Selasa, 20 November 2012

cerpen -katakan sesuatu padaku chapter 1


 Bila ada senyum yang dapat ku ukir
Mungkin itu hanya akan terukir di depanmu
Bila ada kata yang harus terucap
Percayalah, itu hanya akan terucap di depanmu

Itulah kata-kata yang ia tulis di salah satu lembaran buku diarynya. Gadis berambut hitam panjang yang akrab di panggil Rin ini sibuk mempersiapkan peralatan sekolahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ya… sejak hari yang menyeramkan itu, ia memutuskan untuk berhenti bicara. Orang tuanya mengira kecelakaan menimpa gadis ini sehingga ia tidak bisa lagi bicara. Namun saat di periksa di dokter, tidak terjadi apa-apa padanya. Rin hanya tidak ingin bicara pada siapapun bukan berarti ia tidak bisa bicara.
            Setelah semua peralatan sekolahnya dan tidak lupa buku diarynya yang tak pernah ia tinggalkan tertata rapi di dalam tas gendong hitamnya. Rin segera memasuki mobil yang didalamnya sudah ada orang tua Rin. Hari ini Rin akan bersekolah di sekolah barunya SMA Sorairo, di kota tempat tinggal barunya, Tokyo.
“Rin, bagaimana perasaanmu? Kau taukan, hari ini kau akan mendapatkan banyak teman baru”, kata Masashi Hikaru, ayah Rin.
Rin hanya menjawabnya dengan tatapan dingin dan sedikit menganggukan kepala tak jelas apa jawabannya. Namun Masashi sudah tahu kebiasaan anak satu-satunya ini yang tidak mau bicara. Ia hanya mengira-ngira bahwa jawaban Rin “iya aku senang akan mendapatkan banyak teman baru”. Setelah itu Masashi tersenyum tipis dan kembali memfokuskan pandangannya pada jalan.

            Disisi lain suasana SMA sorairo masih ramai seperti biasanya. Terlebih lagi kelas 2-A IPA yang lebih rebut dari biasanya karena sedang tidak ada guru. Terlihat ada seorang pria yang sibuk menetralisir keadaan yang semakin lama semakin ribut dan gaduh. Tapi yang ada, pria yang merupakan ketua kelas itu dilempari kertas bekas karena diangggap mengganggu kesenangan yang jarang didapat ini. Akhirnya pria itu duduk kembali di bangkunya dan melanjutkan aktivitas yang tadi sempat tertunda, mendengarkan music melalui earphone.
“Akiyoshi-kun, katanya akan ada murid baru ya di kelas kita?”, Tanya seorang wanita yang duduk di depan Akiyoshi. Namun tak ada jawaban yang keluar dari mulut pria yang asik mendengarkan music itu.
“HEI~ ketua kelas~ dengarkan akuuuu !!”, teriak wanita imut itu sambil menggoyang-goyangkan tubuh Akiyoshi.
“EEhhggrr, ada apa Michi-san”, jawab Akiyoshi malas sambil membuka earphone yang tadi terpasang di telinganya.
“Katanya akan ada murid baru di kelas kita, apa itu benar?”, Tanya Michi antusias.
“Mungkin”
“Jadi kau tidak tau?”, Tanya Michi
“memangnya ada ya?”, Akiyoshi balik bertanya
“tadi aku dengar di ruang kepala sekolah”
“cewek atau cowok?”, Tanya singkat Akiyoshi
“cewek, dia cantik banget. Wajahnya mirip boneka, tapi sayangnya dia tidak bisa bicara”
“ohh, jadi dia bisu”
“bukan~, yang aku dengar, dia bisa bicara tapi tidak mau bicara. Tadi orang tuanya menjelaskan itu di ruang kepala sekolah”
“aku jadi penasaran…”, kata Akiyoshi pelan mengakhiri perbincangan saat itu juga.
            Beberapa saat kemudian, guru yang merupakan walikelas kelas 2-A IPA itu masuk kelas. Serentak semua murid menghentikan aktivitasya dan memusatkan perhatian pada walikelasnya itu. namun perhatian tak seutuhnya menjadi milik walikelas saat itu. ada gadis asing yang mengikuti tepat di belakang guru itu yang kini menjadi pusat perhatian semua murid. Eugh ini yang paling aku tidak suka, menjadi pusat perhatian. Gerutu Rin dalam hati.
“perhatian semuanya”, guru itu mulai bicara “ini ada murid baru di kelas kita, namanya Rin Hikaru ia pindahan dari Osaka, tolong ketua kelas ajak dia keliling sekolah saat istirahat agar dia tahu semua tentang sekolah kita”, lanjutnya sambil melirik Akiyoshi.
“iya bu” jawab Akiyoshi tanpa memalingkan pandangannya pada Rin yang menatap semua orang dingin.
“nah Rin silahkan duduk di sebelah Michi-san”, kata guru itu dan lalu mempersilahkan Rin untuk duduk. Rin mengangguk setuju. Dan Michi menyambut Rin senang. Rin duduk perlahan di sebelah Michi, Michi hanya senyum-senyum sendiri tidak jelas  melihat Rin.
            Dilihat sedetail-detailnya gadis yang masih asing di matanya itu yang kini duduk tepat didepannya. Ternyata benar kata Michi, gadis itu sangat cantik. Rambutnya hitam panjang, poniya terpotong dan di tata sangat rapi sehingga menutupi jidat tanpa menutupi mata bulat nan indah milik gadis itu. gadis itu benar-benar tidak mengatakan apapun, Rin hanya mendengarkan semua ocehan panjang lebar dari mulut Michi.
Tuhan… demi apalah, aku sungguh capek mendengar seluruh ocehan orang ini. Tapi coba sabar Rin… sabar… ini baru hari  pertama. Omel Rin dalam hati sambil tetap mendengarkan cerita panjang dan lebar dari Michi, teman barunya.
“… nanti kau akan ditemani Akiyoshi-kun keliling sekolah…”, mata Rin langsung membelalak setelah mendengar kata Akiyoshi.
Akiyoshi? Bukankah orang itu yang akan mengantarkan aku keliling sekolah ini? Kenapa namanya harus Akiyoshi sih?... menyebalkan. Gerutu Rin dalam hati sambil meremas rok pendek miliknya. Michi memandang Rin aneh, dilihatnya wajah gadis cantik ini. Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu.
“emh… Rin-san, kalau kau ingin mengatakan sesuatu sms saja?”, kata Michi pelan, Rin tidak menjawab. Gadis itu hanya menunduk hingga rambut panjangnya menutupi separuh wajahnya. “ah.. ini nomor handphone ku”, Michi menuliskan nomernya di belakang buku matematika Rin.
Rin memandang Michi sebentar dan lalu mengambil buku matematikanya. Di rogoknya saku rok pendeknya itu dan di ambil handphone touchscreen berwarna pink miliknya. Setelah menyimpan nomor hanphone Michi, Rin segera mengetik sms dan mengirimnya langsung pada Michi.
Arigatou, Michi-san
singkat sms yang Rin kirim untuk Michi.
“ahaha… tak usah sungkan begitu padaku, Rin-san”, jawab Michi ramah. Rin tetap enggan tuk bicara, ia hanya menatap Michi datar­­­­—seperti biasanya ­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­dan mengangguk sedikit. Beberapa menit setelah keduanya sama-sama diam, bel istirahat berbunyi indah di telinga Rin.
Ok aku lapar dan aku tidak tahu dimana letak kantin. Sedangkan saat ini juga aku bersama pria asing yang bernama Akiyoshi harus pergi menyusuri setiap sudut sekolah. Kira-kira apa yang akan terjadi padaku? Batin Rn mengoceh tak jelas.
            Ini saatnya bagi Akiyoshi tuk mendekati Rin. Euhh aku tegang, rasanya sekarang perutku mual. Kata Akiyoshi dalam hati sambil beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju bangku Rin yang hanya berjarak 1 langkah. Di lihatnya gadis yang masih asing di matanya itu. tatapan gadis itu dingin dan wajahnya tak melukiskan sedikitpun ekspresi. Dengan canggung, Akiyoshi mencoba berbicara pada Rin.
“Hai”, kata Akiyoshi mencoba sangat ramah di hadapan Rin walau terlihat sangat jelas bahwa wajahnya sangat canggung. Rin tidak menjawab sapaan Akiyoshi, ia hanya menatapnya dingin. Pasti pria ini yang akan mengajakku keliling sekolah. Batin Rin mengeluh.
“aku… eh maksudku namaku Akiyoshi Harada, aku biasa di panggil Akiyoshi. Salam kenal ya!”, lanjut Akiyoshi dengan nada lebih santai dari sebelumnya. Rin kini hanya  menganggukan kepalanya sedikit. “aku akan mengantarkan kau keliling sekolah”,lanjutnya lagi. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Rin langsung berdiri dari tempat duduknya semula lalu merapihkan rok pendeknya. Akiyoshi mundur beberapa langkah dan mempersilahkan Rin untuk berjalan keluar duluan dari ruang kelas.
            Di perhatikannya gadis yang kini berjalan santai disampingnya itu. badannya kecil dan langsing, seimbang dengan tinggi badannya yang beda beberapa centi lebih pendek darinya. Akiyoshi terus memperhatikan Rin, rasanya ia sangat tertarik pada gadis itu. benar kata Michi, Rin benar-benar tidak mau bicara padanya. Jangankan untuk bicara, tersenyumpun tidak pernah. Padahal Rin cantik wajahnya seperti boneka Barbie yang biasa di mainkan adik perempuannya. Sepanjang jalan, semua mata tertuju pada mereka berdua yang lebih tepatnya pada Rin. Sambil menjelaskan setiap ruangan dan tempat di sekolah, dilihatnya laki-laki dari kelas lain yang sejak tadi tidak henti-hentinya menggoda Rin. Tapi Rin seperti biasanya hanya menatap semua orang cuek seakan tidak peduli dan hanya fokus pada apa yang Akiyoshi katakan.
“Rin? Kau mendengarkan aku kan?”, Tanya Akiyoshi curiga. Rin menjawabnya dengan anggukan mewakili kata “ya”. “ada yang ingin kau katakan?” lanjutnya lagi. Rin menunduk, sepertinya gadis itu ingin mengatakan sesuatu. Dilihatnya Rin mengeluarkan handphone dan mengetik sesuatu. Tiba-tiba handphone Akiyoshi yang berada di saku celana panjangnya bergetar. Ada sms masuk…
From: 08xxxx…
Akiyoshi-san, aku lapar
Bisa kita ke kantin?
-Rin-
Akiyoshi bengong memandangi layar handphonenya, apa ini benar-benar Rin yang mengirim sms? Dipandangi secara bergantian antara Rin dan layar handphone fliptop-nya. Deg… Rin memandang kearahnya, mengapa jantungku berdegup kencang tiap kali dia melihat kearahku?  Tanya Akiyoshi dalam hati.
“kau mengim sms padaku, Rin?”, Tanya Akiyoshi pada Rin yang masih menggenggam handphone touchscreen sambil memain-mainkannya. Rin lucu saat dia memain-mainkan handphonenya seperti saat ini. Benak Akiyoshi. Rin menjawab pertanyaan Akiyoshi dengan anggukan­­—seperti biasanya—mewakili kata “ya”
“darimana kau dapat nomor handphoneku?”, Tanya Akiyoshi lagi sambil memperhatikan Rin yang sedang mengetik sms yang sepertinya akan dikirim untuknya.
From : 08xxxx…
Michi-san
Singkat sms dari Rin yang ia baca. Akiyoshi bisa langsung membayangkan kapan dan bagaimana cara Michi memberikan nomor handphonenya. “baiklah kalau begitu, ayo kita ke kantin !”, seru Akiyoshi penuh semangat.
            Ia duduk di depannya, pria yang benar-benar mirip dengan seseorang yang telah mengubah hidupnya. Akiyoshi-kun… aku merindukanmu setelah aku melihat pria ini. Batin Rin lirih. Setelah melihat Akiyoshi, ia seakan teringat kembali pada masa lalunya bersama seorang pria yang bernama Akiyoshi. Sambil menyantap sandwich isi sayuran yang tadi ia beli bersama Akiyoshi, di perhatikannya pria yang duduk di depannya itu. wajahnya memang tidak mirip dengan Akiyoshi-nya, tapi mengapa namanya harus sama? Dan sekilas sikap Akiyoshi padanya memang sedikit mirip dengan Akiyoshi-nya, apalagi saat dia bertanya padanya dengan canggung.
“emh… Rin –san?”, Tanya Akiyoshi tiba-tiba membuyarkan semua lamunan Rin. Rin menatapnya seakan bertanya “ada apa?” pada Akiyoshi.
“tersenyumlah, aku ngin melihatmu tersenyum. Sekali saja!”, rujuk Akiyoshi dengan nada sedikit manja. Rin mengeluarkan handphonenya, dan Akiyoshi tahu bahwa Rin akan mengirimkan sms untuknya. Benar… beberapa saat kemudian handphone Akiyoshi bergetar.
From : Rin-chan
Aku tidak mau
“eh? Mengapa?”, Tanya Akiyoshi bingung. Lalu handphonenya kembali bergetar.
From : Rin-chan
Aku tidak bisa senyum
“tidak masuk akal, mana mungkin kau tidak bisa senyum?”,Rin memalingkan pandangannya pada orang-orang yang sama-sama sedang makan disatu-satunya kantin di sekolah ini. Handphone Akiyoshi tidak lagi bergetar dan ia tahu bahwa Rin tidak ingin meneruskan topik pembicaraan ini. Rin meneguk susu kotaknya, menandakan bahwa ia sudah selesai makan. Sambil tersenyum nakal, Akiyoshi diam-diam sejak tadi mengambil beberapa foto Rin, saat Rin sedang melahap sandwich, saat Rin sedang mengetik sms, saat Rin sedang bengong liatin orang-orang disekelilingnya, dan yang terakhir saat Rin sedang minum susu kotak. Entah apa yang ada dalam pikiran Akiyoshi sehingga melakukan hal jahil seperti itu, tapi ia benar-benar sangat tertarik pada Rin.

