphone dan dengan lihay Rin mengetik sms. Beberapa saat kemudian handphone Michi bergetar dan dengan segera ia mengambilnya. Ada sms masuk…
From : Rinnyan~:3
Apa tidak apa-apa kalau Akiyoshi ikut?
Michi terdiam sebentar sambil memandang layar handphonenya. Sedangkan Rin terus memandang Michi menunggu jawaban. Michi bingung harus menjawab apa, Rin ‘kan belum mengenal Akiyoshi. Tapi demi suksesnya rencana yang ia susun bersama Akiyoshi tadi, ia harus bisa meyakinkan bahwa Akiyoshi tidak berbahaya
“tentu tidak apa-apa Rin-chan! Akiyoshi itu orangnya baik, benarkan Akiyoshi-kun?”, kata Michi sambil menyenggol Akiyoshi dengan sikutnya. “lagipula semakin banyak orang yang ikut, itu akan semakin seru, Rin!”, lanjut Michi dengan penuh semangat.
“jadi aku boleh ikut ‘kan?”, Tanya Akiyoshi meyakinkan. Rin tampak berfikir sejenak hingga akhirnya diakhiri dengan anggukan setuju dari Rin.

bersambung...

ini adalah cerpen pertama yang saya publikasikan...
jadi mohon kritik bila ada kesalahan atau koment bila ingin memberi masukan
terimakasih sudah membaca

mau baca kelanjutannya? klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar