Tokyo festival musim
panas yang diadakan setiap tahun ini sangat ramai seperti tahun-tahun
sebelumnya. Bahkan lebih ramai lagi karena lebih banyak cosplayer yang datang
ke tempat ini. Terlihat seorang pria muda yang berdiri di depan gerbang Tokyo
festival musim panas—Akiyoshi namanya. Tangan kanannya sibuk mengetik sms yang
ia kirim untuk Michi. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat gadis yang sudah tidak
asing lagi di matanya dengan tampilan yang berbeda. Matanya terasa kaku
sehingga ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada obyek lain selain pada gadis
itu. Rin? Apa benar gadis itu Rin? Ini
hanya perasaanku atau gadis itu memang benar-benar terlihat cantik?.
Ocehnya dalam hati. Rin berjalan semakin mendekatinya. Dengan mini dress
selutut warna putih dan sweater yang tak terlalu tebal warna pink, Rin terlihat
sangat manis. Terlebih lagi dengan jepit berbentuk pita yang ia gunakan seakan
membuat tampilan sederhananya ini semakin sempurna dimata Akiyoshi. Rin
memandang Akiyoshi bingung dan pandangannya itu membuat hati Akiyoshi semakin
tidak tenang. Tiba-tiba handphone Akiyoshi bergetar.
From : Rin-chan
Kenapa? Ada yang salah dengan penampilanku?
Isi sms Rin yang
polos membawa Akiyoshi kealam nyata sehingga matanya bisa ia gerakan kembali
dan Akiyoshi bisa kembali normal.
“ahh tidak, tidak
ada yang salah kok dengan penampilanmu. Hanya saja kau terlihat sedikit
berbeda”, jawab Akiyoshi jujur. Namun Rin memalingkan pandangan seakan tak
peduli dengan jawaban Akiyoshi. Beberapa saat kemudian handphone Rin
bergetar—sms masuk—dengan cepat ia langsung membukanya.
From : Michi
Rin-chan maaf banget ya, hari ini aku tidak
bisa datang ke festival musim panas bersama kalian. Tiba-tiba aku ada urusan
mendadak jadi aku tidak bisa datang.
Sekali lagi maaf ya, bersenang-senanglah
bersama Akiyoshi-kun.
Dia jinak koq
Ahaha :*
Rin membatu
setelah membaca sms tersebut, michi ga
bisa datang? Berarti aku akan pergi berdua saja bersama Akiyoshi? Tuhan mengapa
ini terjadi, aku tidak mau berduaan bersama Akiyoshi tapi disisi lain aku
sangat ingin melihat Tokyo festival musim panas. Keluhnya dalam hati tanpa
berani melihat kearah Akiyoshi. Ia tak sanggup menatap pria itu karna
membayangkan saat dirinya berjalan berdua di tengah keramaian Tokyo festival musim
panas dan semua orang menganggap bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Rin
sampai merinding sendiri karena membayangkannya.
“ada apa Rin?”,
Tanya Akiyoshi tiba-tiba. Rin menatap Akiyoshi dengan wajah lemas dan langsung
menunjukan sms yang Michi kirim untuknya kepada Akiyoshi. Akiyoshi menahan
senyuman, tentu saja ini adalah bagian dari rencananya bersama Michi. Namun
agar Rin tidak curiga Akiyoshi memasang wajah kaget walau itu mungkin akan
terkesan di buat-buat.
“hah? Jadi michi
ga bisa datang?”, Tanya Akiyoshi. Rin menjawabnya dengan anggukan lesu.
“hmm, mau bagaimana lagi, terpaksa kita
masuk ke Tokyo festival musim panas hanya berdua”, lanjut Akiyoshi dengan
santai.
Rin membelototkan matanya seakan tak
percaya. Bagaimana mungkin Akiyoshi bisa berkata seperti itu dengan santai. Apa
kata orang yang melihat mereka berdua. Rin meremas roknya frustasi. Apa yang
akan ia lakukan sekarang? Tenang Rin…
tenang kata Rin dalam hati sambil mengambil nafas dalam-dalam dan
menghembuskannya perlahan.
Akiyoshi tidak terlalu buruk… Tokyo
festival musim panas hanya diadakan 1 tahun sekali, sayang sekali bila aku
harus melewatkannya. Masa aku harus menunggu sampai tahun depan? Belum tentu
tahun depan aku masih hidup.lupakan kata orang yang nanti melihat kita berdua,
toh mereka hanya melihatku sebentar dan lalu akan segera melupakanku. ya…
mungkin tidak apa-apa bila aku pergi bersama Akiyoshi. Kata hati Rin. Kini ia mantap pergi hanya
berdua bersama Akiyoshi.
“jadi bagaimana
Rin?” Tanya Akiyoshi yang melihat Rin terus diam dan menunduk. Rin menatap
Akiyoshi penuh arti dan sedikit menganggukan kepala. Perlahan tangannya meraih
tangan Akiyoshi dan mulai menariknya seraya melangkahkan kaki menuju gerbang
masuk Tokyo festival musim panas. Itu tandanya Rin mau pergi bersamanya menuju
Tokyo festival musim panas.
Mereka berjalan perlahan memasuki
Tokyo festival musim panas. Akiyoshi berjalan canggung di samping Rin yang
sejak tadi sepertinya sangat terpesona melihat cosplayer di sana-sini. Di
perhatikannya Rin, gadis berambut hitam panjang itu memang tidak tersenyum
ataupun tertawa. Tapi Akiyoshi yakin bahwa saat ini Rin pasti sangat senang,
terlebih lagi ia tahu bahwa ini adalah kali pertamanya Rin pergi ke Tokyo
festival musim panas. Dengan langkah yang ringan Akiyoshi mengikuti langkah Rin
dengan sangat senang.
“kau suka Rin?”,
Tanya Akiyoshi. Dengan cepat Rin melihat kearahnya dan mengangguk semangat.
“saat pertama kali aku pergi kesini juga aku merasa sangat senang”, kata
Akiyoshi menerawang. Rin memperhatikannya sejenak lalu kembali terlarut dalam
keramaian Tokyo festival musim panas.
Tiba-tiba matanya tertuju pada objek
yang sudah tak asing lagi baginya—kembang gula. Mata Rin memandang lurus
kembang gula berwarna merah muda tersebut. Ia ingat kembali bagaimana dulu ia
sangat sering di belikan kembang gula berwarna merah muda yang sangat besar
oleh Akiyoshi—pacarnya yang kini
sudah tidak ada. Matanya mulai berkaca-kaca lagi. Di sorot matanya seakan
terulang kembali kenangan-kenangan bersama Akiyoshi
yang kini sudah tak mungkin terjadi lagi.
“kau mau itu
Rin?”, Tanya Akiyoshi tiba-tiba membuat gadis yang akrab dipanggil Rin itu
tersontak kaget. Rin hanya menjawabnya dengan menundukan kepalanya. “kalau kau
mau kenapa tidak bilang? Ku belikan mau?”. Tawar Akiyoshi lembut yang melihat
Rin melamun di depan stan kembang gula. Dengan inisiatif sendiri Akiyoshi
membeli sebuah kembang gula paling besar untuk Rin, entah Rin akan suka atau
tidak. Yang ia tahu sekarang—sepertinya—Rin menginginkan kembang gula itu.
setelah menerima kembang gula yang ia pesan tadi dari penjualnya ia langsung
menyodorkannya pada Rin yang masih melamun. Rin menatap Akiyoshi heran. Sepertinya tadi aku tidak minta di belikan
kembang gula. Benak Rin menolak, tapi Akiyoshi tetap menyodorkan kembang
gula itu pada Rin. Mau tidak mau Rin harus menerimanya. Perlahan jemari Rin
mulai menyentuh tangkai kembang gula yang paling besar tersebut lalu mengambilnya.
Akiyoshi tersenyum senang dan segera mengeluarkan dompet untuk membayar kembang
gula itu.
“berapa harganya
bi?”, Tanya Akiyoshi pada penjual kembang gula tersebut.
“tidak usah
membayar, itu gratis untuk pasangan muda yang serasi”, jawab penjual itu ramah.
Spontan Akiyoshi dan Rin saling menatap kaget. Pasangan muda serasi katanya? Tanya batin Rin tak percaya. Akiyoshi
hanya memberikan senyum simpul lalu meraih tangan Rin.
“terimakasih ya bi
! semoga daganganmu laku”, kata Akiyoshi ceria seraya menarik tangan Rin dan
melangkah pergi.
Di perhatikannya tangan kirinya yang
digandeng erat oleh Akiyoshi, sedangkan tangannya sibuk memegang kembang gula
besar pemberian Akiyoshi.
Euhg kenapa lelaki ini tidak melepaskan
tanganku sih? Apa dia tidak tahu kalau aku capek berjalan dari tadi? Gerutunya dalam hati sambil memandang
Akiyoshi sebal dari belakang. Rin menghentikan langkahnya dan dengan paksa
melepaskan gandengan tangan Akiyoshi. Akiyoshi menatap Rin heran, dengan cepat
tangan kiri Rin mengeluarkan handphone dan mengetik sms. Beberapa detik
kemudian handphone Akiyoshi bergetar ia tahu bahwa itu pasti sms dari Rin.
From : Rin-chan
Akiyoshi-san, aku capek, bisa kita
istirahat?
“oh…
jadi kau capek? Ya sudah kita istrahat sebentar. Ayo!” jawab Akiyoshi sambil
mengajak Rin mengikutinya duduk disebuah kursi. Rin berjalan pelan di belakang
Akiyoshi sambil sedikit-sedikit mulai memakan kembang gula yang tadi ia
dapatkan dari Akiyoshi. Di perhatikannya gadis yang kini sudah duduk di
sebelahnya. Rin sangat manis, bahkan lebih manis dari kembang gula yang sedang
dimakannya. Andai saja ia mau sedikit tersenyum, mungkin gadis di sebelahnya
ini akan terlihat semakin sempurna. Sudah 15 menit mereka berdua duduk di kursi
panjang itu, melihat orang berlalu lalang di depannya sambil memikirkan hal apa
yang akan mereka lakukan setelah ini. Akiyoshi melihat kembang gula yang Rin
makan sudah habis dan itu tandanya Rin sudah siap kembali berjalan. Dilihatnya
stan dimana kita bisa mencoret-coret wajah pasangan kita dengan cat air dan
lalu di foto untuk di bawa pulang. Akiyoshi tertarik untuk melakukan hal itu
bersama Rin.
“kau
sudah selesai istirahatnya Rin?”, Tanya Akiyoshi dan langsung di jawab dengan
anggukan oleh Rin. “kalau sudah selesai, ayo kita kesana!”, ajak Akiyoshi
sambil menunjuk stan yang ia maksud. Rin melihat arah yang Akiyoshi tunjuk. Ia
seperti berfikir sejenak dan langsung menggelengkan kepala.
“tidak
mau? Kenapa? Aku yakin pasti disana akan sangat seru”, bujuk Akiyoshi. Rin
tetap menggelengkan kepalanya. “ayolah, kau pasti akan sangat senang disana”,
bujuk Akiyoshi sekali lagi. Rin Nampak menimbang-nimbang bujukan Akiyoshi.
“begini
saja. Kita coba pergi kesana, bila kau merasa tidak nyaman kita bisa langsung
cuci muka dan pergi ke tempat lain. Gimana?”. Tawar Akiyoshi untuk yang
kesekian kalinya. Dan kali ini Rin merasa tertarik dan mau pergi ke stan
tersebut.
Rin duduk memandangi cat air
beraneka ragam warna di depannya, sedangkan Akiyoshi duduk di sebelahnya sedang
sibuk memilih-milih cat air. Rin bingung apa yang harus ia lakukan, ia merasa
masih canggung terhadap pria yang ada di sampingnya ini.
“kau
sedang apa Rin?”, kata Akiyoshi seraya jari telunjuknya mengoleskan cat tepat
di hidung Rin. Rin menatap Akiyoshi kaget dan langsung mengerucutkan bibir
tipisnya. “hei… bukannya perang sudah dimulai?”,kata Akiyoshi sambil
mengoleskan cat warna hijau di pipi Rin dan tertawa lepas. Tidak mau kalah, Rin
langsung memasukan jarinya dalam cat air dan langsung membalas perbuatan
Akiyoshi. Begitupun sebaliknya, mereka terus mengoleskan cat satu sama lain
hingga lelah. Terlukis ekspresi senang di raut wajah Rin, dan Akiyoshi merasa
sangat bahagia bisa melihatnya.
“mari
silahkan di foto”, kata seorang pelayan di stan itu kepada Akiyoshi dan Rin.
“ah
iya”, jawab Akiyoshi sambil tersenyum lebar dan merangkul Rin. Rin menatap
Akiyoshi sebentar sebelum akhirnya ia melihat kearah kamera dan mendekatkan
wajahnya pada Akiyoshi. Semua jarinya di regangkan menunjukan angka sepuluh
dengan seluruh jari terselimuti cat air. KLIK
foto Akiyoshi dan Rin sudah berhasil diambil oleh pelayan itu. setelah itu
mereka berdua bergegas mencuci muka.
“Rin”,
panggil Akiyoshi sambil berjalan keluar stan bersama Rin. Rin menatapnya seolah
sedang bertanya “ada apa?” pada Akiyoshi.
“mau
lihat hasil foto kita berdua?”, kata Akiyoshi sambil menunjukan 2 lembar
fotonya bersama Rin. “ini. Yang satu di pegang olehku dan yang satunya untukmu”
lanjutnya seraya memberikan selembar foto untuk Rin. Rin menerimanya dengan
halus foto itu dan di lihatnya langsung wajah yang ada di foto itu. spontan Rin
langsung tertawa kecil melihat wajahnya yang konyol. Hidungnya merah dan
matanya dilingkari garis warna kuning, pipinya penuh coretan warna-warni hasil
karya Akiyoshi. Akiyoshi yang melihat Rin tertawa kecil hanya bisa tersenyum
senang.
“akhirnya
aku bisa membuatmu tertawa senang”, kata Akiyoshi jujur sambil memandang Rin
penuh makna. Sontak Rin terdiam, menutup mulutnya dengan tangan kanan dan
memandang Akiyoshi. Ia benar-benar tidak sadar bahwa ia baru saja tertawa.
Setelah lama ia tidak tertawa, kini ia bisa kembali tertawa.
Aku tadi tertawa? Aku
benar-benar tidak sadar karena terlalu senang bersama Akiyoshi. Aku merasa
sedang bersama Akiyoshi-kun sehingga dengan lepas aku bisa tertawa .bagaimana
bisa ini terjadi? Akiyoshi memang sudah benar-benar ingatkanku pada
Akiyoshi-kun. Apakah ini saatnya bagiku untuk move on? Ahh kurasa tidak, aku
yakin dan aku sudah berjanji bahwa cintaku hanya untuk Akiyoshi-kun seorang. Batin Rin.
“tidak
usah di tutupi, jika kau ingin tertawa. Tertawa saja. Tidak ada yang melarangmu
bukan?”, kata Akiyoshi. Rin hanya menunduk dan terdiam. “lagi pula seharusnya
kau lihat wajahmu tadi saat tertawa. Kau benar-benar terlihat sangat manis dan
yang pasti sangat cantik”, lanjutnya lagi sambil berjalan menuju stan
berikutnya mendahului langkah Rin. Kata-kata Akiyoshi berhasil membuat Rin
tersipu malu. Ia melihat punggung atletis teman sekelasnya itu dari belakang.
Aku merasa doki-doki—berdebar-debar—saat bersama Akiyoshi, ada apa denganku? Tanya Rin dalam hati
dengan tubuh yang mematung beberapa saat.
“kau
sedang apa Rin? Kenapa diam saja? Ayo cepat!”, ajak Akiyoshi yang sudah sekitar
10 langkah di depan Rin.
Dengan anggukan semangat, Rin
berlari kecil menyamai langkah Akiyoshi. Tidak membutuhkan waktu lama, Rin
sudah ada di samping Akiyoshi. Merekapun kembali melanjutkan aktivitas
bersenang-senang menjelajahi seluruh stan yang ada di Tokyo festival musim
panas.
“Rin
aku mau ketoilet”, kata Akiyoshi. Rin yang sedang enak makan keripik kentang
sambil menonton pertunjukan sulap hanya sedikit mengangguk tanpa melirik
sedikitpun kearah Akiyoshi.
Pertunjukan
sulapnya sudah selesai, dan kerumunan orang sedikit demi sedikit mulai
membubarkan diri. Hanya tinggal Rin sendirian, ia berjalan tanpa tahu arah.
Akiyoshi mana? Kok lama sih?
Jangan-jangan dia ninggalin aku lagi.
Batin Rin mulai resah. Ia melihat sekelilingnya dan tidak ada satu orangpun
yang ia kenal.
Bagaimana
ini? Tanyanya pada dirinya sendri yang mulai takut. Tiba-tiba ada seseorang
yang mencolek pundaknya dari arah belakang. Spontan Rin langsung berbalik
kebelakang. Dilihatnya sebuah boneka
kelinci berwarna putih besar dengan pita berwarna pink lucu menyambutnya. Tanpa
sadar Rin langsung menyentuh boneka itu dengan tatapan tak percaya.
“ini
untukmu Rin”, kata seorang pria yang membawa boneka itu.
Akiyoshi-kun?. Kata hati Rin sambil membayangkan bahwa Akiyoshi—pacarnyalah—yang memberikan
boneka itu. padahal ia sendiri sadar bahwa Akiyoshi—pacarnya—sudah
tidak ada.
Perlahan Rin mengambil boneka itu.
bulunya halus dan sangat menggoda Rin untuk langsung memeluknya. Terlebih lagi
bentuknya kelinci, Rin mana bisa menahannya. Jelas-jelas Rin sangat menyukai
apapun yang bernuansa kelinci.
“kau
suka dengan boneka itu?”, Tanya Akiyoshi melihat Rin yang wajahnya sangat
berseri-seri. Rin menatap wajah Akiyoshi seakan bertanya kenapa?. “tadi saat berjalan kembali kesini, aku melihat boneka
ini. Aku rasa kau akan menyukainya jadi ku belikan ini untukmu”, kata Akiyoshi
santai. “syukurlah kau menyukainya”, lanjut Akiyoshi sambil tersenyum senang
kearah gadis yang diam-diam sangat dicintainya ini. Rin segera mengeluarkan
handphone dan mengetik sms untuk dikirim ke Akiyoshi. Beberapa saat kemudian
sms itu sudah sampai di handphone Akiyoshi.
From : Rin-chan
Terima kasih banyak. Aku
sangat menyukai boneka ini
Walau singkat sms dari Rin, tapi itu sudah
cukup membuat hati Akiyoshi bernafas lega. Untunglah ia tidak jadi membelikan
boneka beruang untuk Rin. Dilihatnya gadis itu yang mulai memeluk boneka
kelinciya dengan manja. Rin lucu sekali
. kata batinnya sambil tetap tersenyum pada Rin.
“ayo
kita bersenang-senang lagi”, seru Akiyoshi senang, Rin hanya mengangguk dan
mengikuti Akiyoshi kemanapun pria itu melangkah.
Hari sudah menunjukan pukul 8 malam.
Festival musim panas memang belum berakhir, tapi sebagai seorang pelajar Rin
dan Akiyoshi tidak boleh pulang terlalu larut karena besok mereka masih harus
sekolah. Rin dan Akiyoshi menaiki bus yang sama, rumah mereka satu arah. Rin
duduk di dekat jendela sambil tetap memeluk boneka kelinci yang baru saja ia
dapatkan. Akiyoshi duduk disebelahnya dan menyenderkan tubuhnya di senderan
kursi, ia merasa tubuhnya pegal. Rin menatap pemandangan kota Tokyo malam hari
melalui jendela dan gadis itu merasa matanya mulai berat. Ia mengantuk.
Akiyoshi terus memperhatikan gadis yang duduk tepat di sampingnya itu.
“kau
mengantuk Rin?”, Tanya Akiyoshi pelan. Rin mengangguk tanpa sedikitpun melihat
wajah perhatian yang Akiyoshi berikan untuknya. “sini. Tidurlah di pundakku,
aku tahu kau sangat lelah setelah berkeliling festival musim panas hari ini”,
lanjut Akiyoshi. Rin menatap Akiyoshi ragu.
Apa tidak apa-apa? Tanya Rin dalam hati.
Tapi
rasa ngantuk dan capek mengalahkan semua prasangka buruk tentang Akiyoshi.
Secara tak sadar Rin menggeser posisi duduknya mendekati Akiyoshi dan langsung
lelap di bahu Akiyoshi. Akiyoshi tersenyum bahagia, ia mengira awalnya Rin akan
menolak tawarannya mentah-mentah. Tapi ternyata pada kenyataannya tidak. Ia
melirik Rin yang sudah masuk ke alam mimpinya dengan tenang dan tak
henti-hentinya ia tersenyum melihat gadis yang dicintainya terlelap di bahunya.
Ini adalah kejadian langka yang mungkin akan sangat sulit ia dapatkan dilain
waktu. Akiyoshi merasa sangat bahagia hari ini.
Gadis itu berjalan pelan kedua
tangannya sibuk memegang sebuah boneka kelinci besar sambil sesekali melirik
pria yang kini sedang berjalan santai di sampingnya. Pukul 8.30 tepat, Rin
sampai di depan gerbang rumahnya dan itu artinya ia harus berpisah dengan pria
yang berbaik hati mengantarkan dirinya pulang. Rin menghentikan langkahnya dan
membuka pintu gerbang rumahnya dari luar. Sebelum ia masuk, Rin menundukan
kepala sebagai ucapan terimakasih pada Akiyoshi. Akiyoshi hanya tersenyum
senang sekaligus lelah.
“selamat malam
Rin, sampai jumpa besok di sekolah”, kata Akiyoshi seraya melangkahkan kakinya
pulang.
Dengan cepat Rin
masuk kedalam rumah, ia tahu bahwa angin malam tak bagus untuk kesehatannya.
Setelah mandi dan mengenakan baju tidur ia duduk termenung di atas kasurnya.
Mengenang kembali semua yang telah ia lakukan bersama Akiyoshi. Dan untuk
pertama kalinya ia memikirkan pria lain selain Akiyoshi—pacarnya—yang telah tiada. Di meja sebelah kasurnya kini
bertengger 2 buah boneka kelinci yang besarnya sama. Rin mengambil salah satu
yang berwarna putih lalu di peluknya boneka itu erat.
Akiyoshi… mengapa kau baik sekali padaku? Tanyanya dalam hati. Setelah itu
diambilnya foto bersama Akiyoshi saat di Tokyo festival musim panas. Ia
tersenyum sendiri melihat foto konyol mereka berdua, tanpa sadar Rin pun
tertawa dengan lepas sambil terus melihat fotonya bersama Akiyoshi.
.
.
Eh? Aku tertawa lagi. Katanya setelah beberapa saat kaget
akibat tingkahnya sendiri.
Meskipun ia mencoba menyembunyikan
senyumannya—seperti biasanya, untuk kali ini ia sama sekali tidak bisa. Ia
tidak bisa tidak tersenyum sedangkan saat ini ia sedang di landa kebahagiaan
yang sangat hebat.
Akiyoshi-kun, setelah lama aku tidak bisa
tersenyum karena kehilanganmu kini aku bisa tersenyum lagi, bahkan tertawa. Apa
itu artinya aku telah menemukan penggantimu? Ini takkan melukaimu kan? Kurasa
aku menyukai pria yang memiliki nama sama denganmu. Ya… kurasa aku menyukainya…
tidak apa-apa kan, Akiyoshi-kun? Kata Rin dalam hati sambil tersenyum tipis
memandangi foto pacarnya yang kini ada di surga.
Malam semakin
larut, jika Rin tidak ingat bahwa ada pr matematika mungkin kini ia sudah
tertidur pulas di kasur empuknya. suara dering sms dari handphonenya itu
memecahkan konsentrasi dan keheningan malam pada jam 9.
From : Michi
Rin-chan… udah bobo belum?
Dengan cepat Rin
mengetik sms dan segera membalasnya.
Belum, ada apa?
.
From : Michi
Bagaimana harimu bersama Akiyoshi-kun?
.
Cukup menyenangkan. Jawab sms Rin.
.
From : Michi
Syukurlah… kukira kau akan sangat bosan
karena tidak ada aku
Ahaha
.
Ya… ku kira juga gitu. Balasan Rin mengakhiri pembicaraan. Lalu
Rin melanjutkan kembali kegiatan belajarnya yang tadi sempat tertunda. Beberapa
saat kemudian nada dering smsnya kembali berbunyi. Siapa lagi sih? Omel Rin seraya membuka sms itu.
From : Akiyoshi
Rin J
.
Iya?. Jawab Rin singkat. Entah mengapa ia merasa
sangat senang mendapatkan sms dari Akiyoshi.
.
From : Akiyoshi
Ah tidak.. hehe
Lagi apa?
.
Lagi ngerjain PR
Oh iya, arigatou udah
mengantarku pulang. Balas
Rin.
.
From :
Akiyoshi
Ahaha, tidak usah sungkan begitu.
Siapapun tidak akan tega membiarkan wanita
berjalan sendiri malam-malam
Terlebih lagi wanita itu
cantik sepertimu J
Rin
menatap datar balasan Akiyoshi. Kata-kata
itu… matanya mulai berkaca-kaca kembali. Tiba-tiba ia merasa kepalanya
pusing, semua kenangannya bersama Akiyoshi—pacarnya—seolah
terulang kembali. Ia sangat mengingatnya dengan jelas, kapan pertama kali Akiyoshi mengantarnya pulang larut
malam.
Saat itu awal musim panas,
pukul 9 malam. Aku bersama Akiyoshi baru pulang dari festival seni yang
diadakan sekolah kami. Untuk pertama kalinya Akiyoshi yang sudah resmi menjadi
pacarku ini mengantarku pulang. Sepanjang jalan tangan kami tidak terlepas,
terus bergandengan seakan takut kehilangan. Setelah sampai di depan rumahku
dengan sangat berat ku lepaskan gandengan dan kuucapkan banyak terimakasih
padanya. Dengan senyum dan tawa khasnya, ia menjawab santai
“Ahaha, tidak usah sungkan begitu. Siapapun
tidak akan tega membiarkan wanita berjalan sendiri malam-malam, Terlebih lagi
wanita itu cantik sepertimu”
Batin Rin
bercerita dengan sangat detail. Ia melirik boneka kelinci berwarna pink yang Akiyoshi
berikan disaat terakhir mereka
bertemu. Segera ia menyelesaikan pr-nya dan langsung membantingkan tubuh
dikasur. Dering sms dari handphonenya ia abaikan, malam ini ia hanya ingin
merenung dalam mimpinya. Dan mungkin akan terus berfikir mengapa Akiyoshi
sangat mirip dengan Akiyoshi—pacarnya—yang
kini sudah tak ada lagi di dunia ini.
“kenapa Rin tidak
membalas sms ku? Apa dia sudah tidur?”. Kata Akiyoshi pasrah setelah 30 menit
smsnya tidak di balas Rin.
Apa kata-kataku tadi menyinggungnya? Pikir Akiyoshi.
