Rabu, 09 Januari 2013

cerpen - my first kiss with ghost chapter 1


cerpenku kali ini terindpirasi dari mimpi aku, OK met baca :)
jangan lupa kritik kalau ada kesalahan

..My First Kiss with Ghost?..

          Sekali lagi… dengan bosan ku memutar bola mataku. Tentu saja, siapa juga yang tidak bosan mendengarkan kisah cerita cinta yang bahagia seharian non stop. Ya non stop !. di hari pertama liburan, aku bersama Katerin, saudaraku, akan pergi ke Negara bagian tuk berlibur di rumah bibi Joe. Karena kondisi uang yang sangat minim, aku dan Katerin memutuskan tuk pergi menggunakan kereta api. Dan selama di perjalanan Katerin tidak bosan-bosannya menceritakan kisah cintanya bersama pacar barunya.
“Cam, tau ga sih. Setelah dia berkenalan dengan orang tua aku dan—”, oceh Katerin.
“Kat, bisakah kau berhenti mencerikan kisah membosankan-mu itu?!!”, potongku judes yang mulai tidak tahan karena telingaku sakit mendengarkan cerita konyolnya.
“haah kau ini Cam”, jawab Katerin menyerah, sepertinya ia tidak tahan dengan tatapan sinisku.
Akhirnya setelah seharian telingaku panas karena cerita menjijikan dari Katerin, gadis berkulit putih plus cerewet yang duduk di kursi sebelahku ini berhenti mengoceh juga. Dan aku tidak berhenti-berhentinya bersyukur karena Tuhan telah mendengarkan doaku yang berharap Katerin berhenti mengoceh. Ternyata Tuhan memang benar-benar mengabulkan doa orang yang teraniaya.
          Kereta apinya berhenti di stasion dekat rumah bibi Joe. Tidak ada yang menjemput kami. Itu karena kami sama sekali tidak memberitahukan kepada bibi Joe soal kedatangan kami. Selain takut membuat repot bibi Joe, kami juga ingin membuat sedikit kejutan untuk bibi Joe. Ohh ya, aku lupa memperkenalkan diriku. Namaku Camelia Bridle, umur 15 tahun, aku biasa di panggil Cammy atau Cam (lebih singkat) seperti cara Katerin memanggilku tadi. Saat ini kami sedang berjalan menuju bukit kecil tempat rumah bibi Joe berdiri.
“apa kau tidak salah rumah Cam?”, Tanya Katerin setelah beberapa saat langkah kami terhenti di salah satu rumah di bukit itu.
“ku rasa tidak, aku yakin betul ini rumahnya !”, jawabku yakin. Walau aku sudah bertahun-tahun lamanya tidak datang kemari. Tapi aku masih hafal betul bentuk rumah bibi Joe yang kuno dan klasik.
          Aku membuka pintu gerbang rumah bibi Joe yang sudah berkarat itu dan perlahan masuk. Katerin membuntut di belakangku. Kalian tahu rasanya menginjakkan kaki di depan rumah hantu? Itulah yang kurasakan setelah menginjakan kaki di teras rumah tua bibi Joe. Ting Tong, aku menekan bel rumah itu. lama sekali… tidak ada yang membukakan pintu rumahnya. Aku menekannya lagi beberapa kali, dan kurasa itu berhasil. Aku mendengar suara langkah kaki kecil dari dalam rumah, dan aku yakin sekali kalau itu adalah bibi Joe. Krieeett perlahan pintu itu terbuka. Terlihat seorang wanita paruh baya berdiri dan menatap kami dari balik pintu.
“BIBI JOE !!”, pekik kami berdua(aku dan Katerin) setengah berteriak.
“Cammy, Katerin?!! Apa itu benar kalian?”, Tanya bibi Joe tak kalah kerasnya dengan pekikan kami.
          Setelah beberapa saat kami berbasa basi bersama bibi Joe di teras rumah, bibi Joe mempersilahkan kami masuk. Ya… rasanya aku sudah tidak sabar merebahkan bahuku yang pegal di sandaran sofa empuk karena membawa perlengkapan menginap selama beberapa hari di dalam tas gendong hitam berpolet pink kesayanganku. Setelah bertemu dengan sofa di ruang tamu rasanya aku tidak sabar lagi tuk duduk. Kukira hanya aku yang berfikiran seperti itu, ternyata Katerin juga. Dengan cepat kami berdua menyambar sofa itu dan duduk. Menyimpan tas di lantai dan merasakan kenyamanan yang tidak kami rasakan di kereta api tadi. Bibi Joe ikut duduk di salah satu sofa dan membawakan kami kue jahe dan teh hangat. Hidangan jamuan yang pas di saat matahari sudah tenggelam dan udara mulai terasa dingin.
“kenapa kalian tiba-tiba berkunjung kemari?”, Tanya bibi Joe pada aku dan Katerin dengan lembut.
“karena kami kangen sama bibi Joe”, jawab Katerin dengan ceria. Aku tidak menjawab karena sibuk meneguk teh hangat milikku.
“ohaha”, tawa bibi Joe yang khas dengan suara beratnya. “aku ingat terakhir kali kalian datang kemari, saat itu kalian kelas 2 SD. Kalian masih terlihat manis dan imut, kalian selalu berebut potongan terakhir kue jahe buatan ku. Dan sekarang coba apa yang kulihat? Dua gadis cantik yang mulai beranjak dewasa. Apa kalian sudah memiliki pacar?”, lanjut bibi Joe.
“tentu saja aku sudah punya, tapi Cammy belum. Bibi tau kan kalau dia itu manusia anti cowok?”, cerocos Katerin. Aku tidak menanggapinya, aku hanya melirik saudaraku yang cerewet ini tajam dan lalu tersenyum pada bibi Joe. Aku terlalu capek tuk bertengkar dengan Katerin hari ini.
“oiya? Bisakah kau menceritakan hal itu pada bibi?”, Tanya bibi Joe pada Katerin yang langsung di sambut dengan anggukan semangat dari Katerin.
Ohh tidak, Katerin mulai lagi dengan cerita cinta bahagianya. Aku memutar bola mataku bosan untuk yang kesekian kalinya. Ayolah, aku harus mendengarkan cerita memuakan itu lagi?.
“emh, bibi Joe. Bolehkah aku pergi kekamarku duluan, aku sudah merasa sangat capek hari ini”, kataku memotong cerita super duper panjang Katerin.
“tentu saja Cammy, kamarmu ada di lantai dua. Kau bisa langsung kesana”, kata bibi Joe pengertian.
“terimakasih bibi Joe”, ucapku sambil berdiri dan meraih tas gendongku yang tergeletak di lantai.
“oiya, tapi kau harus membereskan kamar itu sendiri, karena kalian tidak memberitahuku soal kedatangan kalian, aku jadi tidak bisa menyiapkan kamar untuk kalian” kata bibi Joe setelah aku melangkahkan kakiku keluar dari ruang tamu.
          Katerin tidak membuntut di belakangku. Ia masih tenggelam bersama cerita cinta bodohnya. Dan aku hanya berjalan sambil menggandeng tas yang beratnya gak ketulungan. Mungkin karena capek, aku merasa membawa setumpuk batu sungai dan mengiringnya menuju kamar di lantai dua. Ada banyak kamar di lantai dua, tapi sejak dulu aku selalu memilih kamar paling ujung. Namun aku merasa ada hawa aneh setelah langkahku sampai di depan kamar itu. dan hawa itu kini telah berhasil membuat bulu kudukku berdiri. Rumah ini sudah cukup tua, tidak heran kalau penghuninya bukan bibi Joe saja. Namun pikiran itu segera aku usir sebelum aku jatuh pingsan karena ketakutan. Mana ada hantu !. perlahan ku buka pintu kamar itu. Krieeetttt….. suara decitan pintu itu terdengar seperti suara pintu rumah dalam kisah-kisah misteri. Haah… ini hanya hayalanku saja…
“Haloo”, kataku sambil melangkah masuk. Tuh ‘kan tidak ada siapapun di sini.
          Kini aku mulai merasa tenang. Tidak ada yang aneh dengan kamar ini. Setelah menaruh tasku di atas meja rias, aku segera mendudukkan diri di kasur. Kamar ini tidak terlalu berantakan, selain itu semua barang-barang yang ada disini terlihat sangat bersih. Sepertinya bibi Joe membersihkan kamar ini setiap hari. Lalu kenapa bibi Joe menyuruhku membereskan kamar?