            Pelajaran terakhir telah selesai, guru fisika—pelajaran terakhir—juga sudah meninggalkan kelas. Dengan teruru-buru Rin memasukan buku-buku dan segala peralatannya kedalam tas sambil mengangkat telefon walau ia tidak bicara sedikitpun. Setelah bel tanda pulang sudah benar-benar berbunyi Rin langsung berlari keluar kelas dengan terburu-buru, ia sudah ditunggu jemputannya. Pluk sebuah buku terjatuh dari tas Rin di dekat pintu kelas. Akiyoshi yang melihatnya langsung memungut buku itu. buku yang ukurannya lebih kecil beberapa centi dari buku tulis biasa itu bersampul pink dengan corak kelinci putih yang lucu. Sepertinya ini benda penting milik Rin, aku harus mengembalikannya. Kata Akiyoshi dalam hati sambil menggenggam erat buku itu dan berjalan keluar kelas. Namun sepertinya ia tidak akan segera mengembalikan buku itu karna wujud Rin sudah tak terlihat lagi di sekolah ini.
            Hari sudah mulai gelap, dan ini tandanya Akiyoshi harus segera pulang kerumahnya. Tangan kanannya masih menggengam buku kecil milik Rin. Dan ia sekarang benar-benar tergoda untuk melihat isi buku itu. sambil berjalan santai, Akiyoshi membuka lembaran pertama buku itu. ada foto Rin disitu, rambut lurusnya diikat menjadi dua dengan pita berwarna pink. Yang paling berbeda di foto itu adalah Rin tersenyum bahagia. Benar-benar berbeda dengan Rin yang baru saja ia lihat di kelas tadi siang. “manis sekali”, tidak sadar Akiyoshi mengucapkan kata-kata itu setelah beberapa saat memandangi foto Rin. Kemudian ia membuka lembaran berikutnya. Disana tertulis :
Aku senang sekali mendapat hadiah buku ini dari Akiyoshi-kun, dan aku sudah berjanji padanya akan menuliskan semua hal yang aku lakukan bersama Akiyoshi-kun didalam buku ini. Sampai lembaran dibuku ini habis dan Akiyoshi-kun akan membelikan lagi yang baru.
Aku senang… rasanya aku ingin teriak…

Akiyoshi mengangkat alisnya heran. Akiyoshi? Itu namaku. Tapi mungkin Akiyoshi yang lain, karna sebelumnya aku sama sekali belum pernah bertemu dengan Rin. Apalagi membelikan buku ini untuknya. Kata Akiyoshi dalam hati sambil membuka lembaran berikutnya. Disana ada foto Rin bersama seorang pria sedang bermain kembang api. Di foto itu, jelas sekali Rin sedang tertawa lepas bersama pria itu. di bawah foto tersebut tertulis :
Malam tahun baruku bersama Akiyoshi-kun. Menghabiskan malam dengan bermain kembang api. Rasanya aku tidak ingin pulang, aku ingin tetap bersama Akiyoshi-kun. Aku sayang dia…

Deg ada sesuatu dalam dada Akiyoshi yang terasa sakit saat membaca tulisan “aku sayang dia…” dalam buku harian milik Rin. Langkahnya sempat terhenti, ia memandangi sejenak buku itu lalu kembali melangkahkan kakinya pelan menuju rumahnya. Dibuka lagi halaman-halaman berikutnya, dan isinya sama seperti halaman-halaman yang lain. Isinya biasanya menceritakan tentang apa saja yang ia lakukan bersama Akiyoshi-kun dan beberapa foto bersama. Akiyoshi sampai didepan rumahnya, ia menutup buku itu dan memasukannya dalam tas.
“aku pulang”, katanya seraya membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
“kakak sudah pulang?”, cicit gadis kecil berumur 5 tahun sambil memeluk Akiyoshi.
“iya Hikari”, jawab Akiyoshi sambil menggendong adik kecilnya menuju ruang keluarga. Di dengarnya tawa gadis kecil itu. di ruangan itu ada orang tuanya yang sama-sama menyambut kepulangannya. Setelah turun dari gendongan Akiyoshi, Hikari langsung berlari menuju pangkuan ibunya sambil membawa boneka Barbie. Boneka Barbie? Kata Akiyoshi dalam hati sambil melihat boneka Barbie itu dengan teliti. Boneka Barbie langsung mengingatkannya pada Rin dan buku kecil milik gadis itu. ia tidak sabar membaca apa lagi yang ada di dalam buku itu. dengan cepat ia langsung berjalan menuju kamarnya.
“Aki… kau tidak mau makan dulu?”, Tanya ibunya.
“Tidak bu, aku sedang banyak tugas. Aku akan makan setelah aku selesai mengerjakan tugasku”, kata Akiyoshi sambil menaiki tangga menuju kamarnya.
            Sesampainya dikamar tipe minialis itu Akiyoshi langsung menaruh tasnya di atas meja serta mengambil buku kecil milik Rin. Sambil duduk santai di sofa yang terletak di ujung sebelah kiri kamarnya ia membuka secara acak buku harian Rin. Sudah 30 menit Akiyoshi membaca buku itu sambil tersenyum geli. Ia menemukan beberapa tingkah konyol Rin dalam buku itu. matanya menyipit setelah membuka salah satu lembaran kusut dan seperti telah terkena tetesan air karena ada beberapa tintanya yang sedikit luntur. Dibacanya tulisan di lembaran itu…
Malam itu aku terus memanggil namamu, tapi kau tergeletak dijalan itu bersama cairan merah menakutkan dan terus diam. Aku mulai menangis karena melihatmu seperti ini .ku peluk tubuh lemasmu, dan kau bisikan bahwa kau sangat mencintaiku. Dan apa kau tahu? Tangisku semakin deras saat kau benar-benar menutup matamu. Ku goyang-goyangkan badanmu, tapi kau takkunjung terbangun. Kau bilang disela-sela kesakitanmu “tetaplah tersenyum Rin, jangan karna aku pergi kau jadi murung”, mana bisa aku tersenyum tanpamu Akiyoshi-kun.”mungkin Tuhan tak izinkan sekarang untuk kita bersama”, katamu lagi dan lalu pergi selamanya. Seharusnya kau dengar tangis kehilanganku Akiyoshi ! seharusnya kau lihat betapa aku sangat kehilanganmu…
Aku akan mengutuk pengendara mobil itu karna telah membawa Akiyoshi-kun pergi selamanya.mengapa Tuhan mengambilmu Akiyoshi? Mengapa Tuhan tak mengambilku juga? Aku ingin sekali menyusulmu, tapi aku takut mati Akiyoshi… yang bisa kulakukan hanyalah menangis setiap malam dan memandangi foto kita bersama. Dan asalkau tahu, mulai saat itu aku berhenti bicara pada siapapun yang ada disekitarku. Aku tidak mau lagi tersenyum pada siapapun.aku hanya akan bicara atau tersenyum bila ada kau di dekatku… Akiyoshi-kun…
Tanpa sadar Akiyoshi ikut menitikan air mata saat membaca tulisan Rin. Ia kini tahu bahwa Rin diam bukan berarti dia tidak peduli, Rin diam karena sedang menahan sakit dalam dirinya. Kehilangan seseorang yang di sayangi tentu akan membuat batinnya terguncang hebat. Kini ia tahu mengapa Rin tidak mau bicara dan tidak mau terenyum. Ini semua karena masa lalunya. Di bukanya kembali lembaran berikutnya, di sana tertulis :
Aku menangis bukan hanya karena kau pergi
Tapi aku menangis karena aku tidak tahu apa yang harus aku tulis di lembaran buku ini selanjutnya
Ya… setelah kau pergi…
Setelah kupikir-pikir… bukankah ini mudah?
Aku hanya perlu mengambil pena dan ku tulis segala hal yang terjadi
Namun sejak kau pergi
Semuanya terasa berbeda
Memang… semuanya telah berubah…

Dan akupun kembali menangis…

Terlihat sangat jelas bahwa Rin sangat putus asa saat kehilangan Akiyoshi—pacarnya. Akiyoshi menatap buku itu lirih, “kasihan Rin… dia sampai seperti ini karena di tinggal pacarnya”, kata Akiyoshi pelan seraya membuka halaman berikutnya. Disana tertulis :
Bila ada senyum yang dapat ku ukir
Mungkin itu hanya akan terukir di depanmu
Bila ada kata yang harus terucap
Percayalah, itu hanya akan terucap di depanmu

Di buka lagi halaman berikutnya, ternyata kosong. Rin sepertinya belum menuliskan sesuatu lagi di buku tersebut. Dengan lesu Akiyoshi berdiri, menyimpan buku itu di sofa dan berjalan menuju ruang makan. Setelah membaca buku harian Rin, ia merasa energinya terkuras dan kini ia lapar.
Ya… sekarang aku yakin, mulai sekarang aku akan mencoba meluluhkan hatinya dan aku harus menjadi orang pertama yang membuatnya kembali tersenyum.
Dan saat itu juga Akiyoshi memutuskan untuk membuat Rin tersenyum kembali dan membuat gadis itu menjadi miliknya. Karena Akiyoshi sadar, bahwa kini ia merasa jatuh cinta pada gadis itu.

Dimana?  
            Resah gadis itu sambil mengobrak-abrik isi tasnya. Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam dan sampai saat ini ia belum menemukan buku kesayangannya. Buku penuh memori bersampul pink dengan corak kelincinya itu hilang. Padahal buku itu sangat berharga baginya. Capek yang ia rasakan kini semakin bertumpuk setelah ia sadar bahwa bukunya tak ada dalam tas atau di dalam kamarnya. Rin merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil mengendus kesal. Di tutupnya mata secara perlahan sambil mengingat-ingat kapan terakhir kali ia melihat dan memegang buku itu.
Disekolah… terakhir kulihat disekolah…
Apa jangan-jangan buku itu terjatuh di sekolah? Aku harus datang pagi-pagi sebelum ada orang yang menemukannya.
Setelah menemukan titik terang persoalannya, tanpa sadar matanya semakin berat dan langsung tertidur.

            Malam itu langit sangat cerah,bintang-bintang bersinar terang. Rin bersama Akiyoshi berjalan menyusuri jalanan kota yang saat itu benar-benar ramai. Rin memegang tangan Akiyoshi erat sambil ngegelayot manja. Akiyoshi tersenyum manis, ia tahu betul kebiasaan manja dari pacarnya itu—terlebih lagi dihari ulangtahunnya.
“Akiyoshi-kun”, kata Rin manja
“iya, ada apa Rin-chan?”, jawab Akiyoshi dengan santai dan penuh senyuman
“aku mau itu”, kata Rin sambil menunjuk sebuah toko boneka di seberang jalan.
“jangan minta yang aneh-aneh”
“ayolaah… ini kan hari ulang tahunku Akiyoshi-kun~” , rengek Rin
“heuh ya sudah, kau mau yang mana?”
“yang bentuknya kelinci”, Rin tersenyum senang, ternyata pacarnya itu  mau membelikannya juga.
“apa kau tidak bosan pada kelinci? Setiap kau meminta sesuatu padaku, kau pasti ingin sesuatu yang bernuansa kelinci”
“aku kan sukanya kelinci”, kata Rin sambil cemberut
“ya sudah… tunggu sebentar ya sayang”, kata Akiyoshi sambil mengecup kening Rin hangat.
“umm”, Rin mengangguk semangat.
            Diperhatikannya pria itu semakin menjauh darinya. Pria itu menyebrangi jalan dengan tenang dan memasuki toko boneka yang tadi ia tunjuk. Rin merasa sangat senang, pria itu menyempatkan waktunya hanya untuk merayakan ulang tahunnya berdua saja. Setelah 20 menit berlalu, akhirnya Akiyoshi keluar sambil membawa boneka kelinci berwarna pink yang cukup besar. Rin berdiri senang sambil tersenyum lebar. Akiyoshi melambai-lambaikan tangan boneka itu pada Rin yang ada di seberang jalan. Rin melompat-lompat kecil sangking senangnya.
“Akiyoshi-kun, cepat kesini!”, teriak Rin diujung jalan.
“iya”, kata Akiyoshi sambil membawa boneka dengan penuh bahagia.
Akiyoshi berjalan menyebrangi jalan sambil memandangi Rin—pacarnya yang menunggu dirinya dengan penuh harap. Namun tiba-tiba…
CKIIITTT… BRUUKK
sebuah mobil menabrak Akiyoshi hingga tubuhnya terlempar sejauh beberapa meter. Boneka yang ia bawa terlempar kesisi yang satunya. Rin membeku melihat kekasihnya terjatuh bersimbah darah. Air  matanya jatuh tak tertahan. Dengan cepat ia berlari menuju kekasihnya.
“AKIYOSHI-KUN !! AKIYOSHI-KUUUNN” teriak Rin histeris sambil memeluk erat kekasihnya tersebut. Namun tak ada jawaban dari Akiyoshi, ia tetap menutup matanya. Di goyang-goyangkan tubuh Akiyoshi dan itu membuat Akiyoshi membuka matanya, Rin mulai terlihat frustasi.
“Akiyoshi-kun..” kata Rin disela-sela tangisannya.”jangan pergi… ini kan hari ulang tahunku”, lanjutnya.
“aku tidak akan pergi Rin sayang, bukankah aku akan selalu ada di hatimu?” kata Akiyoshi lemas.
“tidak, kau tidak boleh pergi,seseorang tolong aku!!” teriak Rin frustasi.
“Rin…”. “Aku sangat mencintaimu”, bisik Akiyoshi yang mulai menutup matanya secara perlahan. Rin langsung menatap Akiyoshi dengan mata yang berkaca-kaca dan penuh dengan air mata.
“jika aku pergi… te.. taplah te.. tersenyum Ri.. Rin, jangan kar.. na aku pergi kau ja.. jadi murung”, katanya pelan dan terbata-bata. Rin tidak menjawab Akiyoshi, ia hanya terus menangis menatap kekasihnya yang kini sudah tak berdaya lagi. “jangan menangis lagi Rin, Mungkin Tuhan tak izinkan sekarang untuk kita bersama”, lalu Secara perlahan Akiyoshi menghembuskan nafas terakhirnya dan tidur selamanya.
            Tangisan Rin semakin kencang diselingi jeritan histeris yang tak sadar ia keluarkan. “AKIYOSHI-KUN !! AKIYOSHI-KUN!!”, ia terus menteriakan nama pacarnya itu sambil tetap memeluk Akiyoshi erat. orang-orang disekitarnya memandang Rin prihatin. Gadis malang itu tetap menangis menatap Akiyoshi terdiam dan mulai memucat.

KRIIIINNNNGGGG
suara jam waker memecahkan suasana pagi yang tenang. Rin terbangun dari tidurnya, ternyata kejadian itu hanyalah mimpi—atau  bisa dibilang sebagai kejadian yang ikut terbawa sampai mimpi. Di pipinya masih tergenang air mata,ia sampai benar-benar menangis karena mimpi itu.
Akiyoshi-kun… kejadian mengerikan itu masih saja terputar sangat jelas di pikiranku. Aku harus bagaimana? Oceh batinnnya sambil meneguk segelas air putih agar ia bisa lebih tenang.
Di tatapnya lirih boneka kelinci yang lumayan besar itu. boneka itu adalah benda yang Akiyoshi berikan untuk Rin di hari ulang tahunnya tepat sebelum Akiyoshi pergi selamanya. Di ambilnya boneka itu dan perlahan Rin memeluknya. Tak sadar air matanya keluar begitu saja tanpa di beri komando…
Akiyoshi-kun, aku merindukanmu… katanya dalam hati

Waktu sudah menunjukan pukul 6.30, dan saat itu Akiyoshi sudah sampai di depan kelasnya. Saat itu di kelasnya masih sepi, tak seperti biasanya. Perlahan ia masuk ke dalam kelas. Dilihatnya dua orang gadis yang sudah tak asing lagi—Michi dan Rin. Mereka terlihat seperti mencari sesuatu.
“ohayou Akiyoshi-kun”, sapa Michi ramah.
“Ohayou Michi-san”, balas Akiyoshi.
Diperhatikannya Rin yang sama sekali tidak melirik ke arahnya. Wanita itu berjongkok di dekat bangkunya.
“kau sedang mencari apa Rin?”, Tanya Akiyoshi lembut kepada Rin. Rin hanya memandang Akiyoshi sebentar lalu melanjutkan pencariannya.
“Rin memintaku tuk membantu mencarikan buku hariannya, sepertinya kemarin terjatuh di kelas ini”, kata Michi menerangkan. “Rin aku tidak menemukan bukumu, kau sudah menemukannya?”, lanjut Michi sambil berjalan lelah kearah Rin. Dan Rin hanya menjawab dengan gelengan lemah.
Buku?, apa yang dimaksud adalah buku yang kemarin? Bagaimana ini aku lupa membawanya. batin Akiyoshi resah. Tiba-tiba handphonenya bergetar pertanda sms masuk.
From : Rin-chan
Lihat buku kecilku? Sampulnya pink ada gambar kelincinya
Sms Rin singkat namun dapat menggetarkan hatinya. Aku menemukannya tapi aku lupa membawanya,Rin pasti akan sangat marah padaku. mungkin ini saatnya aku berbohong..
“tidak Rin , aku tidak menemukannya”, jawab Akiyoshi mencoba santai sambil berlalu menuju bangkunya dan terduduk bersalah.
            Rin menatap Akiyoshi sayu sambil berjalan lemas menuju bangkunya, Michi mengikuti. Dilihatnya gadis yang kini duduk di bangku depannya. Rambut hitam panjangnya berhiaskan jepit berbentuk kelinci berwarna pink. Rin tertunduk sambil meremas kesal rok pendeknya. Bagaimana bisa buku itu tidak ada? Tanyanya frustasi dalam hati. Murid-murid satu per satu mulai datang memasuki kelas, Michi yang diminta Rin untuk membantunya mencari buku kecil penuh memori langsung menanyai satu persatu murid yang datang. Michi-san memang benar-benar teman yang baik. Kata Rin sambil memperhatikan tingkah Michi penuh makna. Beberapa saat kemudian bel pertanda masuk sudah berbunyi nyaring seperti hari-hari sebelumnya. Dan itu tandanya pencarian buku itu harus segera di hentikan atau setidaknya ditunda beberapa jam.
            Akiyoshi memandang dari belakang dengan rasa bersalah. Mungkin saja saat ini Rin merasa sangat resah dan tidak bisa tenang karenanya. Diambilnya handphone secara diam-diam lalu di buka foto Rin kemarin saat dikantin. Akiyoshi tersenyum menatap wajah Rin saat itu yang sedang melahap sandwich sayuran. Wajahnya sangat manis, tapi misterius karna sama sekali tidak menunjukan ekspresi. Tanpa sadar bel istirahat berbunyi keras di telinga Akiyoshi seraya membuyarkan semua lamunannya tentang Rin. Semua murid langsung berjalan menuju kantin termasuk Rin dan Michi. Tinggal lah ia sendiri di kelas. Rasanya ia tidak nafsu makan saat ini. Dipakainya earphone yang terputar music slow milik Yui. Sambil menutup mata, ia ikut terlarut dalam lantunan harmoni yang menenangkan pikiran itu.
“Akiyoshi-kun”, terdengar samar suara orang yang memanggilnya di tengah-tengah music yang ia dengarkan namun ia tetap menutup mata dan bersikap tidak peduli, mungkin hanya perasaanku saja. Katanya dalam hati.
“KETUA KELAS!!”, suara yang sekarang berhasil membuat Akiyoshi membuka mata dan melepaskan earphonenya. Dilihatnya bingung Michi dan Rin yang sudah ada di depannya itu.
“kami menunggumu sejak tadi di depan kelas untuk mengajakmu kekantin, kenapa kau tidak bilang kalau kau tidak akan keluar kelas?!”, kata Michi kesal.
“eh? Jadi kalian menungguku? Kenapa tidak bilang?”, kata Akiyoshi balik bertanya.
“eggrr, sudah lupakan! Mau makan bersama kami tidak?”,kata Michi sambil sedikit melirik Rin yang ada di sampingnya. Rin hanya menatap Akiyoshi dengan penuh harap. Akiyoshi yang awalnya tidak mau makan, melihat Rin yang mengajak makan bersama tiba-tiba perutnya terasa lapar.
“ok baiklah”. Jawaban pasti Akiyoshi sambil berdiri. Dan akhirnya mereka bertiga pergi ke kantin bersama.

“Rin mana?”, Tanya Akiyoshi pada Michi yang duduk di depannya di bangku tempat makan kantin.
“Sedang mengambil susu kotak untuk kita”, jawab Michi santai dan langsung di jawab dengan anggukan mengerti dari Akiyoshi. “ehhmm, Akiyoshi-kun”, kata Michi pelan
“iya Michi-san”
“kau menyukai Rin-chan ya?”, fonis Michi sambil menunjuk wajah Akiyoshi dengan sumpit mie-nya.
“ti…tidak, kata siapa?”, jawab Akiyoshi kaget sambil memalingkan pandangannya pada yang lain sehingga wajahnya yang mulai merah tak Nampak jelas di mata Michi.
“Bohong banget! Aku tau kalau kau suka pada Rin, ayolah Akiyoshi-kun… aku sudah berteman denganmu sejak lama mana mungkin aku masih salah menilai perasaanmu. Sekarang kau mengaku saja padaku”, tuntut Michi
“oke aku mengaku, aku menyukai Rin bahkan sejak pandangan pertama”. Aku Akiyoshi.
“hehe.. begitu donk”, cengir Michi “mau kubantu?”, lanjut Michi dengan tatapan penuh keyakinan pada Akiyoshi yang pipinya dipenuhi garis-garis merah.
“kau? Yang benar saja. Memangnya kau bisa apa?”,kata Akiyoshi meremehkan. Michi mengerucutkan bibirnya.
“hei !! jangan meremehkan aku ! aku kan hanya ingin membantumu. Hari ini sepulang sekolah aku dan Rin akan pergi ke festival musim panas”, jelas Michi.
“jadi kalian sering pergi bersama?!”. Tanya Akyoshi tak percaya. Ia tak menyangka bahwa Michi dan Rin sudah sangat dekat. Padahal baru satu hari kenal.
“Yup ! kalau kau mau, aku punya rencana agar kalian berdua bisa dekat, sini!”, kata Michi seraya tangannya menarik Akiyoshi dan membisikan sesuatu. Tergurat langsung senyuman lebar dibibir Akiyoshi. Sepertinya ia setuju dengan rencana Michi.
            Diperhatikannya Michi dan Akiyoshi yang sedang bergurau. Michi tertawa lepas dan Akiyoshi tersenyum senang. Tiba-tiba Rin merasa tubuhnya jatuh dalam lubang hitam yang membawa dirinya dalam gelap masa lalu. Ia seakan melihat bayangan dirinya duduk disebuah kursi café di Osaka dengan seporsi cake chocolate yang sangat lezat kesukaannya. Tiba-tiba dari belakang datang seorang pria yang langsung memeluk Rin dan mencubit pipinya yang kemerahan. Lalu pria itu duduk bersebrangan dengan Rin dan mulai bergurau seperti biasanya. Membicarakan tentang apa saja yang akan mereka lakukan hari itu sambil terus tersenyum senang. Ia melihat bayangan dirinya yang tertawa lepas dan pria itu tersenyum senang. Akiyoshi-kun katanya dalam hati. Seketika matanya mulai berkaca-kaca namun air mata nya tetap tertahan. Akiyoshi-kun… kenapa aku masih saja memikirkanmu? Tanyanya dalam hati seraya tangannya yang semakin erat memegang nampan berisi tiga kotak susu dan satu porsi sandwich isi sayuran.
“Rin-chan ! sedang apa kau disitu? Ayo sepat kesini!”, ajakan Michi membuyarkan semua lamunan Rin. Dengan cepat Rin kembali berjalan dan duduk disebelah Michi. Setelah memberikan susu kotak pada Michi dan Akiyoshi, tanpa basa-basi Rin langsung menyantap sandwichnya.
“Rin-chan, hari ini kita jadi ‘kan pergi ke pameran musim panas?”, Tanya Michi santai. Rin hanya menjawab dengan sedikit anggukan.
“katanya Akiyoshi ingin ikut bersama kita nanti, bolehkan?”, lanjut Michi.
            Rin menghentikan aktivitas makannya. Dia mencoba mencerna makanannya dalam perut sekaligus mencerna kata-kata Michi dalam otak secara perlahan.
Akiyoshi mau ikut? Tanyanya dalam hati seraya memandang Akiyoshi dan Michi secara bergantian. Diambilnya segera handphone dan dengan lihay Rin mengetik sms. Beberapa saat kemudian handphone Michi bergetar dan dengan segera ia mengambilnya. Ada sms masuk…
From : Rinnyan~:3
Apa tidak apa-apa kalau Akiyoshi ikut?
Michi terdiam sebentar sambil memandang layar handphonenya. Sedangkan Rin terus memandang Michi menunggu jawaban. Michi bingung harus menjawab apa, Rin ‘kan belum mengenal Akiyoshi. Tapi demi suksesnya rencana yang ia susun bersama Akiyoshi tadi, ia harus bisa meyakinkan bahwa Akiyoshi tidak berbahaya
“tentu tidak apa-apa Rin-chan! Akiyoshi itu orangnya baik, benarkan Akiyoshi-kun?”, kata Michi sambil menyenggol Akiyoshi dengan sikutnya. “lagipula semakin banyak orang yang ikut, itu akan semakin seru, Rin!”, lanjut Michi dengan penuh semangat.
“jadi aku boleh ikut ‘kan?”, Tanya Akiyoshi meyakinkan. Rin tampak berfikir sejenak hingga akhirnya diakhiri dengan anggukan setuju dari Rin.

bersambung...

ini adalah cerpen pertama yang saya publikasikan...
jadi mohon kritik bila ada kesalahan atau koment bila ingin memberi masukan
terimakasih sudah membaca

mau baca kelanjutannya? klik disini

cerpen - katakan sesuatu padaku chapter 2


Tokyo festival musim panas yang diadakan setiap tahun ini sangat ramai seperti tahun-tahun sebelumnya. Bahkan lebih ramai lagi karena lebih banyak cosplayer yang datang ke tempat ini. Terlihat seorang pria muda yang berdiri di depan gerbang Tokyo festival musim panas—Akiyoshi namanya. Tangan kanannya sibuk mengetik sms yang ia kirim untuk Michi. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat gadis yang sudah tidak asing lagi di matanya dengan tampilan yang berbeda. Matanya terasa kaku sehingga ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada obyek lain selain pada gadis itu. Rin? Apa benar gadis itu Rin? Ini hanya perasaanku atau gadis itu memang benar-benar terlihat cantik?. Ocehnya dalam hati. Rin berjalan semakin mendekatinya. Dengan mini dress selutut warna putih dan sweater yang tak terlalu tebal warna pink, Rin terlihat sangat manis. Terlebih lagi dengan jepit berbentuk pita yang ia gunakan seakan membuat tampilan sederhananya ini semakin sempurna dimata Akiyoshi. Rin memandang Akiyoshi bingung dan pandangannya itu membuat hati Akiyoshi semakin tidak tenang. Tiba-tiba handphone Akiyoshi bergetar.
From : Rin-chan
Kenapa? Ada yang salah dengan penampilanku?
Isi sms Rin yang polos membawa Akiyoshi kealam nyata sehingga matanya bisa ia gerakan kembali dan Akiyoshi bisa kembali normal.
“ahh tidak, tidak ada yang salah kok dengan penampilanmu. Hanya saja kau terlihat sedikit berbeda”, jawab Akiyoshi jujur. Namun Rin memalingkan pandangan seakan tak peduli dengan jawaban Akiyoshi. Beberapa saat kemudian handphone Rin bergetar—sms masuk—dengan cepat ia langsung membukanya.
From : Michi
Rin-chan maaf banget ya, hari ini aku tidak bisa datang ke festival musim panas bersama kalian. Tiba-tiba aku ada urusan mendadak jadi aku tidak bisa datang.
Sekali lagi maaf ya, bersenang-senanglah bersama Akiyoshi-kun.
Dia jinak koq
Ahaha :*

Rin membatu setelah membaca sms tersebut, michi ga bisa datang? Berarti aku akan pergi berdua saja bersama Akiyoshi? Tuhan mengapa ini terjadi, aku tidak mau berduaan bersama Akiyoshi tapi disisi lain aku sangat ingin melihat Tokyo festival musim panas. Keluhnya dalam hati tanpa berani melihat kearah Akiyoshi. Ia tak sanggup menatap pria itu karna membayangkan saat dirinya berjalan berdua di tengah keramaian Tokyo festival musim panas dan semua orang menganggap bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Rin sampai merinding sendiri karena membayangkannya.
“ada apa Rin?”, Tanya Akiyoshi tiba-tiba. Rin menatap Akiyoshi dengan wajah lemas dan langsung menunjukan sms yang Michi kirim untuknya kepada Akiyoshi. Akiyoshi menahan senyuman, tentu saja ini adalah bagian dari rencananya bersama Michi. Namun agar Rin tidak curiga Akiyoshi memasang wajah kaget walau itu mungkin akan terkesan di buat-buat.
“hah? Jadi michi ga bisa datang?”, Tanya Akiyoshi. Rin menjawabnya dengan anggukan lesu. “hmm,  mau bagaimana lagi, terpaksa kita masuk ke Tokyo festival musim panas hanya berdua”, lanjut Akiyoshi dengan santai.
            Rin membelototkan matanya seakan tak percaya. Bagaimana mungkin Akiyoshi bisa berkata seperti itu dengan santai. Apa kata orang yang melihat mereka berdua. Rin meremas roknya frustasi. Apa yang akan ia lakukan sekarang? Tenang Rin… tenang kata Rin dalam hati sambil mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
Akiyoshi tidak terlalu buruk… Tokyo festival musim panas hanya diadakan 1 tahun sekali, sayang sekali bila aku harus melewatkannya. Masa aku harus menunggu sampai tahun depan? Belum tentu tahun depan aku masih hidup.lupakan kata orang yang nanti melihat kita berdua, toh mereka hanya melihatku sebentar dan lalu akan segera melupakanku. ya… mungkin tidak apa-apa bila aku pergi bersama Akiyoshi. Kata hati Rin. Kini ia mantap pergi hanya berdua bersama Akiyoshi.
“jadi bagaimana Rin?” Tanya Akiyoshi yang melihat Rin terus diam dan menunduk. Rin menatap Akiyoshi penuh arti dan sedikit menganggukan kepala. Perlahan tangannya meraih tangan Akiyoshi dan mulai menariknya seraya melangkahkan kaki menuju gerbang masuk Tokyo festival musim panas. Itu tandanya Rin mau pergi bersamanya menuju Tokyo festival musim panas.

            Mereka berjalan perlahan memasuki Tokyo festival musim panas. Akiyoshi berjalan canggung di samping Rin yang sejak tadi sepertinya sangat terpesona melihat cosplayer di sana-sini. Di perhatikannya Rin, gadis berambut hitam panjang itu memang tidak tersenyum ataupun tertawa. Tapi Akiyoshi yakin bahwa saat ini Rin pasti sangat senang, terlebih lagi ia tahu bahwa ini adalah kali pertamanya Rin pergi ke Tokyo festival musim panas. Dengan langkah yang ringan Akiyoshi mengikuti langkah Rin dengan sangat senang.
“kau suka Rin?”, Tanya Akiyoshi. Dengan cepat Rin melihat kearahnya dan mengangguk semangat. “saat pertama kali aku pergi kesini juga aku merasa sangat senang”, kata Akiyoshi menerawang. Rin memperhatikannya sejenak lalu kembali terlarut dalam keramaian Tokyo festival musim panas.
            Tiba-tiba matanya tertuju pada objek yang sudah tak asing lagi baginya—kembang gula. Mata Rin memandang lurus kembang gula berwarna merah muda tersebut. Ia ingat kembali bagaimana dulu ia sangat sering di belikan kembang gula berwarna merah muda yang sangat besar oleh Akiyoshi—pacarnya yang kini sudah tidak ada. Matanya mulai berkaca-kaca lagi. Di sorot matanya seakan terulang kembali kenangan-kenangan bersama Akiyoshi yang kini sudah tak mungkin terjadi lagi.
“kau mau itu Rin?”, Tanya Akiyoshi tiba-tiba membuat gadis yang akrab dipanggil Rin itu tersontak kaget. Rin hanya menjawabnya dengan menundukan kepalanya. “kalau kau mau kenapa tidak bilang? Ku belikan mau?”. Tawar Akiyoshi lembut yang melihat Rin melamun di depan stan kembang gula. Dengan inisiatif sendiri Akiyoshi membeli sebuah kembang gula paling besar untuk Rin, entah Rin akan suka atau tidak. Yang ia tahu sekarang—sepertinya—Rin menginginkan kembang gula itu. setelah menerima kembang gula yang ia pesan tadi dari penjualnya ia langsung menyodorkannya pada Rin yang masih melamun. Rin menatap Akiyoshi heran. Sepertinya tadi aku tidak minta di belikan kembang gula. Benak Rin menolak, tapi Akiyoshi tetap menyodorkan kembang gula itu pada Rin. Mau tidak mau Rin harus menerimanya. Perlahan jemari Rin mulai menyentuh tangkai kembang gula yang paling besar tersebut lalu mengambilnya. Akiyoshi tersenyum senang dan segera mengeluarkan dompet untuk membayar kembang gula itu.
“berapa harganya bi?”, Tanya Akiyoshi pada penjual kembang gula tersebut.
“tidak usah membayar, itu gratis untuk pasangan muda yang serasi”, jawab penjual itu ramah. Spontan Akiyoshi dan Rin saling menatap kaget. Pasangan muda serasi katanya? Tanya batin Rin tak percaya. Akiyoshi hanya memberikan senyum simpul lalu meraih tangan Rin.
“terimakasih ya bi ! semoga daganganmu laku”, kata Akiyoshi ceria seraya menarik tangan Rin dan melangkah pergi.
            Di perhatikannya tangan kirinya yang digandeng erat oleh Akiyoshi, sedangkan tangannya sibuk memegang kembang gula besar pemberian Akiyoshi.
Euhg kenapa lelaki ini tidak melepaskan tanganku sih? Apa dia tidak tahu kalau aku capek berjalan dari tadi? Gerutunya dalam hati sambil memandang Akiyoshi sebal dari belakang. Rin menghentikan langkahnya dan dengan paksa melepaskan gandengan tangan Akiyoshi. Akiyoshi menatap Rin heran, dengan cepat tangan kiri Rin mengeluarkan handphone dan mengetik sms. Beberapa detik kemudian handphone Akiyoshi bergetar ia tahu bahwa itu pasti sms dari Rin.
From : Rin-chan
Akiyoshi-san, aku capek, bisa kita istirahat?
“oh… jadi kau capek? Ya sudah kita istrahat sebentar. Ayo!” jawab Akiyoshi sambil mengajak Rin mengikutinya duduk disebuah kursi. Rin berjalan pelan di belakang Akiyoshi sambil sedikit-sedikit mulai memakan kembang gula yang tadi ia dapatkan dari Akiyoshi. Di perhatikannya gadis yang kini sudah duduk di sebelahnya. Rin sangat manis, bahkan lebih manis dari kembang gula yang sedang dimakannya. Andai saja ia mau sedikit tersenyum, mungkin gadis di sebelahnya ini akan terlihat semakin sempurna. Sudah 15 menit mereka berdua duduk di kursi panjang itu, melihat orang berlalu lalang di depannya sambil memikirkan hal apa yang akan mereka lakukan setelah ini. Akiyoshi melihat kembang gula yang Rin makan sudah habis dan itu tandanya Rin sudah siap kembali berjalan. Dilihatnya stan dimana kita bisa mencoret-coret wajah pasangan kita dengan cat air dan lalu di foto untuk di bawa pulang. Akiyoshi tertarik untuk melakukan hal itu bersama Rin.
“kau sudah selesai istirahatnya Rin?”, Tanya Akiyoshi dan langsung di jawab dengan anggukan oleh Rin. “kalau sudah selesai, ayo kita kesana!”, ajak Akiyoshi sambil menunjuk stan yang ia maksud. Rin melihat arah yang Akiyoshi tunjuk. Ia seperti berfikir sejenak dan langsung menggelengkan kepala.
“tidak mau? Kenapa? Aku yakin pasti disana akan sangat seru”, bujuk Akiyoshi. Rin tetap menggelengkan kepalanya. “ayolah, kau pasti akan sangat senang disana”, bujuk Akiyoshi sekali lagi. Rin Nampak menimbang-nimbang bujukan Akiyoshi.
“begini saja. Kita coba pergi kesana, bila kau merasa tidak nyaman kita bisa langsung cuci muka dan pergi ke tempat lain. Gimana?”. Tawar Akiyoshi untuk yang kesekian kalinya. Dan kali ini Rin merasa tertarik dan mau pergi ke stan tersebut.
            Rin duduk memandangi cat air beraneka ragam warna di depannya, sedangkan Akiyoshi duduk di sebelahnya sedang sibuk memilih-milih cat air. Rin bingung apa yang harus ia lakukan, ia merasa masih canggung terhadap pria yang ada di sampingnya ini.
“kau sedang apa Rin?”, kata Akiyoshi seraya jari telunjuknya mengoleskan cat tepat di hidung Rin. Rin menatap Akiyoshi kaget dan langsung mengerucutkan bibir tipisnya. “hei… bukannya perang sudah dimulai?”,kata Akiyoshi sambil mengoleskan cat warna hijau di pipi Rin dan tertawa lepas. Tidak mau kalah, Rin langsung memasukan jarinya dalam cat air dan langsung membalas perbuatan Akiyoshi. Begitupun sebaliknya, mereka terus mengoleskan cat satu sama lain hingga lelah. Terlukis ekspresi senang di raut wajah Rin, dan Akiyoshi merasa sangat bahagia bisa melihatnya.
“mari silahkan di foto”, kata seorang pelayan di stan itu kepada Akiyoshi dan Rin.
“ah iya”, jawab Akiyoshi sambil tersenyum lebar dan merangkul Rin. Rin menatap Akiyoshi sebentar sebelum akhirnya ia melihat kearah kamera dan mendekatkan wajahnya pada Akiyoshi. Semua jarinya di regangkan menunjukan angka sepuluh dengan seluruh jari terselimuti cat air. KLIK foto Akiyoshi dan Rin sudah berhasil diambil oleh pelayan itu. setelah itu mereka berdua bergegas mencuci muka.
“Rin”, panggil Akiyoshi sambil berjalan keluar stan bersama Rin. Rin menatapnya seolah sedang bertanya “ada apa?” pada Akiyoshi.
“mau lihat hasil foto kita berdua?”, kata Akiyoshi sambil menunjukan 2 lembar fotonya bersama Rin. “ini. Yang satu di pegang olehku dan yang satunya untukmu” lanjutnya seraya memberikan selembar foto untuk Rin. Rin menerimanya dengan halus foto itu dan di lihatnya langsung wajah yang ada di foto itu. spontan Rin langsung tertawa kecil melihat wajahnya yang konyol. Hidungnya merah dan matanya dilingkari garis warna kuning, pipinya penuh coretan warna-warni hasil karya Akiyoshi. Akiyoshi yang melihat Rin tertawa kecil hanya bisa tersenyum senang.
“akhirnya aku bisa membuatmu tertawa senang”, kata Akiyoshi jujur sambil memandang Rin penuh makna. Sontak Rin terdiam, menutup mulutnya dengan tangan kanan dan memandang Akiyoshi. Ia benar-benar tidak sadar bahwa ia baru saja tertawa. Setelah lama ia tidak tertawa, kini ia bisa kembali tertawa.
Aku tadi tertawa? Aku benar-benar tidak sadar karena terlalu senang bersama Akiyoshi. Aku merasa sedang bersama Akiyoshi-kun sehingga dengan lepas aku bisa tertawa .bagaimana bisa ini terjadi? Akiyoshi memang sudah benar-benar ingatkanku pada Akiyoshi-kun. Apakah ini saatnya bagiku untuk move on? Ahh kurasa tidak, aku yakin dan aku sudah berjanji bahwa cintaku hanya untuk Akiyoshi-kun seorang. Batin Rin.
“tidak usah di tutupi, jika kau ingin tertawa. Tertawa saja. Tidak ada yang melarangmu bukan?”, kata Akiyoshi. Rin hanya menunduk dan terdiam. “lagi pula seharusnya kau lihat wajahmu tadi saat tertawa. Kau benar-benar terlihat sangat manis dan yang pasti sangat cantik”, lanjutnya lagi sambil berjalan menuju stan berikutnya mendahului langkah Rin. Kata-kata Akiyoshi berhasil membuat Rin tersipu malu. Ia melihat punggung atletis teman sekelasnya itu dari belakang.
Aku merasa doki-doki—berdebar-debar—saat bersama Akiyoshi, ada apa denganku? Tanya Rin dalam hati dengan tubuh yang mematung beberapa saat.
“kau sedang apa Rin? Kenapa diam saja? Ayo cepat!”, ajak Akiyoshi yang sudah sekitar 10 langkah di depan Rin.
            Dengan anggukan semangat, Rin berlari kecil menyamai langkah Akiyoshi. Tidak membutuhkan waktu lama, Rin sudah ada di samping Akiyoshi. Merekapun kembali melanjutkan aktivitas bersenang-senang menjelajahi seluruh stan yang ada di Tokyo festival musim panas.
“Rin aku mau ketoilet”, kata Akiyoshi. Rin yang sedang enak makan keripik kentang sambil menonton pertunjukan sulap hanya sedikit mengangguk tanpa melirik sedikitpun kearah Akiyoshi.
Pertunjukan sulapnya sudah selesai, dan kerumunan orang sedikit demi sedikit mulai membubarkan diri. Hanya tinggal Rin sendirian, ia berjalan tanpa tahu arah.
Akiyoshi mana? Kok lama sih? Jangan-jangan dia ninggalin aku lagi. Batin Rin mulai resah. Ia melihat sekelilingnya dan tidak ada satu orangpun yang ia kenal.
 Bagaimana ini? Tanyanya pada dirinya sendri yang mulai takut. Tiba-tiba ada seseorang yang mencolek pundaknya dari arah belakang. Spontan Rin langsung berbalik kebelakang.  Dilihatnya sebuah boneka kelinci berwarna putih besar dengan pita berwarna pink lucu menyambutnya. Tanpa sadar Rin langsung menyentuh boneka itu dengan tatapan tak percaya.
“ini untukmu Rin”, kata seorang pria yang membawa boneka itu.
Akiyoshi-kun?. Kata hati Rin sambil membayangkan bahwa Akiyoshi—pacarnyalah—yang memberikan boneka itu. padahal ia sendiri sadar bahwa Akiyoshi—pacarnya—sudah tidak ada.
            Perlahan Rin mengambil boneka itu. bulunya halus dan sangat menggoda Rin untuk langsung memeluknya. Terlebih lagi bentuknya kelinci, Rin mana bisa menahannya. Jelas-jelas Rin sangat menyukai apapun yang bernuansa kelinci.
“kau suka dengan boneka itu?”, Tanya Akiyoshi melihat Rin yang wajahnya sangat berseri-seri. Rin menatap wajah Akiyoshi seakan bertanya kenapa?. “tadi saat berjalan kembali kesini, aku melihat boneka ini. Aku rasa kau akan menyukainya jadi ku belikan ini untukmu”, kata Akiyoshi santai. “syukurlah kau menyukainya”, lanjut Akiyoshi sambil tersenyum senang kearah gadis yang diam-diam sangat dicintainya ini. Rin segera mengeluarkan handphone dan mengetik sms untuk dikirim ke Akiyoshi. Beberapa saat kemudian sms itu sudah sampai di handphone Akiyoshi.
From : Rin-chan
Terima kasih banyak. Aku sangat menyukai boneka ini
 Walau singkat sms dari Rin, tapi itu sudah cukup membuat hati Akiyoshi bernafas lega. Untunglah ia tidak jadi membelikan boneka beruang untuk Rin. Dilihatnya gadis itu yang mulai memeluk boneka kelinciya dengan manja. Rin lucu sekali . kata batinnya sambil tetap tersenyum pada Rin.
“ayo kita bersenang-senang lagi”, seru Akiyoshi senang, Rin hanya mengangguk dan mengikuti Akiyoshi kemanapun pria itu melangkah.
            Hari sudah menunjukan pukul 8 malam. Festival musim panas memang belum berakhir, tapi sebagai seorang pelajar Rin dan Akiyoshi tidak boleh pulang terlalu larut karena besok mereka masih harus sekolah. Rin dan Akiyoshi menaiki bus yang sama, rumah mereka satu arah. Rin duduk di dekat jendela sambil tetap memeluk boneka kelinci yang baru saja ia dapatkan. Akiyoshi duduk disebelahnya dan menyenderkan tubuhnya di senderan kursi, ia merasa tubuhnya pegal. Rin menatap pemandangan kota Tokyo malam hari melalui jendela dan gadis itu merasa matanya mulai berat. Ia mengantuk. Akiyoshi terus memperhatikan gadis yang duduk tepat di sampingnya itu.
“kau mengantuk Rin?”, Tanya Akiyoshi pelan. Rin mengangguk tanpa sedikitpun melihat wajah perhatian yang Akiyoshi berikan untuknya. “sini. Tidurlah di pundakku, aku tahu kau sangat lelah setelah berkeliling festival musim panas hari ini”, lanjut Akiyoshi. Rin menatap Akiyoshi ragu.
Apa tidak apa-apa? Tanya Rin dalam hati.
Tapi rasa ngantuk dan capek mengalahkan semua prasangka buruk tentang Akiyoshi. Secara tak sadar Rin menggeser posisi duduknya mendekati Akiyoshi dan langsung lelap di bahu Akiyoshi. Akiyoshi tersenyum bahagia, ia mengira awalnya Rin akan menolak tawarannya mentah-mentah. Tapi ternyata pada kenyataannya tidak. Ia melirik Rin yang sudah masuk ke alam mimpinya dengan tenang dan tak henti-hentinya ia tersenyum melihat gadis yang dicintainya terlelap di bahunya. Ini adalah kejadian langka yang mungkin akan sangat sulit ia dapatkan dilain waktu. Akiyoshi merasa sangat bahagia hari ini.

            Gadis itu berjalan pelan kedua tangannya sibuk memegang sebuah boneka kelinci besar sambil sesekali melirik pria yang kini sedang berjalan santai di sampingnya. Pukul 8.30 tepat, Rin sampai di depan gerbang rumahnya dan itu artinya ia harus berpisah dengan pria yang berbaik hati mengantarkan dirinya pulang. Rin menghentikan langkahnya dan membuka pintu gerbang rumahnya dari luar. Sebelum ia masuk, Rin menundukan kepala sebagai ucapan terimakasih pada Akiyoshi. Akiyoshi hanya tersenyum senang sekaligus lelah.
“selamat malam Rin, sampai jumpa besok di sekolah”, kata Akiyoshi seraya melangkahkan kakinya pulang.
Dengan cepat Rin masuk kedalam rumah, ia tahu bahwa angin malam tak bagus untuk kesehatannya. Setelah mandi dan mengenakan baju tidur ia duduk termenung di atas kasurnya. Mengenang kembali semua yang telah ia lakukan bersama Akiyoshi. Dan untuk pertama kalinya ia memikirkan pria lain selain Akiyoshi—pacarnya—yang telah tiada. Di meja sebelah kasurnya kini bertengger 2 buah boneka kelinci yang besarnya sama. Rin mengambil salah satu yang berwarna putih lalu di peluknya boneka itu erat.
Akiyoshi… mengapa kau baik sekali padaku? Tanyanya dalam hati. Setelah itu diambilnya foto bersama Akiyoshi saat di Tokyo festival musim panas. Ia tersenyum sendiri melihat foto konyol mereka berdua, tanpa sadar Rin pun tertawa dengan lepas sambil terus melihat fotonya bersama Akiyoshi.
.
.
Eh? Aku tertawa lagi. Katanya setelah beberapa saat kaget akibat tingkahnya sendiri.
            Meskipun ia mencoba menyembunyikan senyumannya—seperti biasanya, untuk kali ini ia sama sekali tidak bisa. Ia tidak bisa tidak tersenyum sedangkan saat ini ia sedang di landa kebahagiaan yang sangat hebat.
Akiyoshi-kun, setelah lama aku tidak bisa tersenyum karena kehilanganmu kini aku bisa tersenyum lagi, bahkan tertawa. Apa itu artinya aku telah menemukan penggantimu? Ini takkan melukaimu kan? Kurasa aku menyukai pria yang memiliki nama sama denganmu. Ya… kurasa aku menyukainya… tidak apa-apa kan, Akiyoshi-kun?  Kata Rin dalam hati sambil tersenyum tipis memandangi foto pacarnya yang kini ada di surga.
Malam semakin larut, jika Rin tidak ingat bahwa ada pr matematika mungkin kini ia sudah tertidur pulas di kasur empuknya. suara dering sms dari handphonenya itu memecahkan konsentrasi dan keheningan malam pada jam 9.
From : Michi
Rin-chan… udah bobo belum?
Dengan cepat Rin mengetik sms dan segera membalasnya.
Belum, ada apa?
.
From : Michi
Bagaimana harimu bersama Akiyoshi-kun?
.
Cukup menyenangkan. Jawab sms Rin.
.
From : Michi
Syukurlah… kukira kau akan sangat bosan karena tidak ada aku
Ahaha
.
Ya… ku kira juga gitu. Balasan Rin mengakhiri pembicaraan. Lalu Rin melanjutkan kembali kegiatan belajarnya yang tadi sempat tertunda. Beberapa saat kemudian nada dering smsnya kembali berbunyi. Siapa lagi sih? Omel Rin seraya membuka sms itu.
From : Akiyoshi
Rin J
.
Iya?. Jawab Rin singkat. Entah mengapa ia merasa sangat senang mendapatkan sms dari Akiyoshi.
.
From : Akiyoshi
Ah tidak.. hehe
Lagi apa?
.
Lagi ngerjain PR
Oh iya, arigatou udah mengantarku pulang. Balas Rin.
.
From :  Akiyoshi
Ahaha, tidak usah sungkan begitu.
Siapapun tidak akan tega membiarkan wanita berjalan sendiri malam-malam
Terlebih lagi wanita itu cantik sepertimu J
Rin menatap datar balasan Akiyoshi. Kata-kata itu… matanya mulai berkaca-kaca kembali. Tiba-tiba ia merasa kepalanya pusing, semua kenangannya bersama Akiyoshi—pacarnya—seolah terulang kembali. Ia sangat mengingatnya dengan jelas, kapan pertama kali Akiyoshi mengantarnya pulang larut malam.
Saat itu awal musim panas, pukul 9 malam. Aku bersama Akiyoshi baru pulang dari festival seni yang diadakan sekolah kami. Untuk pertama kalinya Akiyoshi yang sudah resmi menjadi pacarku ini mengantarku pulang. Sepanjang jalan tangan kami tidak terlepas, terus bergandengan seakan takut kehilangan. Setelah sampai di depan rumahku dengan sangat berat ku lepaskan gandengan dan kuucapkan banyak terimakasih padanya. Dengan senyum dan tawa khasnya, ia menjawab santai
“Ahaha, tidak usah sungkan begitu. Siapapun tidak akan tega membiarkan wanita berjalan sendiri malam-malam, Terlebih lagi wanita itu cantik sepertimu”
Batin Rin bercerita dengan sangat detail. Ia melirik boneka kelinci berwarna pink yang  Akiyoshi  berikan disaat terakhir mereka bertemu. Segera ia menyelesaikan pr-nya dan langsung membantingkan tubuh dikasur. Dering sms dari handphonenya ia abaikan, malam ini ia hanya ingin merenung dalam mimpinya. Dan mungkin akan terus berfikir mengapa Akiyoshi sangat mirip dengan Akiyoshi—pacarnya—yang kini sudah tak ada lagi di dunia ini.

“kenapa Rin tidak membalas sms ku? Apa dia sudah tidur?”. Kata Akiyoshi pasrah setelah 30 menit smsnya tidak di balas Rin.
Apa kata-kataku tadi menyinggungnya? Pikir Akiyoshi.
            Dilihatnya lemas jam dinding, pukul 10 malam. Ya… ini memang waktu yang pas untuk istirahat setelah menghabiskan hari dengan sangat melelahkan. Akiyoshi merebahkan tubuhnya di atas kasur. Diliriknya meja kecil di samping tempat tidur. Disana ada fotonya bersama Rin yang terpasang rapi di figura kayu berwarna coklat di samping buku kecil bersampul pink dengan corak kelinci milik Rin.
.
.
Eh? Milik Rin?. Sontak Akiyoshi terduduk di atas kasurnya.
Bagaimana ini? Aku lupa dengan bukunya.  Hati Akiyoshi mulai resah. Dia sangat ingin mengembalikan buku ini pada Rin. Tapi apabila Rin tahu bahwa buku kesayangan miliknya ada pada Akiyoshi, mungkin Rin akan sangat marah terlebih  lagi sebelumnya Akiyoshi berbohong tidak melihat buku milik Rin. Ia baru saja berhubungan dengan sangat baik dengan Rin, tentu Akiyoshi tidak ingin merusak suasana seperti ini. Tapi…
“aku harus kembalikan buku ini, walau aku tahu ini pasti akan sangat beresiko bagi hubunganku dengan Rin”, kata Akiyoshi seolah ia akan menghadapi perang hebat.
            Ia tahu keputusannya ini sangat beresiko bagi hubungannya dengan Rin. Tapi akan lebih beresiko apabila Rin tahu sendiri dan akhirnya tidak mau bertemu dengannya seumur hidup. Jelas itu lebih menyeramkan bagi Akiyoshi yang  jelas-jelas sangat mencintai Rin. Akiyoshi mengambil buku Rin dan ditatapnya lirih buku tersebut. Ia hanya berharap Rin tidak marah padanya setelah mengetahui semuanya. Seharusnya setelah apa yang ia lakukan bersama Rin di Tokyo festival musim panas akan cukup membuat hati Rin luluh dan mau memaafkannya.
Ya… semoga saja. Kata Akiyoshi dalam hati
Setelah itu ia memasukan buku kecil milik Rin kedalam tas—agar tidak lupa lagi—dan segera merebahkantubuhnya di atas kasur. Ia menutup mata secara perlahan dan mencoba melupakan segala beban yang ada di kepalanya. Namun getar handphone memaksanya kembali membuka mata dan membaca isi pesan yang berhasil handphonenya terima.
From : Michi-chan
Heh Akiyoshi-kun, jangan lupa kau punya hutang padaku.
Kau pikir kembang gula itu benar-benar gratis?
Itu aku yang membelinya. Pokonya besok kau harus bayar semuanya
>.<”
Mata Akiyoshi membesar seketika membaca isi pesan tersebut. Ternyata Michi benar-benar membantunya. Tapi sekarang yang membuat Akiyoshi tidak bisa tidur adalah…
Berapa hutang yang harus aku bayar?
Padahal ia merasa sudah tidak punya uang lagi setelah membelikan Rin boneka kelinci yang cukup mahal itu. Terpaksa ia harus membongkar isi tabungannya. Ia berfikir positif, bukankah cinta memang butuh pengorbanan?

            Pukul 6.30 pagi, seperti biasanya Akiyoshi sudah tiba di depan kelasnya. Ia tahu Rin pasti sudah ada di dalam kelas. Walau ragu Akiyoshi mencoba melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas dan mencoba bersikap biasa aja di depan semuanya. Di genggamnya erat buku milik Rin di tangan kanannya. Genggamannya semakin erat setelah ia melihat Rin sedang duduk santai dibangkunya sambil sms-an. Akiyoshi melangkahkan kakinya perlahan mendekati Rin. Rin yang mengetahui keberaadaan Akiyoshi langsung menatap aneh pria yang kini sudah ada dihadapannya itu.
“emh… Rin”, kata Akiyoshi memulai pembicaraan. Rin hanya terus menatap Akiyoshi dan mengangkat alisnya.
“kurasa ini milikmu”. Lanjut Akiyoshi seraya menunjukan buku kecil bersampul pink milik Rin.
            Rin melihat buku itu seakan tak percaya. Ia terus bertanya dalam hatinya bagaimana bisa buku itu ada pada Akiyoshi. Rin langsung mengambil buku diarynya dari tangan Akiyoshi dan membuka satu persatu halamannya.
Tidak ada yang hilang.  Kata Rin dalam hati dengan perasaan lega.
Ia sempat berfikir tidak akan pernah menemukan buku ini lagi. Dan semua kenangannya bersama Akiyoshi—pacarnya—akan musnah begitu saja dengan hilangnya buku tersebut. Segera ia mengetik sms yang sudah pasti akan dikirim pada Akiyoshi. Beberapa saat kemudian handphone Akiyoshi sudah bergetar.
From : Rin-chan
Bagaimana bisa buku ini ada padamu?
“kurasa aku menemukannya Rin”, jawab Akiyoshi sambil sedikit tertunduk. Rin segera mengirimkannya lagi sms.
From : Rin-chan
Dimana kau menemukannya?
Kapan?
Tanya Rin berturut-turut dalam sms. Akiyoshi menatap Rin ragu. Dilihatnya wajah Rin yang polos menantikan jawaban dari mulutnya dengan penuh harap.
Ya… mungkin ini saatnya untukku jujur dan mengatakan semuanya . batin Akiyoshi.
“aku menemukannya di kelas ini, dua hari yang lalu”. Jawab jujur Akiyoshi tanpa berani melihat kearah Rin.
            Tiba-tiba suasana menjadi hening. Rin menatap Akiyoshi tidak percaya. Bukankah ia bilang kemarin tidak melihatnya. Akiyoshi berbohong padanya, sungguh ia tidak percaya bahwa Akiyoshi akan tega membohonginya. Wajah Rin mulai memerah dan tampak jelas Rin sedang menahan emosinya. Segera ia kembali mengetik sms untuk kembali di kirim kepada Akiyoshi.
From : Rin-chan
Kau berbohong ! kau bilang kau tidak melihatnya.
Bagaimana bisa kau membohongiku?
Kau pasti membacanya ! itu kan tidak sopan.

”tidak Rin… ini tidak seperti yang kau fikirkan, biarkan aku menjelaskannya dulu. Aku—“, kata-kata Akiyoshi terpotong karena menerima sms lagi dari Rin.
From : Rin-chan
Kau pasti sudah membacanya, ini kan privasi
Akiyoshi jahat
Aku benci !!
Mata Rin sudah mulai berkaca-kaca, dan kini ia merasa tidak bisa lagi membendungnya. Ia tak ingin terllihat menangis di depan Akiyoshi hingga akhirnya Rin berlari keluar kelas. Tanpa diduga Akiyoshi ikut berlari di belakangnya dan terus menteriakkan namanya. Tapi Rin tidak peduli. Saat ini ia hanya ingin terus berlari dan sendirian.
            Rin terus berlari hingga akhirnya ia sadar bahwa ia sudah tak lagi berada di lingkungan sekolahnya. Ia berdiri di pinggir jalan raya dan tanpa sadar air matanya terus mengalir.
Padahal aku sudah mulai mencintai Akiyoshi. Tapi mengapa ia tega membohongiku? Padahal aku… kata Rin dalam hati dan terus menangis. Kini semua perasaannya seakan hancur dan sepertinya ia tak mau menatap orang yang bernama Akiyoshi lagi.
“Rin !! Riinn!!”, panggil Akiyoshi sambil berlari mendekati Rin.
Rin yang melihat Akiyoshi merasa sangat panik, ia ingin melarikan diri dari Akiyoshi. Ia sudah tak mau menatap Akiyoshi lagi. Dengan cepat Rin menyebrangi jalan yang segera disusul oleh Akiyoshi. Namun tiba-tiba…
CKIIITT…  BRUUKK
Sebuah mobil menabrak Akiyoshi. Sontak Rin langsung membalikan tubuhnya dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Waktu seakan berhenti berputar setelah ia melihat untuk yang kedua kalinya seorang pria tertabrak di depan matanya. Tubuh Akiyoshi tersungkur tak berdaya berlumuri darah. Rin hanya mematung melihat Akiyoshi. Lututnya tak dapat menanggung beban badannya. Sama seperti tubuh-tubuhnya yang lain, ia merasa lemah. Tak berdaya. Hasilnya, badannya merosot dan jatuh terduduk di lantai.
Pandangan maupun pikirannya kini tak fokus lagi. Dunia bagai tergoyahkan oleh pandangannya. Ia pun berusaha menghentikan pusingnya, namun apa daya—ia betul-betul tidak dapat mengendalikannya. Kepalanya benar-benar sakit saat ini.
"Tidak... jangan... jangan...", Rin mengigau dan kini ia merasa dibawa kembali kemasa lalu. Ia seakan melihat Akiyoshi—pacarnyalah yang sedang tertabrak  saat itu.
.
.
CKIIITTT… BRUUKK
sebuah mobil menabrak Akiyoshi hingga tubuhnya terlempar sejauh beberapa meter. Boneka yang ia bawa terlempar kesisi yang satunya. Rin membeku melihat kekasihnya terjatuh bersimbah darah. Air  matanya jatuh tak tertahan. Dengan cepat ia berlari menuju kekasihnya.
“AKIYOSHI-KUN !! AKIYOSHI-KUUUNN” teriak Rin histeris sambil memeluk erat kekasihnya tersebut. Namun tak ada jawaban dari Akiyoshi, ia tetap menutup matanya. Di goyang-goyangkan tubuh Akiyoshi dan itu membuat Akiyoshi membuka matanya, Rin mulai terlihat frustasi.
“Akiyoshi-kun..” kata Rin disela-sela tangisannya.”jangan pergi… ini kan hari ulang tahunku”, lanjutnya.
“aku tidak akan pergi Rin sayang, bukankah aku akan selalu ada di hatimu?” kata Akiyoshi lemas.
“tidak, kau tidak boleh pergi,seseorang tolong aku!!” teriak Rin frustasi.
“Rin…”. “Aku sangat mencintaimu”, bisik Akiyoshi yang mulai menutup matanya secara perlahan. Rin langsung menatap Akiyoshi dengan mata yang berkaca-kaca dan penuh dengan air mata.
“jika aku pergi… te.. taplah te.. tersenyum Ri.. Rin, jangan kar.. na aku pergi kau ja.. jadi murung”, katanya pelan dan terbata-bata. Rin tidak menjawab Akiyoshi, ia hanya terus menangis menatap kekasihnya yang kini sudah tak berdaya lagi. “jangan menangis lagi Rin, Mungkin Tuhan tak izinkan sekarang untuk kita bersama”, lalu Secara perlahan Akiyoshi menghembuskan nafas terakhirnya dan tidur selamanya.
.
.
“AKIYOSHI-KUN… AKIYOSHI-KUUNN   !!!”. teriak Rin—secara tak sadar—setelah ia terbangun dari halusinasi masa lalunya seraya berlari menghampiri Akiyoshi. Kini ia benar-benar menangis. Di peluknya tubuh Akiyoshi dan di pandangnya pria yang kini ada dipelukannya.
“Rin…”, kata Akiyoshi di sela-sela kesakitannya. “maafkan aku…”, lanjutnya lagi. Rin tidak menjawab apapun, ia hanya  terus menangis. Rin tak mau kehilangan orang yang ia sayangi untuk kedua kalinya.
“katakan sesuatu padaku, Rin”, kata Akiyoshi lagi. Rin menatap pria itu dalam sambil terus menangis.
“ja…jangan pergi, Akiyoshi-kun. A… Aku me… mencintaimu”, kata Rin terbata karna sedang menangis.
Akiyoshi tersenyum lega, cintanya terbalas. Ia memandang wajah cantik Rin yang menangis karenanya. Di usapnya perlahan air mata Rin. Kini wajah Rin mulai terlihat samar-samar dan secara perlahan pandangannya menjadi gelap.
Apa aku sudah mati?. Pikir Akiyoshi.

            Sinar matahari yang masuk melalu jendela terasa begitu hangat di pagi itu. sedikit demi sedikit Akiyoshi membuka matanya dan mulai tersadar. Apa yang terjadi? Dimana aku sekarang? Tanyanya dalam hati seraya mencoba bangun dan duduk di atas ranjang tidur tempat ia sekarang.
“Akiyoshi-kun? Kamu udah sadar?”, Tanya seorang gadis yang duduk di sebelah Akiyoshi. Spontan Akiyoshi langsung meliriknya.
Michi?. Katanya dalam hati. Akiyoshi merasa dirinya belum kuat untuk berbicra. Tubuhnya masih terasa sangat lemas.
“aku sangat khawatir setelah Rin memberitahuku kau mengalami kecelakaan, ya Tuhan… mengapa ini bisa terjadi Akiyoshi-kun?”, kata Michi lagi.
Kecelakaan… Rin…
Ohya aku ingat, aku mengalami kecelakaan karena mengejar Rin. Rin? Dimana dia sekarang? Batin Akiyoshi mulai resah setelah mengetahui gadis yang ia sayangi tidak ada di sampingnya saat ini.
“Rin…”, Akiyoshi mulai bicara.
“kau mencari Rin?”, Tanya Michi.
“Rin dimana?”, Akiyoshi balik bertanya.
“ohh Rin sedang keluar membeli makanan dan buah-buahan untukmu. Ahh itu dia orangnya”, kata Michi sambil menunjuk Rin yang membuka pintu dan langsung masuk ruangan. “Akiyoshi-kun, aku tinggal dulu ya… aku lapar. Hehe”. Lanjut Michi sambil berlari keluar ruangan.
            Hanya tinggal Akiyoshi dan Rin berdua di ruangan itu. Akiyoshi masih terduduk di atas ranjangnya sedangkan Rin berdiri dan membatu melihat Akiyoshi. Detik pertama… hening. Detik kedua… masih hening. Detik ketiga…
“Rin… katakan sesuatu padaku”, kata Akiyoshi pelan sambil menatap Rin dalam.
Seketika air mata Rin jatuh begitu saja. Gadis itu berlari ke arah Akiyoshi dan langsung memeluknya. Ia tak kuasa menahan rasa bahagia karena pria yang ia sayangi ini tidak pergi selamanya.
“Akiyoshi-kun… jangan pergi”, kata Rin pelan. Kini ia sudah mau berbicara lagi.
“aku tidak akan pergi”, jawab Akiyoshi dan membalas pelukan Rin.
Rin melepas pelukannya dan duduk di pinggir ranjang tempat tidur Akiyoshi, di tatapnya Akiyoshi penuh perhatian. Kepala pria itu di perban dan yang lainnya hanya ada goresan-goresan kecil. Untunglah… lukanya tak terlalu parah hingga nyawanya masih bisa diselamatkan.
“Rin… aku mencintaimu. Dan aku berjanji akan selalu melindungimu”. Tutur Akiyoshi dengan sungguh-sungguh.
Rin tidak berkata apa-apa. Dia hanya balas memandang lembut Akiyoshi. Seketika suasana menjadi hening begitu Rin dan Akiyoshi hanya bisa saling menatap tanpa berucap. Keduanya sama-sama bingung harus melakukan apa. Akiyoshi mengangkat tangannya dan membelai rambut panjang Rin. Tanpa mereka sadari, wajah Akiyoshi semakin dekat dengan wajah Rin. Begitu pula dengan jarak antara bibir mereka. Semakin dekat… terus semakin dekat… dan…
KRUUYUUKK…
Perut Akiyoshi bernyanyi merdu. Spontan keduanya saling memalingkan wajah saat bibir mereka nyaris bersentuhan. Rin menatap Akiyoshi dan lalu tertawa lepas. Akiyoshi pun ikut tertawa, bukan karena perutnya tapi karena melihat Rin tertawa. Rin sangat manis, pikirnya. Rin segera berdiri tegak dan langsung mengambil roti untuk di berikan pada Akiyoshi.
“ya… kurasa aku lapar”, kata Akiyoshi.

:<>: tamat :<>:
By : Camelia Athena Kharin