Dilihatnya lemas jam dinding, pukul
10 malam. Ya… ini memang waktu yang pas untuk istirahat setelah menghabiskan
hari dengan sangat melelahkan. Akiyoshi merebahkan tubuhnya di atas kasur. Diliriknya
meja kecil di samping tempat tidur. Disana ada fotonya bersama Rin yang
terpasang rapi di figura kayu berwarna coklat di samping buku kecil bersampul
pink dengan corak kelinci milik Rin.
.
.
Eh? Milik Rin?. Sontak Akiyoshi terduduk di atas
kasurnya.
Bagaimana ini? Aku lupa dengan bukunya. Hati
Akiyoshi mulai resah. Dia sangat ingin mengembalikan buku ini pada Rin. Tapi
apabila Rin tahu bahwa buku kesayangan miliknya ada pada Akiyoshi, mungkin Rin
akan sangat marah terlebih lagi
sebelumnya Akiyoshi berbohong tidak melihat buku milik Rin. Ia baru saja
berhubungan dengan sangat baik dengan Rin, tentu Akiyoshi tidak ingin merusak
suasana seperti ini. Tapi…
“aku harus
kembalikan buku ini, walau aku tahu ini pasti akan sangat beresiko bagi
hubunganku dengan Rin”, kata Akiyoshi seolah ia akan menghadapi perang hebat.
Ia tahu keputusannya ini sangat
beresiko bagi hubungannya dengan Rin. Tapi akan lebih beresiko apabila Rin tahu
sendiri dan akhirnya tidak mau bertemu dengannya seumur hidup. Jelas itu lebih
menyeramkan bagi Akiyoshi yang
jelas-jelas sangat mencintai Rin. Akiyoshi mengambil buku Rin dan
ditatapnya lirih buku tersebut. Ia hanya berharap Rin tidak marah padanya
setelah mengetahui semuanya. Seharusnya setelah apa yang ia lakukan bersama Rin
di Tokyo festival musim panas akan cukup membuat hati Rin luluh dan mau
memaafkannya.
Ya… semoga saja. Kata Akiyoshi dalam hati
Setelah itu ia
memasukan buku kecil milik Rin kedalam tas—agar tidak lupa lagi—dan segera
merebahkantubuhnya di atas kasur. Ia menutup mata secara perlahan dan mencoba
melupakan segala beban yang ada di kepalanya. Namun getar handphone memaksanya
kembali membuka mata dan membaca isi pesan yang berhasil handphonenya terima.
From : Michi-chan
Heh Akiyoshi-kun, jangan lupa kau punya
hutang padaku.
Kau pikir kembang gula itu benar-benar
gratis?
Itu aku yang membelinya. Pokonya besok kau
harus bayar semuanya
>.<”
Mata Akiyoshi
membesar seketika membaca isi pesan tersebut. Ternyata Michi benar-benar
membantunya. Tapi sekarang yang membuat Akiyoshi tidak bisa tidur adalah…
Berapa hutang yang harus aku bayar?
Padahal ia merasa
sudah tidak punya uang lagi setelah membelikan Rin boneka kelinci yang cukup
mahal itu. Terpaksa ia harus membongkar isi tabungannya. Ia berfikir positif,
bukankah cinta memang butuh pengorbanan?
Pukul 6.30 pagi, seperti biasanya Akiyoshi
sudah tiba di depan kelasnya. Ia tahu Rin pasti sudah ada di dalam kelas. Walau
ragu Akiyoshi mencoba melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas dan mencoba
bersikap biasa aja di depan semuanya.
Di genggamnya erat buku milik Rin di tangan kanannya. Genggamannya semakin erat
setelah ia melihat Rin sedang duduk santai dibangkunya sambil sms-an. Akiyoshi melangkahkan kakinya
perlahan mendekati Rin. Rin yang mengetahui keberaadaan Akiyoshi langsung
menatap aneh pria yang kini sudah ada dihadapannya itu.
“emh… Rin”, kata
Akiyoshi memulai pembicaraan. Rin hanya terus menatap Akiyoshi dan mengangkat
alisnya.
“kurasa ini
milikmu”. Lanjut Akiyoshi seraya menunjukan buku kecil bersampul pink milik
Rin.
Rin melihat buku itu seakan tak
percaya. Ia terus bertanya dalam hatinya bagaimana
bisa buku itu ada pada Akiyoshi. Rin langsung mengambil buku diarynya dari
tangan Akiyoshi dan membuka satu persatu halamannya.
Tidak ada yang hilang. Kata
Rin dalam hati dengan perasaan lega.
Ia sempat berfikir
tidak akan pernah menemukan buku ini lagi. Dan semua kenangannya bersama Akiyoshi—pacarnya—akan musnah begitu
saja dengan hilangnya buku tersebut. Segera ia mengetik sms yang sudah pasti
akan dikirim pada Akiyoshi. Beberapa saat kemudian handphone Akiyoshi sudah
bergetar.
From : Rin-chan
Bagaimana bisa buku ini ada padamu?
“kurasa aku
menemukannya Rin”, jawab Akiyoshi sambil sedikit tertunduk. Rin segera mengirimkannya
lagi sms.
From : Rin-chan
Dimana kau menemukannya?
Kapan?
Tanya Rin
berturut-turut dalam sms. Akiyoshi menatap Rin ragu. Dilihatnya wajah Rin yang
polos menantikan jawaban dari mulutnya dengan penuh harap.
Ya… mungkin ini saatnya untukku jujur dan
mengatakan semuanya .
batin Akiyoshi.
“aku menemukannya
di kelas ini, dua hari yang lalu”. Jawab jujur Akiyoshi tanpa berani melihat
kearah Rin.
Tiba-tiba suasana menjadi hening.
Rin menatap Akiyoshi tidak percaya. Bukankah ia bilang kemarin tidak melihatnya.
Akiyoshi berbohong padanya, sungguh ia tidak percaya bahwa Akiyoshi akan tega
membohonginya. Wajah Rin mulai memerah dan tampak jelas Rin sedang menahan
emosinya. Segera ia kembali mengetik sms untuk kembali di kirim kepada
Akiyoshi.
From : Rin-chan
Kau berbohong ! kau bilang kau tidak
melihatnya.
Bagaimana bisa kau membohongiku?
Kau pasti membacanya ! itu kan tidak sopan.
”tidak Rin… ini
tidak seperti yang kau fikirkan, biarkan aku menjelaskannya dulu. Aku—“,
kata-kata Akiyoshi terpotong karena menerima sms lagi dari Rin.
From : Rin-chan
Kau pasti sudah membacanya, ini kan privasi
Akiyoshi jahat
Aku benci !!
Mata
Rin sudah mulai berkaca-kaca, dan kini ia merasa tidak bisa lagi membendungnya.
Ia tak ingin terllihat menangis di depan Akiyoshi hingga akhirnya Rin berlari keluar
kelas. Tanpa diduga Akiyoshi ikut berlari di belakangnya dan terus menteriakkan
namanya. Tapi Rin tidak peduli. Saat ini ia hanya ingin terus berlari dan
sendirian.
Rin terus berlari hingga akhirnya ia
sadar bahwa ia sudah tak lagi berada di lingkungan sekolahnya. Ia berdiri di
pinggir jalan raya dan tanpa sadar air matanya terus mengalir.
Padahal aku sudah mulai
mencintai Akiyoshi. Tapi mengapa ia tega membohongiku? Padahal aku… kata Rin dalam hati dan terus menangis.
Kini semua perasaannya seakan hancur dan sepertinya ia tak mau menatap orang
yang bernama Akiyoshi lagi.
“Rin
!! Riinn!!”, panggil Akiyoshi sambil berlari mendekati Rin.
Rin
yang melihat Akiyoshi merasa sangat panik, ia ingin melarikan diri dari
Akiyoshi. Ia sudah tak mau menatap Akiyoshi lagi. Dengan cepat Rin menyebrangi
jalan yang segera disusul oleh Akiyoshi. Namun tiba-tiba…
CKIIITT… BRUUKK
Sebuah
mobil menabrak Akiyoshi. Sontak Rin langsung membalikan tubuhnya dan melihat
apa yang sebenarnya terjadi. Waktu seakan berhenti berputar setelah ia melihat
untuk yang kedua kalinya seorang pria tertabrak di depan matanya. Tubuh
Akiyoshi tersungkur tak berdaya berlumuri darah. Rin hanya mematung melihat
Akiyoshi. Lututnya tak dapat menanggung beban
badannya. Sama seperti tubuh-tubuhnya yang lain, ia merasa lemah. Tak berdaya.
Hasilnya, badannya merosot dan jatuh terduduk di lantai.Pandangan maupun pikirannya kini tak fokus lagi. Dunia bagai tergoyahkan oleh pandangannya. Ia pun berusaha menghentikan pusingnya, namun apa daya—ia betul-betul tidak dapat mengendalikannya. Kepalanya benar-benar sakit saat ini.
"Tidak... jangan... jangan...", Rin mengigau dan kini ia merasa dibawa kembali kemasa lalu. Ia seakan melihat Akiyoshi—pacarnyalah yang sedang tertabrak saat itu.
.
.
CKIIITTT… BRUUKK
sebuah mobil menabrak Akiyoshi hingga
tubuhnya terlempar sejauh beberapa meter. Boneka yang ia bawa terlempar kesisi
yang satunya. Rin membeku melihat kekasihnya terjatuh bersimbah darah. Air matanya jatuh tak tertahan. Dengan cepat ia
berlari menuju kekasihnya.
“AKIYOSHI-KUN !! AKIYOSHI-KUUUNN” teriak
Rin histeris sambil memeluk erat kekasihnya tersebut. Namun tak ada jawaban
dari Akiyoshi, ia tetap menutup matanya. Di goyang-goyangkan tubuh Akiyoshi dan
itu membuat Akiyoshi membuka matanya, Rin mulai terlihat frustasi.
“Akiyoshi-kun..” kata Rin disela-sela
tangisannya.”jangan pergi… ini kan hari ulang tahunku”, lanjutnya.
“aku tidak akan pergi Rin sayang, bukankah
aku akan selalu ada di hatimu?” kata Akiyoshi lemas.
“tidak, kau tidak boleh pergi,seseorang
tolong aku!!” teriak Rin frustasi.
“Rin…”. “Aku sangat mencintaimu”, bisik
Akiyoshi yang mulai menutup matanya secara perlahan. Rin langsung menatap
Akiyoshi dengan mata yang berkaca-kaca dan penuh dengan air mata.
“jika aku pergi… te.. taplah
te.. tersenyum Ri.. Rin, jangan kar.. na aku pergi kau ja.. jadi murung”,
katanya pelan dan terbata-bata. Rin tidak menjawab Akiyoshi, ia hanya terus
menangis menatap kekasihnya yang kini sudah tak berdaya lagi. “jangan menangis
lagi Rin, Mungkin Tuhan tak izinkan sekarang untuk kita bersama”, lalu Secara
perlahan Akiyoshi menghembuskan nafas terakhirnya dan tidur selamanya.
.
.
“AKIYOSHI-KUN…
AKIYOSHI-KUUNN !!!”. teriak Rin—secara
tak sadar—setelah ia terbangun dari halusinasi masa lalunya seraya berlari
menghampiri Akiyoshi. Kini ia benar-benar menangis. Di peluknya tubuh Akiyoshi
dan di pandangnya pria yang kini ada dipelukannya.
“Rin…”,
kata Akiyoshi di sela-sela kesakitannya. “maafkan aku…”, lanjutnya lagi. Rin
tidak menjawab apapun, ia hanya terus
menangis. Rin tak mau kehilangan orang yang ia sayangi untuk kedua kalinya.
“katakan
sesuatu padaku, Rin”, kata Akiyoshi lagi. Rin menatap pria itu dalam sambil
terus menangis.
“ja…jangan
pergi, Akiyoshi-kun. A… Aku me… mencintaimu”, kata Rin terbata karna sedang
menangis.
Akiyoshi
tersenyum lega, cintanya terbalas. Ia memandang wajah cantik Rin yang menangis
karenanya. Di usapnya perlahan air mata Rin. Kini wajah Rin mulai terlihat
samar-samar dan secara perlahan pandangannya menjadi gelap.
Apa aku sudah mati?. Pikir Akiyoshi.
Sinar matahari yang masuk melalu
jendela terasa begitu hangat di pagi itu. sedikit demi sedikit Akiyoshi membuka
matanya dan mulai tersadar. Apa yang
terjadi? Dimana aku sekarang? Tanyanya dalam hati seraya mencoba bangun dan
duduk di atas ranjang tidur tempat ia sekarang.
“Akiyoshi-kun?
Kamu udah sadar?”, Tanya seorang gadis yang duduk di sebelah Akiyoshi. Spontan
Akiyoshi langsung meliriknya.
Michi?. Katanya dalam hati. Akiyoshi merasa
dirinya belum kuat untuk berbicra. Tubuhnya masih terasa sangat lemas.
“aku
sangat khawatir setelah Rin memberitahuku kau mengalami kecelakaan, ya Tuhan…
mengapa ini bisa terjadi Akiyoshi-kun?”, kata Michi lagi.
Kecelakaan… Rin…
Ohya aku ingat, aku mengalami
kecelakaan karena mengejar Rin. Rin? Dimana dia sekarang? Batin Akiyoshi mulai resah setelah
mengetahui gadis yang ia sayangi tidak ada di sampingnya saat ini.
“Rin…”,
Akiyoshi mulai bicara.
“kau
mencari Rin?”, Tanya Michi.
“Rin
dimana?”, Akiyoshi balik bertanya.
“ohh
Rin sedang keluar membeli makanan dan buah-buahan untukmu. Ahh itu dia
orangnya”, kata Michi sambil menunjuk Rin yang membuka pintu dan langsung masuk
ruangan. “Akiyoshi-kun, aku tinggal dulu ya… aku lapar. Hehe”. Lanjut Michi
sambil berlari keluar ruangan.
Hanya tinggal Akiyoshi dan Rin
berdua di ruangan itu. Akiyoshi masih terduduk di atas ranjangnya sedangkan Rin
berdiri dan membatu melihat Akiyoshi. Detik pertama… hening. Detik kedua… masih
hening. Detik ketiga…
“Rin…
katakan sesuatu padaku”, kata Akiyoshi pelan sambil menatap Rin dalam.
Seketika
air mata Rin jatuh begitu saja. Gadis itu berlari ke arah Akiyoshi dan langsung
memeluknya. Ia tak kuasa menahan rasa bahagia karena pria yang ia sayangi ini
tidak pergi selamanya.
“Akiyoshi-kun…
jangan pergi”, kata Rin pelan. Kini ia sudah mau berbicara lagi.
“aku
tidak akan pergi”, jawab Akiyoshi dan membalas pelukan Rin.
Rin
melepas pelukannya dan duduk di pinggir ranjang tempat tidur Akiyoshi, di
tatapnya Akiyoshi penuh perhatian. Kepala pria itu di perban dan yang lainnya
hanya ada goresan-goresan kecil. Untunglah… lukanya tak terlalu parah hingga
nyawanya masih bisa diselamatkan.
“Rin…
aku mencintaimu. Dan aku berjanji akan selalu melindungimu”. Tutur Akiyoshi
dengan sungguh-sungguh.
Rin
tidak berkata apa-apa. Dia hanya balas memandang lembut Akiyoshi. Seketika suasana
menjadi hening begitu Rin dan Akiyoshi hanya bisa saling menatap tanpa berucap.
Keduanya sama-sama bingung harus melakukan apa. Akiyoshi mengangkat tangannya
dan membelai rambut panjang Rin. Tanpa mereka sadari, wajah Akiyoshi semakin
dekat dengan wajah Rin. Begitu pula dengan jarak antara bibir mereka. Semakin
dekat… terus semakin dekat… dan…
KRUUYUUKK…
Perut
Akiyoshi bernyanyi merdu. Spontan keduanya saling memalingkan wajah saat bibir
mereka nyaris bersentuhan. Rin menatap Akiyoshi dan lalu tertawa lepas.
Akiyoshi pun ikut tertawa, bukan karena perutnya tapi karena melihat Rin
tertawa. Rin sangat manis, pikirnya.
Rin segera berdiri tegak dan langsung mengambil roti untuk di berikan pada
Akiyoshi.
“ya…
kurasa aku lapar”, kata Akiyoshi.
:<>: tamat :<>:
By : Camelia Athena Kharin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar