hai semua.. udah lama banget aku gak post di blog. ada beberapa hal yang membuatku sulit post di blog sih. kendala sekolah dan lain-lain :( tapi setelah lulus dan bebas, aku malah jadi sedikit males buka blog wkwkwk. ini cerpen yang aku buat berbulan-bulan lalu dan baru aku post sekarang.. have u like it :3
Be Your Hime
Ayo
kita bermain, aku jadi puterinya
Pagi di sekolah menengah atas selalu ramai seperti
biasanya. Ramai dengan gossip dari anak perempuan, atau ocehan tidak penting
dari anak laki-laki. Namun semua aktivitas terhenti ketika gadis cantik itu
datang. Setiap langkah kaki gadis itu selalu menyita perhatian. Jelas saja,
seorang puteri lewat mana ada yang sanggup tuk tidak melihatnya.
“waahh lihat dia cantik
sekali yaa!” puji seorang murid yang melihat kehadiran puteri tersebut.
Wajah gadis itu tampak
berseri. Rambut hitam panjangnya berayun-ayun mengikuti langkahnya yang anggun.
Matanya yang besar dan bulat begitu indah hingga tak seorangpun mampu
menatapnya terlalu lama. Selalu seperti ini pagi yang dialami Chinami—nama gadis itu. Namun sepertinya pagi
ini sedikit berbeda.
“an-ano Chinami,
jadilah pacarku!” seorang pria tiba-tiba datang, berdiri di depan Chinami
dengan se-bucket bunga ditangannya. Apa-apaan
ini?!! Teriak Chinami dalam hati.
“ma-maaf, tapi sudah
ada orang yang aku suka”, seperti biasanya Chinami selalu menolak dengan
senyuman.
Tanpa beban sedikitpun, Chinami melanjutkan langkahnya
memasuki kelas. Sedangkan pria yang baru saja ia tolak tak bergerak sedikitpun.
Hanya termangu. Teringat kembali pada Chinami yang baru saja menolaknya dengan
senyum. Bukan senyum yang bahagia sepertinya.
“sudahlah Kei,kan udah
kubilang kalau mengejar Chinami itu sama saja dengan mengejar angin.
Buang-buang waktu saja” seseorang menepuk pundak pria tadi.
“aku belum menyerah
kok” Kei tersenyum. “seorang puteri memang sulit tuk di gapai, bukannya itu
wajar?”
“aaahh terserah kau
saja lah”
Siang hari ini terlihat sangat terik. Matahari sepertinya
keterlaluan memberi udara panas hari ini. Bahkan kalau bukan untuk urusan yang
penting, anak sekolahan menunda kepulangannya dan memilih berteduh di suatu
tempat. Menunggu awan tuk sedikitnya membuat langit teduh. Namun tidak tuk Chinami, ia sepertinya
berjalan sedikit terburu-buru keluar dari sekolah. Dan seperti biasanya, Kei
mengikutinya dari belakang. Mengikuti kemanapun Chinami pergi adalah kebiasaan Kei
sejak dulu. Sejak Chinami pindah kesekolahnya dan mencuri hatinya. Sudah satu
bulan sekiranya sejak Chinami pindah, dan sejak saat itu pula ia selalu
menguntit Chinami.
Tiba-tiba ia terkejut ketika mendapati Chinami jatuh
terduduk di pinggir jalan. Tangan kanannya menutupi mulut dan tangan kirinya
memegang dada, ia seperti menahan sakit. Dengan cepat Kei datang mendekati Chinami.
“Chinami kamu gak
apa-apa?” Tanya Kei khawatir.
“ahh iya, aku gak
apa-apa kok” Chinami berdiri dan tersenyum pada Kei.
“kamu yakin?”
“iya, aku Cuma
kelelahan mengejar seseorang”
Mereka akhirnya berteduh di kedai ice cream pinggir
jalan. Pandangan Kei tidak terlepas dari wajah manis Chinami. Gadis itu selalu
tersenyum, namun tampaknya ia tak begitu bahagia. Ia seperti seorang puteri
dalam dongeng, tapi belum memiliki akhir yang bahagia. Seperti kisah Cinderella
dengan kehidupannya yang sengsara. Atau seperti rapunzell dengan kesendiriannya.
Terkadang Chinami seperti puteri tidur dengan penantiannya.
“kamu yang tadi pagi
kan?” pertanyaan Chinami memecahkan lamunan Kei.
“ahh iya, maaf ya
tiba-tiba bilang begitu, padahal kamu belum kenal aku kan?”