“apanya yang harus di beresin coba? Orang kamar ini sudah rapih dan bersih”, tanyaku pada diriku sendiri.
“itu karena aku selalu membereskannya setiap hari !”, tiba-tiba ada yang menjawab pertanyaanku. Suara mengerikan yang ada tepat di belakangku.
Aku menoleh ragu kebelakang, pergerakannya terasa sangat lambat seperti adegan slow motion dalam film-film. Namun aku tetap memberanikan diri menoleh kebelakang. Eh? Tidak ada apa-apa. Aku kembali meluruskan pandanganku dan tiba-tiba…
“Boo”
“kyaaa~”, jeritku kaget.
“tidak tidak… ku mohon jangan teriak !”, kata sosok yang mengagetkanku tadi sambil membungkam mulutku dan merengkuh tubuhku.
Ku perhatikan sosok itu, dia seorang pria yang sedikit tembus pandang! Ohh tidak sosok apa ini? Apa pria ini hantu? Seseorang tolang aku! Aku menggerak-gerakan seluruh badanku mencoba memberontak, tapi itu tak berhasil. Kekuatan hantu pria itu terlalu besar. Akhirnya setelah lama ku lakukan usaha yang sia-sia, aku berhenti memberontak. Capeeekkk.
“nah begitu diam”, kata sosok itu lagi dan mulai melonggarkan rengkuhannya. Dia melepaskanku.
“ka…kau si—apa?”, tanyaku takut. Aku masih sedikit shock dengan kejadian ini.
“aku? Kau Tanya aku siapa? Apa kau tidak lihat aku ini apa?”, sosok itu berbalik bertanya padaku.
“kau hantu?”, tanyaku lagi.
“ohh tidak-tidak, aku bukan hantu. Tapi roh!”, jawab sosok itu sambil mendekatiku. Tentu saja aku segera menjauh.
“gak ada bedanya kan”, kataku sambil menatap sosok itu malas dan berjalan menghampiri pintu lalu membukanya. “OK ! kau bisa pergi sekarang !” lanjutku mengusir sosok itu dengan halus.
“hah? Pergi? Maksudmu kau mengusirku?”
“menurutmu?”
“aku tinggal di kamar ini selama bertahun-tahun bersama bibi Joe. Mana bisa kau mengusirku begitu saja! Lebih baik kau saja yang keluar!”, kata hantu menyebalkan itu tidak mau mengalah padaku.
“tunggu… aku kenal bibi Joe? Apa bibi Joe bisa melihatmu juga?”
“tentu saja”
“bagus, kalau begitu akan ku adukan kau pada bibi Joe!”, kataku sambil berjalan cepat keluar kamar menuju ruang tamu.
          Aku melihat hantu menyebalkan itu melayang mengikutiku dari belakang dan aku sama sekali tidak peduli. Aku cepat-cepat menuruni tangga dan berlari kecil menuju ruang tamu. Aku takut hantu sialan itu mendahuluiku. Aku melihat bibi Joe masih duduk setia mendengarkan cerita bodoh dari Katerin. Dan Katerin… ohh jangan tanyakan dia, aku malas menceritakannya.
“BIBI JOE!!” teriakku.
“owh ada apa Cammy?”, bibi Joe tampak kaget.
“bibi Joe, ada hantu menyebalkan yang tinggal di kamarku dan dia tidak mau pergi!”, kataku.
“hantu? Haha jangan bodoh Cam. Kita semua tahu kalau disini tidak ada hantu!”, kata Katerin menyela pembicaraan ku dengan bibi Joe dengan nada mengejek. Aku geram melihat wajah Katerin seperti itu.
“kata siapa tidak ada?”, kata hantu menyebalkan itu pada Katerin tiba-tiba. Katerin terlihat sangat shock melihat hantu itu.
“HANTUU!!”, teriak Katerin dan lalu pingsan.
“dasar penakut”, kata hantu itu dan lalu terbang menghampiri aku dan bibi Joe.
          Aku melihat  hantu itu sebal dan bibi Joe tampak tenang-tenang aja. Sebenarnya ada untungnya juga hantu itu ada. Dia bisa membuat Katerin diam untuk beberapa saat. Semoga saja saat Katerin tersadar keajaiban datang dan Katerin berubah jadi sedikit pendiam. Amiinn…
“itu dia hantunya bi. Tolong usir dia dari kamarku, dia sangat menyebalkan”, kataku mengadu.
“Ken… kau berulah lagi?!”, kata bibi Joe pada hantu itu.
“haha, habisnya gadis ini manis bi”, jawab hantu itu.
Aku memandangi mereka berdua secara bergantian. Ken? Jadi nama hantu itu Ken. Bibi Joe dan hantu menyebalkan itu nampaknya sangat akrab. Ternyata benar kata hantu itu, ia sudah tinggal bersama bibi Joe bertahun-tahun. Tapi untuk apa aku mempedulikannya.
“ekhem, bisa aku kembali ke kamar? Aku mau istirahat. Bibi kau bisa memastikan hantu ini tidak datang lagi ke kamarku kan”, kataku memelas pada bibi Joe dan lalu mulai berjalan pergi.
“ohh tidak bisa, aku yang lebih dulu tinggal di kamar itu, jadi kamar itu milikku”, cegat Ken.
“kau pikir kapan terakhir kali aku datang kemari?. Itu jauh sebelum kau ada! Dan aku sudah menginap di kamar itu, jadi kamar itu milikku”, aku tidak mau kalah.
“hei sudah-sudah!”, potong bibi Joe. “kalian bisa berbagi kamar itu kan?”, lanjutnya lagi.
“bibi Joe, itu ide yang bagus!”, kata Ken tertarik.
“oh tidak bibi. Itu ide yang sangat buruk”, dan aku menentang ide itu.
“ini sudah sangat malam, sebaiknya kalian segera selesaikan masalah kalian dan cepat tidur”, kata bibi Joe.
          Kami berdua (aku dan Ken) sama-sama terdiam. Ya… mau bagaimana lagi, mau tidak mau aku harus setuju dengan usul bibi Joe. Tubuhku sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk lebih lama berdebat dengan hantu menyebalkan itu. selagi bibi Joe mengurus Katerin, aku dan Ken segera naik ke atas. Berbagi kamar dengan Ken, kurasa tidak terlalu buruk. Dia hanya hantu yang wajahnya tidak terlalu menakutkan. Kami sama-sama diam membatu ketika sampai di kamar. Disana hanya ada satu ranjang tidur dan satu kamar mandi. Ini memang kamar untuk satu orang. Tapi aku tidak peduli dengan Ken. Aku langsung merebahkan diri di atas ranjang dan menutup mataku.
“ken”, panggilku pada hantu itu. aku masih menutup mataku.
“iya?”, jawabnya, suaranya  sangat dekat denganku. Kurasa dia ada di sampingku.
“kau tidak akan tidur disampingku ‘kan?”, tanyaku tanpa berani membuka mata.
“haha, tentu saja tidak. Kami para roh tetap terjaga 24 jam”, jawab Ken ceria.
“baguslah kalau begitu, aku bisa tidur tenang sekarang”.

          Sinar matahari yang masuk melalui jendela berhasil menarikku keluar dari alam mimpi dan terbangun. Perlahan kubuka mataku dan kulihat sekeliling kamarku. Hantu itu tidak ada dimanapun sejauh aku memandang. Aku turun dari tempat tidurku dan berjalan menuju balkon kamar. Udara segar khas pedesaan langsung menyambutku. Kututup mataku, menghirup dalam-dalam udara segar yang tak ada di kota dan kuhembuskan melalui mulut secara perlahan. Saat ku buka mataku…
“Boo”
“Kyaaa~!!”, jeritku kaget.
Lagi-lagi hantu menyebalkan itu mengagetkanku. Aku melihat wajah hantu itu sebal, dan dia hanya tersenyum jahil.  Tampan , tiba-tiba batinku meloncatkan kata-kata itu sampai otakku ikut kepeleset. memang harus ku akui, kalau saja dia bukan hantu mungkin wajahnya akan terlihat tampan. Eh tunggu, apa yang aku fikirkan sih?
“bwhahahaha, kau masih saja kaget melihatku”, kata Ken sambil tertawa puas.
“mungkin aku tak akan teriak bila kau tidak muncul tiba-tiba !”, jawabku sinis dan lalu berjalan kesal keluar kamar menuju ruang makan.
          Aku tidak menemukan bibi Joe dimanapun. Di ruang makan, ruang tamu, kamar, dan di seluruh rumah tak ada manusia lain selain aku. Padahal perutku sudah berteriak-teriak minta di beri sarapan lezat. Aku duduk di kursi meja makan sambil memandang meja makan yang tak ada makanannya lemas. Tiba-tiba Ken—si hantu menyebalkan itu datang dengan santai. Apa lagi yang akan dia lakukan sekarang?. Aku tidak mengatakan apapun, hanya menatap Ken dengan tajam dan memperhatikan setiap tingkahnya. Tunggu? Apa yang akan di lakukan Ken dengan semua peralatan dapur itu?
“kau suka pan cake? Akan ku buatkan itu untukmu”, Ken berbiacara padaku dengan tangan gaibnya yang sibuk membuat adonan pan cake.
“memangnya kau bisa memasak?”, tanyaku meragukan.
“tentu saja, setiap hari aku membantu bibi Joe untuk memasak, mencuci, membereskan kamar dan pekerjaan rumah lainnya”, jawab Ken ringan.
“bibi dan Kat kemana?”
“mereka pergi ke pasar”
Ken mulai menaruh adonan itu di pan, dan harumnya sangat lezat. Aku sudah tidak sabar tuk mencicipinya. Ternyata ada juga sisi baik dalam diri ken. Ku kira dia hanya hantu menyebalkan+jail yang tidak berguna. Ternyata itu salah.
“pan cake ala Ken sudah jadi, silahkan di cicipi nona cantik”, kata Ken sambil menyodorkan pan cake yang baru di angkat dari pan berlumuri saus madu. Dengan penuh keraguan, ku coba memakan pan cake itu. rasanya WOW.
“ini sangat enak Ken. Aku tidak percaya kalau hantu ternyata bisa masak”, pujiku (walau sebenarnya aku malas tuk mengakui kehebatannya)
“terimakasih”, jawab Ken dengan gaya lebay dan membungkukan badannya.
          Aku melanjutkan lagi sarapan lezatku. Ken duduk di kursi yang bersebrangan denganku dan terus memperhatikan aku. Meskipun aku mencoba bersikap seolah aku tidak menyadarinya. Namun tetap saja aku merasa berdebar-debar bila di perhatikan terus.
“oiya, apa Kat masih ketakutan bila melihatmu?”, Tanya ku santai.
“apa maksudmu gadis penakut itu?, ya… tadi pagi dia sudah pingsan sebanyak 3 kali saat melihatku. Dan akhirnya bibi Joe menyuruhku menghilang di hadapan Kat”, jawab Ken tak kalah santainya dari aku.
“haha begitu ya”
“heh, kamu kan cewek, kenapa kamu gak bisa buat sarapanmu sendiri?!!”
“aku tidak mau mengotori tanganku!”, jawabku nge-les , aku tidak mau bilang kalau aku tidak bisa masak.
“benarkah?”, Ken mulai menggodaku lagi.
“tentu saja! Kau sendiri, aku curiga bahwa kau sebenarnya bukanlah hantu! Buktinya kau bisa menyentuhku dan semua perabotan di rumah ini”
“memang bukan hantu, tapi Roh”
“apa bedanya sih? Sama-sama makhluk gaib ‘kan?!”
“tentu saja beda! Kalau hantu, arwah manusia yang sudah mati, sedangkan roh…”, Ken tidak melanjutkan kata-katanya. “sudahlah, kita bicarakan yang lain saja!”, lanjutnya. Kini aku melihat wajah Ken yang sedikit berbeda dari biasanya. Tapi… apa peduliku sih?
“aHa ! kau kalah !”, godaku sambil cekikikan.
          Beberapa saat kemudian aku mendengar ada seseorang yang masuk rumah. Aku langsung berlari menuju ruang depan. Ternyata itu bibi Joe dan Katerin. Mereka membawa banyak sekali belanjaan. Tentu saja… mereka kan baru pulang dari pasar. Aku melihat sekelilingku, Ken menghilang.
“Cam, kau pasti tidak percaya!”,kata Katerin dengan mata berbinar-binar.
“memangnya apa?”, tanyaku singkat.
“aku dibilang cantik oleh teman bibi Joe tadi di pasar”
“dan sekarang aku benar-benar tidak percaya”, tembalku dingin dan lalu membantu bibi Joe membawa belanjaan ke dapur.
“oiya, apa kau tidak melihat hantu? Kau dari tadi sendirian di rumah ini?”, Tanya Kat, aku sungguh kasihan padanya. Pingsan 3 kali bukan hal yang bagus dan aku tidak mau membuatnya pingsan untuk yang ke-4 kali karna aku menceritakan semua tentang ken.
“jangan bodoh Kat, hantu itu tidak ada”, jawabku. Dan Kat menjawabnya dengan kerucutan bibir pertanda dia tidak suka dengan jawaban yang ku beri.
“Cammy, kau sudah sarapan?”, Tanya bibi Joe menyela pembicaraanku dengan Kat.
“ahh sudah, tadi Ken yang membuatkannya”, jawabku santai. Oops, aku keceplosan soal Ken di hadapan Katerin. Ohh tidak.
          Bibi Joe mengerutkan keningnya sambil menatapku dalam. Dan aku mengerti maksudnya untuk tidak menceritakan tentang Ken pada Katerin. Haduh, aku harus mencari alasan untuk menjelaskannya pada Katerin. Katerin ikut-ikutan memandangi aku, tatapannya tatapan curiga.
“Ken itu siapa Cam?”, Tanya Kat polos.
“ahh dia tetangga sebelah”, kata bibi Joe membantuku.
“engh iya, itu benar Kat. Dia baik sekali kan mau membantu membuatkan sarapan untukku?”, kataku.
“emh iya, sangat baik. Aku curiga kalau dia menyukaimu. Maksudku, seorang cowok mau membatu cewek yang lagi sendirian. Romantis ‘kan?”, oceh Katerin.
“hentikan omong kosongmu itu!”, perintahku kesal.
“dan sejak kapan kau mau dekat-dekat dengan cowok?”, Tanya Kat menggodaku.
“emh… itu…”, aku tidak bisa menjawabnya.
“umm, Cammy jatuh cinta, Cammy jatuh cinta” goda Kat sambil melagukan sedikit kata-katanya.
“eungghh, bibi Joe bantu aku!”, rengekku minta tolong pada bibi Joe.
“ya… bibi kira Cammy sudah benar-benar jatuh cinta”, bibi Joe malah ikut-ikutan menggodaku.
“BIBI JOE!!”

          Malam yang cerah. Aku baru saja satu langkah keluar dari kamar mandi dan aku melihat pemandangan yang sungguh tidak enak. Ken sedang tidur-tiduran di kasurku dan memandangku dengan tatapan eunghh… tidak menyenangkan bagi seorang wanita yang tubuhnya hanya terbalut dengan sehelai handuk.
“tenang saja, aku tidak tertarik dengan tubuh flat-mu itu”, goda Ken
“errgh, kalau kau tidak tertarik kenapa kau tidak keluar sekarang?!”, kataku seraya menarik-narik Ken untuk Keluar.
“kau mau pakai baju ya?”
“kau pikir aku mau ngapain, Ha?!!”, jawabku sinis sambil terus mendorong Ken keluar kamar.
“mau ku bantu?”, nada bicara Ken semakin menggodaku.
“apa kau bilang?!”, pekikku. Aku mengangkat kedua tanganku dan memukul-mukul Ken. “dasar otak mesum !”, teriakku seraya meluncurkan pukulan yang paling keras.
“heh Cammy Cammy, hentikan!”, Ken mengaduh kesakitan. Aku baru saja 1 detik menghentikan pukulanku dan kami berdua sama-sama terdiam. Wajah Ken berubah menjadi sangat merah, hantu menyebalkan itu kenapa?. dan kini aku tahu penyebabnya. Aku baru tersadar bahwa kain handuk yang melilit tubuhku melepaskan lilitannya.
“Kyaaaaaa~!!!”
dan Ken pun menghilang… dasar hantu menyebalkan!!

bersambung

mau baca kelanjutannya? klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar