huaaa hallo reader semuaa ^^
udah lama banget yaa thena ga upload cerpen, biasa lah orang sibuk #HUEEK
nah kali ini thena sengaja buat cerpen tentang mantan pacar.. hihi
OK met baca ^^/
udah lama banget yaa thena ga upload cerpen, biasa lah orang sibuk #HUEEK
nah kali ini thena sengaja buat cerpen tentang mantan pacar.. hihi
OK met baca ^^/
I LOVE YOU AND
GOODBYE
Sudah
lama sekali gadis itu berdiri di taman. Bersandar di pagar taman dengan telinga
yang tersumbat earphone. Angin ringan menghembuskan perlahan lembutnya rambut
cokelat panjang milik gadis itu. sesekali gadis itu menengok ke kanan dan
kekiri seperti mencari sesuatu, dan lalu kembali tertunduk. Kedua tangannya
masuk ke dalam saku jeans berwarna biru dongker yang gadis itu pakai.
Orang-orang yang kebetulan berada di taman itu hanya melihatnya sejenak dan
lalu melupakannya. Tidak ada sedikitpun ekspresi yang terlukis di wajah manis
gadis itu. entah gadis itu sedang sedih, atau bahagia. Tak ada yang
mengetahuinya, sulit di tebak.
Beberapa
saat kemudian seorang pria datang menghampiri gadis itu. pria itu tersenyum
manis pada gadis itu. gadis itu menatap pria itu dengan matanya yang sayu.
Gadis itu tersenyum. Senyum terpaksa dengan mata yang menahan tangis. Sekilas
wajah gadis itu begitu kuat, namun jauh dalam hatinya… gadis itu sangat ingin
menangis. Teriak sekencang-kencangnya menandakan bahwa ia tak siap dengan
kenyataan.
“michi! Sudah menunggu lama ya?!”, tanya pria itu santai
sambil melangkah lebih mendekati gadis itu.
“kau lama sekali Rikutsuki!”, jawab Michi pelan dengan suara
agak bergetar. Riku ikut bersandar di
pagar sebelah Michi.
Selang waktu beberapa
menit, mereka hanya terdiam tak berucap. Riku menatap lurus kedepan dan
menikmati pemandangan taman sambil menyunggingkan sedikit senyuman tipis
dibibirnya. MIchi tertunduk dan sesekali menoleh ke arah Riku dengan telinga yang
masih tersumbat earphone. Dan bila Riku menanyakan salah satu pertanyaan
basa-basi seperti ‘apa kabar’, Michi masih bisa mendengarnya dengan jelas. ya itu karena tak ada alunan lagu yang
mengalir melalui earphone itu. michi hanya sekedar memakainya dan mencoba tidak
mempedulikan omongan di sekitarnya.
“jadi…”, Riku mulai mengangkat bibirnya “mengapa kau ingin
menemuiku hari ini?”
“sebenarnya ada alasan mengapa aku ingin menemuimu hari ini”
“apa itu?”
“hari ini… adalah hari perpisahan, antara kau dan aku”,
jawab michi pelan.
Pandangan
Michi di alihkan pada langit sore, tidak bisa lagi ia menatap Riku. Dan
adakalanya ia bisa menatap wajah pria itu, air matanya tak tahan ingin keluar.
“bukankah kita memang sudah tak ada hubungan?”, jawab Riku.
“aku tahu itu, tapi tidak dengan hatiku. Apa kau tidak sadar
bahwa aku masih mencintaimu?”
Tidak… bukan ini yang seharusnya Michi katakan. Kenapa ia
malah bersikap begitu bodoh seperti saat ini? Seharusnya ia datang ke taman
itu, menunggu sampai pria itu datang. Memperdengarkan sepotong lagu yang
mewakili perasaannya yang ia simpan dalam sakunya dan lalu sapa pria itu dengan kata
‘teman’. Mengapa? Mengapa kata-kata
bodoh itu yang terucap?
“ku kira kau…”, Riku menatap mata michi yang sudah mulai
berkaca-kaca.
“aku tahu perasaan ini akan berubah, sampai kemarin…
hari-hari yang kita lalui bersama terasa begitu lama. Dan kini semua itu hanya
menjadi lembaran kenangan”.
“entah bagaimana mengucapkannya,
tapi ada sesuatu dalam hatiku yang terasa sedih. Jujur saja kau adalah salah
satu orang terpenting dalam hidupku. Aku juga masih menyayangimu”, jawab riku.
Mereka kini sama-sama memalingkan pandangannya kelangit.
“sekarang segalanya telah berubah,
tapi tenang saja… sesuatu dalam diriku terasa baik-baik saja. Tak ada yang perlu
di cemaskan tentang aku, atau perpisahan
kita”, suara Michi terdengar lebih bergetar dari sebelumnya.
“jadi apa sebenarnya tujuanmu
menemuiku hari ini?”, Tanya Riku.
“aku hanya ingin melihatmu dan
mencoba mengenang saat-saatku bersamamu, sebentar saja”, jawab Michi dengan
intonasi datar tapi terkesan merajuk.
Riku
tidak menjawab kata-kata gadis yang ada di sebelahnya ini. Sebenarnya ia juga
ingin berada bersama gadis itu tidak hanya sebentar… tapi lama juga tak apa.
Michi menundukan kepalanya, dan mulai memutar lagu Yui berjudul Good-bye days
yang alunannya langsung mengalir ke
telinga melalui earphone yang masih menempel di telinganya.
‘Onaji uta wo kuchizusamu
toki soba ni ite I wish
Kakkoyokunail yasashi sa ni aete yokatta yo
La la la la Good-bye days’
Kakkoyokunail yasashi sa ni aete yokatta yo
La la la la Good-bye days’
Bibir tipis michi bergerak
mengikuti lirik terakhir lagu itu. benar-benar lagu yang pas dengan keadaanya
saat ini. Sayup-sayup suara Michi terdengar pelan di antara keramaian taman.
Riku yang mendengarnya melirik kearah gadis itu dan tersenyum geli. Michi yang
menyadarinya memandang Riku sejenak dan lalu tertawa pelan. Semua orang tahu
kalau suara Michi itu tidak enak di bawa bernyanyi.
“sebenarnya kalau bisa, aku tidak
ingin bersedih saat ku bersamamu”, kata Michi saat ia sudah selesai dengan tawanya.
“aku juga, aku ingin tetap
tersenyum dan tertawa seperti dulu”, timpal Riku.
“bagaimana siap atau tidaknya
perasaanku, tapi untunglah kau tetap datang kemari. Entah bagaimana jika kau
tidak datang sekarang. Mungkin sekarang aku masih terdiam dan termenung
sendirian dengan sejuta perasaanku padamu yang masih tertahan”. MIchi
tersenyum.
“…”, tidak ada kata yang Riku
sampaikan pada Michi. Sejujurnya Riku bingung harus berkata apa.
“kau datang dengan tersenyum, aku
bingung… tak tahu bagaimana aku akan mengatakan ‘hai temanku’ dengan baik. Apa
karna hatiku belum bisa menerima kalau sekarang kita hanya ‘teman’?”, lanjut
Michi dengan penuh penekanan disetiap kata ‘teman’.
“semua butuh proses ‘kan?”
“pada awalnya aku berharap selalu
disisimu”
“tapi kita sudah tak ada hubungan”
sekali lagi Riku mengatakan hal itu. memang terasa sangat menyesakkan di dada
Michi.
“tenang saja… setelah aku bertemu
denganmu, aku sudah merelakan semuanya. Karna itu sejak awal sudah ku putuskan
kalau hari ini, hari perpisahan. Hari perpisahan antara hatiku dan hatimu”
“ya… aku mengerti”, kata Riku
pelan.
“ Hari perpisahan yang tidak
menyenangkan”, keluh Michi.
“aku juga berfikir sepert itu”,
jawab Riku.
“tapi aku senang bertemu denganmu”
Kata-kata
terakhir dari michi mengakhiri semua pembicaraan mereka. Michi mulai
melangkahkan kakinya dan berjalan ringan meninggalkan tempat itu. sebelum
benar-benar pergi ia berhenti dan menoleh kebelakang untuk melihat Riku. Riku
masih terpaku menatap gadis itu. michi mencoba tidak mempedulikan tatapan pria
itu. ia hanya tersenyum lebar dan melambaikan tangannya. Ia tahu… seharusnya ia
mengatakan ‘selamat tinggal’ atau ‘sampai jumpa nanti’ atau kata-kata
perpisahan lain layaknya orang-orang
akan berpisah. Tapi sepertinya Michi tidak sanggup mengatakan hal seperti itu.
ia takut menangis. Gadis itu kembali meluruskan pandangannya dan berjalan cepat
meninggalkan taman itu. namun tiba-tiba… bruuk. Riku mendekap gadis itu dari
balakang. Erat dekapannya seolah pria itu tak ingin kehilangan gadis itu sekarang.
Perlahan Riku membuka salah satu earphone yang terpasang di telinga Michi dan
membisikannya kata-kata. Kata-kata yang mampu membuat airmata Michi mengalir.
Kata-kata yang dapat membuat bahu michi bergetar hebat dan menangis
sejadi-jadinya. Kata-kata itu adalah : I
love you and goodbye…