“ohh gak apa-apa kok,
aku Cuma kaget aja” Chinami berkata tanpa ekspresi, kemana senyum palsu yang
biasa ia perlihatkan pada orang-orang?
“namaku Kei, dari kelas
3-1”
“salam kenal ya Kei,
maaf yaa aku gak bisa balas perasaanmu. Aku suka sama orang lain.” Kali ini Chinami
tersenyum sambil menatap mata Kei. Gadis itu berdiri dan merapikan rok
pendeknya. Chinami melangkah pergi, sekali lagi… Kei di tinggalkan oleh Chinami.
“Chinami!” panggil Kei.
Suara kerasnya berhasil membuat Chinami berhenti melangkah dan menengok
kearahnya.
“ada apa?”
“kalau begitu, tidak
usah jadi pacar. A-aku jadi pelayanmu saja! Aku akan menjadi pelayan tuan
puteri!” Chinami tidak langsung menjawabnya. Jelas sekali tergambar di wajah
gadis itu kalau ia sangat terkejut. Chinami memperlihatkan senyumnya kembali,
senyum palsu yang ia perlihatkan pada semua orang.
“baiklah, ayo kita
bermain sebentar. Aku jadi puterinya dan kamu pelayanku.”
Gadis itu menatap Kei dengan lembut. Sorot matanya seakan
ingin mengungkapkan sesuatu. Langkah kakinya begitu ringan kala ia datang
mendekati Kei. Chinami tersenyum manis. Sedangkan pria yang ia beri senyum
mematung, seakan udara panas itu membekukan tubuhnya.
“pelayanku… tolong
bawakan tas-ku ya hihi” Chinami tertawa jahil dan dengan santai memberikan
tasnya pada Kei. Kei menerimanya tanpa memalingkan pandangannya pada Chinami.
“eh?”
“kenapa Kei?”
“ah tidak, kita mau
kemana?”
“aku ingin jalan-jalan
sebentar, kamu gak ada acara kan?”
“ahh tidak”
“bagus kalau begitu.” Chinami
melangkah ringan mendahului Kei, memimpin perjalanan mereka.
Kei berjalan di samping Chinami. Gadis itu tampak
menikmati perjalanannya namun pandangannya terlihat kosong. Tak ada yang tahu
pasti mengapa seorang puteri seperti dia memiliki hidup yang tak menyenangkan. Chinami
gadis yang cantik, wajah terdiamnya bahkan tampak seperti boneka. Suaranya
sangat lembut dan senyumnya manis. Tapi apa yang membebani hidupnya hingga
semua yang ada pada diri Chinami tampak palsu?
“ano Chinami” panggil Kei
ragu saat mereka sampai di suatu taman.
“apa?” gadis itu menjawabnya
dengan senyum.
“seperti apa orang yang
kamu suka itu?”
“eh?” gadis itu
terdiam. Langkah ringannya terhenti pada sebuah ayunan. Chinami duduk disana.
Kedua tangannya berpegangan pada tali ayunan. “Kei dorong ayunannya” sepertinya
Chinami tidak ingin menjawabnya.
Kei menyimpan tas
mereka berdua di tanah dan berjalan kebelakang ayunan Chinami. Perlahan Kei
mendorong ayunan tersebut. Dalam hembusan angin yang menyertai gerak ayunan
tersebut, Chinami tertawa lepas.
“dulu juga aku dan dia
suka bermain ayunan disini” kata Chinami dengan mata tak terlepas dari birunya
langit.
“dia?”
“orang yang aku suka.
Tadi kamu menanyakan itu bukan?”
Kei tidak berhenti mendorong ayunannya. Rambut panjang Chinami
menari-nari di belai angin. Ketika seseorang ingin bercerita, biasanya mereka
saling berhadapan. Tapi kenapa Chinami lebih memilih membelakangi Kei?
“dia jahat, karna tak
memberiku kesempatan tuk bilang suka,” dari belakang Kei melihat bahu gadis itu
sedikit bergetar. “kami sudah kenal sejak kecil, dan sejak itu pula aku selalu
menyukainya, tapi sepertinya dia tidak memiliki perasaan yang sama denganku.”
Kei tidak menjawab
kata-kata Chinami. Padahal ia yang menanyakan hal tersebut, tapi kenapa kini
bibirnya begitu kaku hingga tak mampu tuk berkata? Sekali lagi Chinami
memberikan tawa palsu. Tawa yang ia buat agar semua mengira gadis itu baik-baik
saja.
“sebulan yang lalu aku
pindah kesekolahmu Kei, aku ingin bertemu dengannya” kaki gadis itu menahan
dorongan ayunan dari Kei. Sudut mata Chinami melirik pria yang berdiri di
belakangnya. “aku sudah berkeliling mencarinya, tapi dimanapun itu aku tak
dapat menemukannya. Mungkin dia tidak ingin bertemu denganku” Chinami menoleh
kebelakang.
Ujung mata gadis itu tertahan airmata. Mungkin bila Chinami
meneruskan ceritanya gadis itu akan menangis. Kei mengambil sapu tangan di saku
celananya dan mengusapkannya pada ujung mata Chinami.
“gadis cantik tidak
pantas untuk menangis.” Kei menyunggingkan seutas senyum berharap Chinami
sedikitnya terhibur.
“aku gak nangis kok!” Chinami
merebut sapu tangan Kei dan menghapus airmata yang hampir mengalir itu.
“kalau begitu ayo
pulang ohime-sama, ini sudah terlalu
sore”
Chinami mengangguk
sambil tersenyum. Kei segera mengambil tasnya dan tas Chinami sedangkan gadis
itu sudah berjalan duluan keluar taman. Kei sedikit berlari menyusul gadis itu.
Kisah cinta puteri-nya itu sungguh tidak menyenangkan. Dongeng macam apa yang
membiarkan seorang puteri menderita begitu lama? Tapi Kei tahu, ini semua bukan
dongeng karangan manusia yang sejak awal sudah direncanakan akhirnya. Ini
adalah cerita karya Tuhan dan tak ada yang tahu akan bagaimana akhir cerita
ini.
“rumahku kearah sana,
kita berpisah disini saja ya” kata Chinami ketika mereka berhenti di sebuah
perempatan.
“oh iya. Ini tasnya.” Kei
memberikan tas Chinami.
“arigatou yaa buat hari
ini pelayanku” Chinami tersenyum manis dan berlari kearah gang rumahnya.
“Chinami.” Panggilan Kei
menghentikan langkah ringan gadis itu.
“apa?”
“kalau boleh tau siapa
nama orang yang kamu suka? Mungkin aku bisa bantu mencarinya, aku kan sudah
sekolah disitu sejak kelas satu.”
“percuma saja… kamu gak
bisa bantu apa-apa Kei”
“mana bisa aku diam
saja ketika orang yang aku suka menderita. Mungkin ini akan menyakitkan tapi
biarkan aku membantumu Chinami. Seorang puteri sudah seharusnya memiliki akhir
yang bahagia dengan pangerannya. Aku sebagai pelayanmu akan selalu membantu Chinami-hime”
“baiklah,” Chinami
membelakangi Kei lagi dan maju selangkah bersiap pergi. “ nama orang yang aku
suka itu…” gadis itu menggantung kata-katanya, befikir sejenak apa baik bila
dia memberitahukannya pada Kei. “Ryuuta kyosuke” Chinami melangkah pergi.
Kei yang mendengarnya seakan menatap Chinami tidak
percaya. Dengan cepat Kei berlari menyusul Chinami. Pria itu berhasil menggapai
tangan Chinami. Kei menarik Chinami dalam rengkuhannya. Bahu Chinami bergetar
seperti menahan sesuatu.
“tapi Ryuuta Kyosuke…
sebulan yang lalu sudah meninggal karna kecelakaan.” Kei berbisik pelan.
“aku tau!” Chinami
menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Kei. “aku tahu… aku tahu ini sudah
terlambat. Aku tahu! Andai aku datang lebih cepat”
Kei tidak bisa
menahannya lagi. Air mata Kei ikut mengalir melihat puterinya ternyata begitu
menderita. Sosok yang selalu tersenyum ternyata menahan duka yang sangat dalam
di hatinya. Menderita tidak cocok dengan Chinami. Seorang puteri lebih cocok
bahagia. Itu yang Kei tahu. Chinami berbalik dan menatap Kei.
“kenapa kamu malah ikut
menangis?”
“aku ikut sedih, pasti
rasanya sangat menyakitkan”
“tidak apa-apa kok! Aku
sungguh tidak apa-apa, oiya! Besok kau sudah tidak perlu jadi pelayanku.” Chinami
tersenyum seperti biasanya, seakan tidak terjadi apa-apa.
“kenapa?”
Gadis itu tidak menjawabnya. Chinami melangkah menjauhi Kei
berniat tuk meninggalkannya. Ujung mata gadis itu masih menitikkan airmata
mewakili rasa sakit yang tak bisa hilang. Kei berjalan mengikutinya. Pria tidak
seharusnya membiarkan seorang wanita pulang sendiri dalam keadaan seperti itu.
Sakit… sangat sakit, sekiranya itu yang dirasakan Kei. Sakit melihat orang yang
disukainya menderita. Sakit melihat cintanya kini sama sekali tak berguna.
Sakit karna sekarang ia merasa sangat bodoh. Kenapa semua jadi seperti ini?
Sejak awal ini memang salahnya karna mencintai seorang puteri seperti Chinami.
“Kei… kau tidak perlu
mengikutiku” kata Chinami tanpa melihat kearah Kei.
“lalu bagaimana dengan
perasaanku?” kata-kata Kei membuat gadis itu berhenti melangkah.
“apa aku membuatmu
menderita? Apa sikap puteri ini
membuatmu tak nyaman?”
“tidak! Bukan seperti
itu! Kamu tahu kan kalau aku sangat menyukaimu, kenapa… kenapa kamu tidak
mencoba melihatku sedikit saja! Jangan bersikap bodoh dengan terus memikirkan
orang yang tidak ada.”
“maaf saja jika aku
bersikap bodoh!” Chinami melangkah pergi. Semakin lama langkahnya semakin
cepat. Kei berusaha mengejarnya, matanya terus tertuju pada Chinami seakan ia
tak ingin kehilangannya. Kei berhasil menggenggam tangan puterinya.
“aku… kalau aku pasti
bisa membuatmu bahagia, ku mohon… selamanya tetaplah jadi puteriku.”
“Lupakan saja!
Perasaanmu itu, atau apapun yang ada dalam dirimu tentang diriku tolong lupakan
saja!” Chinami menatap Kei dalam. Begitu dalam. Walau kata-katanya begitu halus
namun terasa menusuk. Angin senja meniup perasaan mereka ke langit. Menyadari bahwa
sesuatu tak bisa di paksakan. Kei menatap balik iris coklat Chinami. Begitu
indah. Dan begitu penuh air mata. Seperti ada sesuatu yg tertahan. Menahan Kei
tuk berhenti masuk lebih dalam lagi.
“baiklah. Mulai besok,
ya, mulai besok aku akan melupakan semuanya. Aku tak akan jatuh cinta lagi
padamu. Aku tak akan menjadi pelayanmu lagi. Aku… aku tak akan melihatmu lagi”
“baiklah, kau tak akan
melihatku lagi besok.” Chinami tersenyum pahit.
“tapi aku punya
permintaan”
“apa?”
“izinkan aku
mengantarmu pulang, setidaknya sampai depan rumahmu. Untuk yang terakhir,
sebelum aku melupakan semuanya”
Chinami hanya mengangguk mewakili kata ya. Langit kemerahan sedikit demi
sedikit berubah menjadi gelap. Sama halnya dengan Chinami yang sedikit demi
sedikit kembali seperti biasanya. Senyum palsu sang puteri kini kembali. Gadis
ramping itu sudah banyak bicara lagi, ia membicarakan banyak hal tentang
masalalunya. Begitu ceria. Antusias. Dan dia berbohong atas senyumnya itu. Atas
segala sesuatu. Chinami berbohong atas semuanya.
“ini rumahku” kata Chinami
setelah mereka sampai di sebuah rumah berpagar tinggi.
“ohh iya, kalau begitu
aku pulang dulu”
“ahh iya Kei, aku ingin
mengatakan sesuatu”
“apa itu?”
“aku sungguh bahagia,
menjadi puterimu itu sungguh menyenangkan.” Kei tidak menjawab Chinami yang
kini menatapnya dalam. “mungkin kau sebenarnya bukan pelayan, tapi seorang
malaikat yg di datangkan tuk menghiburku hihi”
“syukurlah kalau kau
senang, Chinami”
“aku bersyukur bertemu
denganmu.” Chinami mengaduk-aduk tasnya, ia mengambil sebuah memo dan
menuliskan sesuatu. Lalu gadis itu merobek lembarannya dan melipatnya jadi
kecil. Chinami memberikan lipatan kertas itu pada Kei.
“apa ini?” Kei mau
membuka lipatannya.
“jangan di buka!” Chinami
menghentikannya. “berjanjilah satu hal lagi, kalau kau sudah benar-benar
melupakanku kau baru boleh membukanya!”
“baiklah aku berjanji.”
Kei memasukkan lipatan kertas kecil itu dalam saku celananya.
“kalau begitu, selamat
tinggal Kei” Chinami dengan cepat membuka pagar dan masuk kedalam. Gadis itu
segera menutup pagar itu agar tak ada satu orangpun yang menyadari bahwa ia
menangis. Sampai disaat terakhirnya bertemu dengan Kei, gadis itu tetap
berbohong kalau ia bahagia.
Kei melangkah pulang. Seperti ada sesuatu yang menghilang
darinya. Dia seperti kacang tanah yang telah di ambil isinya. Dia hanya kulit
kosong tak berguna. Tapi dia tidak boleh terus begini, ia harus meneruskan
hidupnya. Kei kembali tersenyum. Pria itu kembali meneruskan hidupnya.
Keesokan harinya Kei benar-benar tidak melihat Chinami.
Ruang kelas mereka memang sangat berjauhan, itu hal yang wajar jika ia tidak
melihat Chinami. Begitupun hari-hari selanjutnya, sosok puterinya kini
menghilang. Setelah liburan musim panas, Chinami pun tetap tak terlihat meski
ia sengaja menunggunya di gerbang. Musim gugurpun terlewatkan tanpa kehadiran Chinami.
Dia dedaunan yang gugur di musim ini, dia begitu cepat jatuh dan menghilang.
Dia seperti salju di musim dingin. Kristal salju yang indah saat melayang
diudara, menghilang ketika menyentuh tanah. Begitu cepat. Chinami menghilang
begitu cepat. Hingga Kei berhasil melupakan gadis itu. Sosok puteri itu kini
lebih seperti mimpi di siang bolong.
Sampai pada saatnya upacara kelulusan. Kei dengan tenang
mendengarkan pidato dari kepala sekolah. Sesekali matanya mencari sosok puteri
diantara siswa yang lainnya. Namun ia tetap tak menemukannya. Satu-satunya hal
yang mengingatkannya pada Chinami adalah lipatan kertas kecil yang senang tiasa
ia bawa kemanapun ia pergi. Kei membolak balik kertas itu, ia sangat ingin
membukannya.
“…begitu
banyak hal yang terjadi selama kalian berada di sekolah ini…”
potongan pidato kepala sekolah sedikit terdengar oleh Kei.
“dan
kita telah kehilangan 2 orang teman tercinta kita, yang pertama adalah Ryuuta
Kyosuke yang meninggal karna kecelakaan musim panas lalu. Sosoknya begitu baik
dimata kita…”
Kei tersenyum tipis
mendengar nama itu di sebut. Pikirnya langsung melayang pada Chinami yang
begitu mencintai Ryuuta Kyosuke. Apa yang dipikirkan gadis itu ya ketika nama
orang yang ia cintai di sebut dalam pidato perpisahan.
“dan
yang kedua adalah Akari Chinami yang sama-sama meninggal musim panas lalu
karena penyakitnya. Kami takkan pernah melupakan wajah cantik dan pribadinya
yang baik…”
Kei terkejut mendengarnya. Ia menatap tak percaya pada
semua yang ada di depannya. Beberapa orang di sekitarnya juga tampak terkejut. Chinami…
gadis cantik itu meninggal. Dengan cepat Kei pergi keluar Aula. Ia berlari
dengan cepat dan terus berlari. Ia berusaha keras menahan airmata. Dan akhirnya
ia sampai ke atap sekolah. Kei merogok saku celananya kasar, mencari lipatan
kertas yang Chinami berikan padanya. Kei menemukannya. Perlahan ia membuka
lipatannya dan membaca isinya. Tulisan kecilnya sulit dibaca dengan mata yang
penuh airmata tertahan. Kei mengusap matanya dan mencoba membacanya. Isinya:
Kei…
jangan lupakan aku ya! –Chinami-
“aku tidak akan
melupakanmu, Chinami-hime”
Kei menangis
sejadi-jadinya. Mengapa ia tidak sadar kalau Chinami sedang sakit saat itu.
Mengapa ia baru mengetahuinya? Chinami, seorang puteri dari negeri hayalan Kei
memiliki akhir yang tak bahagia. Sungguh dongeng yang menggelikan. Cintanya
pada Chinami seperti secangkir kopinya di pagi hari. Begitu hangat. Pekat.
Manis. Dan datang terlambat. Sedangkan Chinami sendiri seperti bunga mawar di
musim semi. Ia begitu cepat mekar, dan ia begitu cepat layu. Chinami… kau pergi
terlalu cepat.
Tamat
By
: Camelia Athena Kharin (Rin-Chan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar